Semua manusia pasti menginginkan pernikahan yang berujung happy ending, termasuk Zenita Paeonia Helianthus, manusia pecinta serba aesthetic dan pecinta kucing garis keras.
Tapi realita tak seindah ekspektasi. Pernikahan dengan lelaki idamannya harus...
Kerlingan kilat menerangi langit yang temaram. Sudah pukul setengah lima. Zenita beranjak dari tempat tidur dan membangunkan suaminya.
Julian membuka matanya enggan. Dua tahun mereka arungi bahtera rumah tangga, dan selama itu juga Zenita lah yang membangunkan suaminya untuk shalat subuh. Jangankan ke masjid, shalat di rumah saja Julian jarang. Zenita menyerah, ia segera pergi ke kamar mandi dan menunaikan ibadah seorang diri.
Paginya, masih dengan piyama motif beruangnya Zenita pergi ke dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil sepotong roti baguette yang ia beli dari Maison Pierre lalu memasukkannya ke dalam microwave.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Source: Facebook yarkmebaanwoii)
Setelah baguette-nya keluar dari microwave, ia memotong bagian tengah dari roti berukuran panjang tersebut, lalu mengisinya dengan olesan margarin dan selai raspberry. Memang selera Zenita cukup unik. Tak lupa ia siapkan sarapan suaminya, yaitu roti gandum dengan olesan selai coklat kacang dan sarapan Jeno roti tawar pandan dengan selai srikaya.
Lilis Rahayu, kepala asisten rumah tangga keluarga Jaya terperanjat melihat meja makan penuh dengan menu sarapan yang telah Zenita siapkan.
"Nyonya, kenapa nyonya tidak bangunkan saya? Biar saya yang siapkan sarapan," ucap wanita berusia setengah abad itu.
"Nggak apa-apa, Bi Lilis. Saya kepengin aja. Lagipula kalau Mami ada di sini, saya nggak bisa ikut menyiapkan sarapan."
"Tapi kalau nyonya besar pulang, biarkan bibi dan pelayan di sini yang menyiapkan ya, Nya," pinta Lilis yang dijawab anggukan kepala oleh Zenita.
🎀🎀🎀
Zenita memasukkan bomboloni isi krim custard ke dalam kotak bekal Jeno, tak lupa sebotol air mineral. Yang dibekali nampak senang lalu berpamitan pada Zenita sebelum berangkat sekolah.
Julian baru saja tiba dengan setelan jas rapi. Tak lama lagi ia juga berangkat kerja.
"Dear, aku izin ke kantor ya setelah kamu berangkat. Ada naskah yang harus aku serahkan. Oh iya, besok bisa temenin aku ke lamarannya mbak Bey?"
"Iya, boleh. Tapi jangan capek-capek, kamu hamil anak kita. Wajib diantar jemput sama supir. Besok aku temani tapi nggak lama, ya. Oh iya, Mami belum tahu kabar kehamilan ini. Selama Mami business trip ke Thailand kita rahasiakan ya. Mami pasti senang saat tahu nanti."
"Iya."
"Dear, aku berharap nantinya anak kita perempuan. Biar Mami senang, dan aku bisa naik jabatan menjadi direktur utama Mutiara Jaya. Nantinya juga, putri kita bisa menjadi pewaris utama. Kemarin aku ke mall dan lihat baju bayi perempuan lucu-lucu. Aku juga sempat beli ini." Julian menyodorkan sebuah sepatu kecil berwarna merah jambu dengan aksen pita di depannya.
Senyum Zenita perlahan luntur, seolah tertawan oleh keadaan.
"Iya kalau nanti yang lahir perempuan. Kalau anak kita ternyata laki-laki? Kita kan udah sepakat, dear. Kita akan menerima apapun jenis kelamin anak kita nanti. Kita akan berbahagia saat dia lahir, mau dia perempuan ataupun laki-laki. Aku mengapresiasi rasa bahagia kamu. Aku juga akan simpan sepatu ini."