4. Anak Jerry
•~•
Dug!
Tubuh Nafis sedikit terdorong ke depan saat punggungnya mendapatkan hantaman bola basket. Cukup keras. Cowok enam belas tahun itu menoleh, menatap seseorang yang melakukan hal ini padanya.
Kakak kelasnya itu menatap Nafis dengan sebelah alisnya yang terangkat, "Kenapa? Lo nuduh gue?" tanyanya.
Nafis mendengus, "Emang lo yang ngelakuin." Nafis menggerutu. Dia kembali menatap lurus. Berjalan meninggalkan kakak kelasnya itu.
"Na!"
Langkah Nafis terhenti. Dia tidak menoleh. Tetap berdiri di tempatnya sampai orang yang memanggilnya itu berdiri di sebelahnya.
"Apa?"
"Lo di panggil Bu Erni."
Nafis mengernyit, "Bu Erni?"
"Iya, yang ngajar matematika. Mending lo ke kantor ajar. Bu Erni nungguin lo di sana soalnya." Jie menepuk bahunya lalu berjalan pergi.
Nafis menghela napas. Dia menatap kantin yang sudah di depan mata. Sudahlah. Nafis beli dancow dulu baru ke kantor. Lagian Bu Erni yang butuh dia.
Setelah beli susu dancow, Nafis berjalan menuju kantor. Menyedot pelan-pelan susu kotaknya sampai di depan kantor habis. Dia membuangnya lebih dulu ke tempat sampah. Memasukkan kepalanya lebih dulu. Mencari keberadaan guru matematikanya itu.
"Nafis! Sini, nak."
Nafis melangkah masuk. Dia melirik para guru yang sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Duduk sini, nak." Bu Erni menarik kursi tepat di sebelah mejanya.
Nafis mendudukkan dirinya. Dia menatap Bu Erni yang sedang fokus mencari sesuatu di antara tumpukan kertas matematika yang menyakitkan mata.
"Kamu mau diikutkan lomba itu."
Nafis langsung menoleh. Menatap guru yang tempatnya tepat di depan Bu Erni.
Bu Erni terkekeh, "Saya mau nanya dulu ke kamu. Soalnya lomba ini di sekolah kita."
"Kok belum ada pemberitahuan apa-apa, Bu?" tanya Nafis bingung.
"Yah karena kami baru rapat tadi pagi. Dan besok baru di kasih tau," jawab Bu Erni. "Ini baru tingkat sekolah, kalau kamu bisa lolos kamu bisa naik ke provinsi."
Nafis menatapnya, "Tapi kenapa saya?"
"Soalnya ini hanya lomba untuk anak-anak kelas sepuluh," Bu Erni menunjukkan kertas yang akhirnya ia temukan. "Dan saya langsung ingat kamu. Setelah melihat semua nilai matematika kamu, entah di sekolah dasar atau SMP."
Nafis menatap kertas di depannya. Dia harus mengisi data dirinya juga ada tanda tangan.
"Lombanya minggu depan." lanjut Bu Erni, "Kalau kamu mau, kamu bisa isi. Tapi kami mengharapkan kamu mau. Kami percaya sama kamu."
Nafis kembali menatap guru di depannya, "Bu, jangan bilang gitu. Bilang aja biar gak malu-maluin tuan rumah."
Bu Erni tertawa, "Yah benar. Soalnya kamu paling pinter matematika di angkatan kelas sepuluh."
Nafis tidak peduli, "Saya sendirian?"
"Tentu saja tidak. Kamu akan mendapatkan pasangan." jawab Bu Erni.
"Siapa?"
"Ibu manggil saya?"
Nafis dan Bu Erni menoleh. Nafis menyipitkan matanya. Reno. Sial!
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET ✔ [TERBIT]
Teen FictionNgakunya cuman sekedar temen sekelas, tapi di belakang saling mengungkapkan cinta. Yang pasti, bukan cuman Haikal dan Nafis.