16. Nyamuk

6.3K 501 17
                                    

16. Nyamuk

•~•

"Na, mau bangun gak?"

Nafis membuka matanya. Menatap Haikal yang berdiri di dekat pintu. Mau masuk tapi tertahan karena melihat Nafis yang sudah membuka matanya.

"Gue udah bangun," Nafis bangkit. Dia udah mandi tadi jam setengah enam, cuman rebahan lagi. Di tambah, hujan deras di luar membuat Nafis jadi enggan untuk bangkit.

"Gue udah masak sarapan." Haikal bersandar di pintu, "Mau makan gak?"

Nafis menyibak selimut yang membungkus tubuhnya. Cowok itu berjengkit saat telapak kakinya menyentuh lantai. Dingin banget.

Haikal tersenyum geli saat Nafis berlari kearahnya. Cowok itu menerima tubuh Nafis saat kekasih itu melompat kearahnya. Haikal menahan tubuh Nafis dengan kedua tangannya. Melangkah menuju meja makan.

"Gue cuman masak kangkung sama ikan. Gak papa?" tanya Haikal. Dia mendudukkan Nafis di atas kursi.

Nafis mengangguk. Dia menatap kearah jam dinding. Pukul tujuh dan hujan masih begitu deras.

"Mikirin apa?" tanya Haikal saat Nafis diam saja.

Nafis menatap piringnya yang ternyata sudah penuh. Lalu, fokus Nafis kembali ke Haikal. "Gak ada. Cuman kangen Mama."

"Kangen Mama?"

Nafis mengangguk, "Biasanya kalo pagi-pagi hujan kita bakalan pelukan di kamar. Kalau hujannya malem, kita bakalan minum hot chocolate sama cookies."

"Ngobrol?"

"Hum." Nafis mengangguk. Dia menatap makanannya, "Tapi ya udahlah. Mama juga pasti udah seneng sekarang."

Haikal mendudukkan dirinya di atas kursi. Tepat di sebelah Nafis, "Gue gak sedeket itu sama Bunda. Tapo gak sejauh itu. Tapi gue yakin kalo Mama lo juga pasti pengen lo bahagia. Walaupun tanpa Mama."

Nafis mengambil sendoknya, dia tersenyum. "Gimana kalo Mama tau ya kalau suaminya sekarang sukanya cowok? Mana kayak punya baby lagi."

Haikal terkekeh pelan, "Tanggapannya gak bakalan beda jauh kayak lo." jawabnya, "Tapi kayaknya ada sakit hatinya. Gak kayak lo yang kayakya seneng-seneng aja."

Nafis tertawa, dia mengumpulkan nas, ikan dan kangkungnya di satu sisi. "Lo tau, gue awalnya kaget. Kok bisa Papa suka sama Reno tapi nikahin Ibunya? Kenapa gak jujur aja gitu suka Reno?"

"Itu definisi main ganteng yang resikonya banyak." Haikal ikut tertawa, "Coba kalo Ibunya Reno masih ada. Mereka mungkin bakalan main belakang."

"Kayaknya Papa sedikit bersyukur karena kematian istrinya," Nafis menyendokkan makanannya ke dalam mulut.

"Belum doa!" tegur Haikal. Dia meletakkan sendok makannya kembali. Menyatukan kedua tangannya di depan dada.

Nafis hampir tersedak. Cowkk itu memejamkan matanya. Ikut menyatukan kedua tangannya di depan dada.

"Agak kurang ajar," ucap Haikal setelah selesai berdoa.

Nafis tersenyum geli sambil mengangguk. Kedua pipinya menggembung karena terlalu banyak terisi makanan.

"Emang lo mau punya 'Ibu' seumuran sama lo, Na?" Haikal kembali bertanya.

"Biasa aja sih. Orang yang gak kenal juga pasti anggepnya gue sama Reno itu kakak adek." jelasnya, "Lagian Reno aja gak mempermasalahkan, kenapa gue harus?"

Haikal diam. Benar juga sih. "Ngerasa aneh gak sih? Coba bayangin mereka nikah. Terus lo kumpul keluarga gitu? Gaya bicara lo sama Reno 'kan kayak kita gini, 'kan? Apa ngerasa gak aneh?"

BACKSTREET ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang