10. Hanya Nafis

8.1K 709 29
                                    

10. Hanya Nafis

•~•

Nafis memperhatikan Haikal yang terlihat masih salah tingkah akibat ucapan Nafis semalam. Pagi ini, Haikal malah beberapa kali terlihat aneh. Wajahnya tiba-tiba memerah atau merasa gemas ke Nafis tapi dia tidak melakukan apapun.

"Nafis!" Haikal memegang kedua bahu kekasihnya. Menatapnya intens. "Ucapin lagi."

Nafis berkedip, "Apa? Ngucapin apa?" tanyanya bingung.

"Yang semalem. Gue mau denger lagi." jawab Haikal, "Ayo, Na. Gue mau denger lagi."

"Gak mau. Nanti lo mleyot lagi. Mana mleyotnya gak ada bagus-bagusnya lagi."

Haikal menatap Nafis kesal, "Lo mah gitu."

"Udahlah. Gue mau cari sarapan." Nafis mendorong Haikal menjauh.

"Mau sarapan apa emang?" tanya Haikal.

"Gak tau. Cari aja di depan juga banyak. Kalo gak ada, masuk komplek."

Haikal berkedip, "Bubur kacang hijau, yuk. Gue pengen itu."

Nafis berkedip, "Nanti dua jam setelahnya laper lagi."

"Gak papa. Abis beli bubur kacang ijo, kita cari yang lain." Haikal menatap jam yang ada di dinding, "Jam setengah sembilan. Pasti udah banyak yang jualan."

Nafis mengangguk, "Ayo. Jalan kaki aja."

Haikal mengangguk. Dia mengambil dompetnya. Mengajak Nafis keluar.

"Kal, lo beli dancow sachet kah?" tanya Nafis saat keduanya sudah berada di lift.

Haikal berdehem pelan. Menganggukan kepalanya, "Iya, iseng aja. Soalnya kalo yang kotak dingin mulu. Lo gak bosen apa gimana?"

"Enggak." jawabnya, "Lagian yang sachet harus di buat dulu. Kelamaan. Dulu sih gak papa. Mama yang buat."

Haikal menggeleng. "Biar nanti gue yang buat."

Kedua remaja itu keluar dari lift. Melangkah santai di lobi apartemen.

"Tapi kebanyakan gak sih?" tanya Nafis.

Haikal memasukkan kedua tangannya ke saku jaketnya, "Gak papa. Dapet diskon dari tokonya. Gue borong soalnya." Haikal terkekeh pelan. Menyembunyikan rasa penasaran siapa yang mengirim dancow untuk Nafis.

Nafis mengangguk saja. Cowok itu mendongak. Menatap langit ibukota yang terlihat cerah.

"Sini, Na." Haikal menarik tangan Nafis masuk ke dalam warung bubur kacang hijau yang tampak sederhana.

Keduanya duduk bersebelahan. Membiarkan Haikal yang memesan. Nafis tinggal duduk aja. Membalas pesan dari Reno yang bertanya apa mereka mau belajar bersama lagi atau tidak.

"Lo mau belajar lagi?" tanya Haikal.

Nafis menatapnya, "Lombanya hari sabtu. Dan waktunya tinggal enam hari lagi." jawab Nafis, mengetikkan balasan untuk Reno. "Agak gimana kalau gak menang."

"Tapi 'kan ini lomba. Kalah menang hal biasa, 'kan?" tanya Haikal. Dia memutar jarinya di atas meja.

Nafis menggeleng, "Tuan rumah. Kalo bukan, mungkin gak bakalan seintens ini. Apalagi Bu Erni sama Bu Lidya berharap penuh ke gue sama Reno."

Haikal tidak dapat menjawab sekarang, "Tapi gue mau ikut."

Nafis mendongak. Menatap kekasihnta bingung. "Lo mau hubungan kita kebongkar?"

"Gak peduli juga kalo kebongkar," Haikal mengangkat bahunya acuh. "Belajarnya di rumah bokap lo aja. Ada ps 'kan? Nanti gue ngajak Nathan."

"Yang ada gue gak jadi belajar," Nafis mendengus. "Apalagi Papa selalu di rumah kalo hari minggu. Waktunya kumpul keluarga katanya."

BACKSTREET ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang