12. Setega itu aku padanya?...

354 24 14
                                    

Mas galen, sungguh serius dengan ucapannya. Tadi malam, dia tidak menghampiri ku, sekedar tidur bersama. Dia memilih tidur dibawah dikamar tamu. Aku pun begitu, tak berniat berbicara sepatah kata pun, semalaman aku hanya menangis, dan jika pun kebetulan kita berpapasan, aku tetap diam, meskipun mas galen menyapa ku sekedar mengingatkan minum obat.

Jadi sehari semalam kita bungkam tanpa obrolan, kita sibuk masing-masing. Biarkan dia introprksi diri, menyadari posisi ku saat ini, mengingat pernikahan kita sudah jalan lima bulan. Harus mampu membedakan antara aku masa pacaran dan aku sebagai istri.

Pagi buta sekali, perut ku terasa keroncongan. Aku turun, berjalan ke arah dapur, berniat membuat roti isi, seketika langkah ku terhentikan, mendengar dan melihat mas galen sedang muntah-muntah sedangkan dia sudah berpakaian sangat rapih.

Hooo,...hoekk...,hoekk

Aku mengira, dia begitu pasti telat makan, atau dari kemarin dirinya tidak memakan nasi. Salah sendiri, mengapa membuat kesalahan pada ku, sudah paham, dirinya tidak bisa hidup tanpa ku, tapi terus saja melakukan kesalahan. Aku tidak peduli,..

Ketika ingin berlalu, lagi-lagi dirinya kembali mengulang yang tadi, malah ini tambah parah, seperti tercekik lehernya.

Hooo,hoekk,hoekk

Dilanjut dengan batuk kering begitu nyaring, dia terpejam menenangkan hati dan menetralkan deruan napasnya. Hati ku, sungguh tidak tega, harusnya aku berada disampingnya, mengobatinya.

Ternyata rasa sayang ku mengalahkan rasa kesal ku, kaki ku melangkah ingin masuk ke kamar mandi, tapi mas galen lebih dulu ke luar. Aku pun berlalu cepat kedapur, niat ku terurungkan.

"Sudah bangun?" Sapa nya dibelakang ku, rasa kesal ku tumbuh kembali, dirinya tidak memakai panggilan kesukaan ku "SAYANG" atau "RIA" biasanya juga selalu dia sisihkan disetiap memanggil ku. Kenapa sih? Kamu sungguh tidak ingin akur dengan ku?

Aku diam,

"Saya izin berangkat kerja lebih awal, pekerjaan saya begitu banyak hari ini." Ucapnya, dilanjut bibi datang menghampirinya. Itu yang ku lihat dari pantulan gelas.

"Den baik-baik saja? Sejak sebelum subuh loh aden begitu, mau bibi buatkan jamu, teh hangat?" Ucap bibi, aku mendengarkan, selagi mengolesi roti dengan selai kacang.

"Tidak usah bi, saya baik-baik saja, hanya sedikit lemas. Tadi sudah minum susu coklat hangat."

"Ini nasi uduk nya, selagi masih hangat..."

"Iya bi, makan saja sama bibi. Saya langsung berangkat."

"Lah, ko begitu. Aden kan tadi yang minta, masa bibi yang makan?"

"Makan saja bi, saya nanti makan di RumahSakit, waktunya sedikit."

"Waktu sedikit bila pakai makan jadi sehat, bila waktu lama, dipakai sakit apakah enak?" Cicit ku,

"Aden selalu begitu, dari kemarin loh perutnya belum terisi nasi. Yang ada, susu lagi susu lagi. Sampai bibi lihat kemarin, nasi dipiring begitu kering."

"Bi, jangan lupa siapkan susu hamil istri saya. Hari ini pekerjaan saya padat, saya pulang sore bisa jadi malam. Saya titip dia ya."

"Iya den,"

Tidak ku dengar lagi dia menjawab, namun mendengar dia berlari, muntah-muntah kembali. Bibi sedikit menjerit memanggil nama ku, "NENG RIA!!"

Aku diam, bibi belum menyadari kehadiran ku didapur.

"Neng ria kemana sih?"

"NENG! NENG RIA, ADEN SAKIT!!!" teriaknya,

Detak jantung ku, berdetak tak karuan, kaki ku begitu bergetar, apalagi air mata ku, ingin segera tumpah. Dia sungguh membuat ku gila mempertahan kan ego atau luluh...

Special My DREAM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang