18b

292 26 8
                                    

Tanggung jawab sebagai suami dan ayah, sudah aku percayai pada seorang pria yang memiliki nama "AURIGA GALEN REZATTA", bagaimana tidak? Sejak kami pacaran, menikah dan memiliki ara, dirinya semakin dewasa, dari umur, emosional, sikap, apalagi persoalan menafkahi keluarga kecilnya. Aku bersyukur dimiliki nya, meski sesekali sikap biadabnya muncul. Sungguh aku tidak bisa mengendalikannya.

Sejak ara menangis kemarin, beberapa hari ini, mas galen selalu antar jemput haura dan aku, meski usai menjemput, sesekali kembali ke kantor atau rumah sakit. Seperti hari ini, haura sudah sejak tadi pulang, begitu pun dengannya, namun tidak dengan ku. Aku masih ada meeting.

Sampai rumah, ku lihat haura masih terlelap tidur, mungkin usai les.

"Neng,"

"Hem?" Jawab ku, selagi menelan air putih yang ku minum.

"Aden tadi ngenterin ibu les neng ara ke depan."

Aku melotot, pasalnya aku melarang mas galen menemui guru les ara, aku malas melihat suami ku ditatap penuh kagum. Peraturan itu dirinya dan aku setujui sudah lama.

Bibi, menjadi saksi (mata-mata) ketika kami lupa.

"Terus?"

"Aden membalas senyumannya, ramah lah intinya. Apalagi guru les nya, natap aden punuh kagum."

Aku berdecak,

"Ko bisa kecolongan sih bi?"

"Bibi tadi lagi nyuci dibelakang, neng ara teriak, bahwa les nya sudah selesai. Bibi terlampau basah, ya sudah bibi panggil pak supir, eh yang datang aden. Maaf..."

Aku mengangguk, masuk ke kamar dengan suasana hati tidak karuan. Aku takut suami ku jadi obrolan para pengajar dalam imajinasi dari kegantengan dewa-nya.

Aku terkejut, saat ingin menutup pintu lemari, ada tubuh pria menubruk ku. Aku melihatnya,

"Baru pulang?"

"Dokter sudah menghubungi ku, satu jam lagi pemeriksaan." Ucap ku dingin.

Mas galen tetap memeluk ku dari belakang,

"Lepas, mau bersih-bersih."

Tangannya terulur mengelus perut ku lalu melilit pinggang ku.

"Sudah minum susu?"

"Belum,"

"Ya sudah, Mas buatkan dulu."

"Gak usah, aku bisa sendiri. Lepas, aku mau mandi, GERAH!" Ucap ku, sambil membalikan diri, dan melotot padanya. Dia mengerutkan kening,

Fyp, melihat kondisi ku saat ini, mas galen semakin sadar dan memaklumi. Dirinya tidak pernah lagi meminta hak nya atau sekedar mengeluh akan hasratnya, meski tepat satu bulan lebih lima belas hari kami tidak melakukannya. Tapi, tanpa sepengetahuannya, diri ku terus membiasakan diri mendekatinya ketika dirinya tidur.

Hemm, terakhir mendekatinya kemarin malam, rasa mual sudah hilang, begitu pun bau tak sedap. Yang ada aroma kasturi yang menyegarkan indra penciuman ku.

"Minum vitamin dan madu, ya." Ucap nya,

"Iya, nanti."

Aku berlalu berjalan, tapi tertahan oleh cekelannya.

"Kenapa? Ko pulang kerja bad mood?"

Aku menepis, langsung masuk kamar mandi. Ku dengar, mas galen menghembuskan napas pasrah.

Pintu diketuk olehnya,

"Sayang, izinkan mas masuk."

"Ngapain?" Ucap ku galak,

Special My DREAM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang