2b

350 25 11
                                    

Dalam rasa kesal ku, nana memanggil ku, memberitahu bahwa haura ingin tidur dikeloni oleh ku bukan mas galen. Dia sudah terlelap, pintu kamar haura terbuka, bapak menghampiri ku. Duduk disisi kiri haura.

Beliau tertawa,

"Untung saja ayah nya punya uang banyak, baju tidurnya nyaris satu karakter namun beda warna. Sangat menggunung dilemari."

Aku diam,

"Besok main kerumah ya, nana ulang tahun. Mamah mau masak banyak."

"Iya,"

"Benar-benar anak mu ini ria, berpihak pada keluarga ayah nya, sungguh ingin diakui keberadaanya begulitu intens, padahal disini ada bapak, tapi kenapa memilih mertua mu? Dia tahu kali ya, bapak bukan seorang kolomerat, tapi malah sebaliknya melarat." Ucap bapak,

"Tangan bapak kasar, ya? Atau jabatan bapak kurang tinggi?"

Aku cukup diam, menunduk.

"Berdampingan dengan mertua mu, membuat bapak berkecil hati, lagian kasihan haura jadi terumbang-ambing. Bapak mengalah, biarkan mereka yang mengurusnya dengan leluasa."

"sejujurnya bapak minder. Bapak, tidak bisa memberikan materi banyak pada anak mu, padahal ini cucuk pertama bapak, maaf. Tapi bapak usahakan ingin memberikan sesuatu padanya, kecil, tapi untuk ukuran pemberian bapak, itu sangat berarti."

Beliau meraih jemari haura,

"Makasih ya, gelang nya masih utuh dipakaikan padanya. Dia cucuk pertama kami, bukan dari keluarga suami mu saja."

"Latih anak-anak mu untuk lebih menghargai orang yang menyayanginya, bukan mendekati orang sekedar memenuhi kebutuhannya saja. Keluarga suami mu cukup memenuhi kebutuhan dunia, tapi tidak menjamin mencukupi batin untuk bahagia."

"Inilah alasan bapak malas untuk bertamu, ketika keluarga suami mu datang, haura begitu pro pada mereka, atau jangan-jangan kalian lebih sering main ke rumah keliarga suami mu?"

"Aku tidak, tapi ara sering dibawa ayah nya."

"Pantes,.."

"Bapak titip amanah pada mu, kami orang tua mu, adanya keturunan dia berkat diri mu, selaku anak bapak, tanpa mu mana bisa. Kami pun ingin dijadikan fokus bahan cerita oleh anak mu, dihadapan semua orang, bukan hanya orang tua suami mu saja."

"Tolong, kasih pengertian pada galen, rubah sedikit sikapnya, sadarilah bapak adalah mertua nya, bapak butuh diakui dihati dan dipikiran anak-anaknya."

"Apalagi, anak-anak mu secantik ini, pantaskan bila bapak cemburu? Semoga kamu paham maksud bapak..."

"Pesan bapak, dengar baik-baik. Jangan perkenalkan dan agungkan keluarga suami mu saja, tapi terlebih keluarga mu, itu lebih kuat. Percayalah, haura akan lebih pro pada keluarga dari pihak mu, daripada pada pihak suami mu, ketika dirinya sudah besar dan dewasa. Seperti kamu saat ini, pada keluarga mamah bukan bapak." Ucap bapak terakhir, sebelum keluar kamar, dan mencium wajah haura bertubi-tubi. Aku terharu, saat melihat bapak menyeka ingus dan air matanya, begitu menyayangi anak ku.

"Cepat pergi ke kamar, galen menunggu mu, ingin buat adik untuk haura." Candanya, bapak tertawa sendiri, Aku diam.

"Sudah jangan didengarkan ucapan mamah mu, dia begitu hanya becanda, meledeki suami mu supaya sadar. Agar tidak fokus kerja terus. Jangan salah arti,"

Bapak berlalu, aku pun mematika lampu kamar haura, diganti dengan lampu tidur.

Aku masuk kamar, terlihat tidak ada penghuni. Aku berbaring, mood ku sungguh jelek malam ini. Aku ingat ini malam jumat, menghela napas, berjalan lemas kekamar mandi, membersihkan diri, semoga dengan tersiram air, tubuh ku menjadi lebih segar dan mood ku baik.

Special My DREAM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang