Jam pertama dimulai dengan ulangan matematika. Ramai murid mengeluh, tapi Rin, Fisia dan Ertam menghadapi dengan santai.Kertas ulangan dibagikan. Rin menuliskan nama dan kelas. Dia kemudian langsung mengerjakan.
Fisia melirik Arin di sampingnya. Perempuan itu memperhatikan guru. Di sela-sela ketidaksadaran perempuan itu, Arin melempar kertas pada Rin. Dia langsung menjadi pusat perhatian.
"Kertas apa tuh?" Nilu mengompori.
"Rin gak mungkin nyontek," ujar Arin. "Dia kan pintar."
Sayang ucapannya justru menarik kecurigaan Ibu Dinar. Dia pun memungut kertas dan membukanya. Itu adalah rumus untuk nomor lima.
"Kalau Ibu tidak percaya saya bisa mengerjakannya di papan tulis."
"Tes aja, Bu. Biar ketahuan pinternya teman saya!" seru Kesia.
Alih-alih begitu, Ibu Dinar meminta Rin mengerjakan ulangan di hadapannya. Dasarnya memang pintar. Rin mengerjakannya dengan cepat. Setelah diperiksa dia mendapat nilai penuh. Ibu Dinar tertawa.
"Ibu salah. Sudah jelas kamu si jenius di Sevitas. Mana mungkin menyontek."
Fisia mengepalkan tangan. Apalagi saat melihat hasilnya justru hanya sembilan puluh lima. Selalu begini. Tidak peduli meski dia belajar berjam-jam, hasilnya selalu kalah dari Rin.
Sebenarnya otak dia terbuat dari apa sih?
"Oh iya, setelah ini tolong ke ruangan Ibu Rika. Dia titip pesan tadi."
"Baik, Bu."
***
"Masuk!"
Suara tegas itu membuat Rin mendorong knop pintu. Tampilah wajah Ibu Rika yang galak. Dia duduk di balik meja kerjanya yang penuh tumpukan buku.
"Silahkan duduk."
Ibu Rika melepas pandangan dari monitor. Sekarang dia menatap tajam pada Rin. Ketua kesiswaan sudah angkat tangan sebab diancam oleh Raskar. Jadilah dia yang harus turun tangan.
"Kamu adalah ranking pertama di Sevitas. Tiga angkatan. Apa kamu tahu artinya?"
Dia semestinya bersikap baik dan berpakaian baik. Rin tahu itu. Hanya saja sesekali bagian dalam dirinya menginginkan sebaliknya. Bukan perihal perilaku. Ini hanya tentang penampilan. Misalnya saja dia ingin berpakaian terbuka, mengecat kukunya dengan warna hitam atau memakai pearcing. Segalanya itu bertentangan dengan citranya di mata semua orang dan dia membenci fakta bahwa dirinya sendiri tidak berani melampauinya.
Masalah bikini dia kesampingkan karenanya, tapi perihal foto di kamar mandi tersebut baginya memang agak keterlaluan. Tentu dia menjadi marah karena itu sendiri buka kemauannya.
"Saya bukan orang gila yang akan membiarkan foto saya melepaskan pakaian beredar."
"Foto-foto tersebut telah ditarik oleh bagian kesiswaan. Namun sepertinya kamu memiliki banyak celah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Raskar & Rin | END
Teen FictionHidup Rin sudah hancur semenjak mantannya menyebarkan foto-foto vulgar dirinya. Sekarang segalanya menjadi lebih berantakan ketika Raskar, cowok yang deket dengan musuhnya tiba-tiba mengklaim Rin sebagai pacarnya. "Mulai hari ini lo jadi cewek gue a...