31

580 11 0
                                    

Hari Rabu mereka dikumpulkan di lapangan untuk kelas olahraga. Rin duduk di tepi lapangan, sementara anak laki-laki bermain bola kaki. Itu murni ketidaksengajaan ketika sebuah bola menghantam kepalanya dengan keras. Pandangan Rin mendadak gelap selagi kepalanya berdenyut.

"ANJING LO!" 

Ketika Rin berhasil melihat kembali ke depan. Sakti telah mendorong pelaku hingga terjatuh.

"Lo enggak apa-apa, Rin?" Nara memegang bahu Rin.

Rin mengangguk dan sekarang Sakti sudah berada di depannya. "Ayo, gue gendong ke UKS."

"Udah enggak sakit, kok."

"Mana bisa! Lo harus diperiksa. Jangan-jangan geger otak lagi." Sakti hendak menggendong Rin, tapi Raskar lebih dulu bicara.

"Biar gue yang gendong Rin ke UKS."

"Aduh, lo enggak usah sok baik, deh! Lo itu cuma mantan yang cabul!" hardik Fisia.

Raskar benar-benar berjongkok. Belum sempat ia menyentuh tangan Rin, Sakti telah menepisnya kuat.

"Enggak perlu! Gue bisa gendong cewek gue ke UKS."

"Nah, bener, Sakti juga bisa gendong Rin, APA?" Nara memekik.

"OMO!" Fisia menutup mulutnya.

"Lo dan Sakti pacaran?" sergah Nara.

"Iya." Rin mengambil tangan Sakti dan menjadikannya pegangan untuk berdiri. Secepat itulah Sakti mengambil pinggang Rin.

"Gue enggak peduli apa hubungan lo sama Rin sekarang. Gue enggak akan berhenti deketin Rin." Raskar berbicara kepada Sakti. Ditinggalkannya mereka semua dengan tangan terkepal.

"Pacar gue beneran enggak kenapa-kenapa, kan? Ada yang pusing enggak?" Sakti menyampirkan rambut Rin ke belakang telinga.

"Gue baik-baik aja. Cuma pusing sedikit."

"Tuh kan! Kita ke UKS sekarang, ya." Sakti memegangi tangan Rin.

"Lo berhutang penjelasan sama gue Rin!" Fisia berteriak dan Rin tahu dia harus menjelaskan keadaannya. Namun sekarang bukan waktunya.

***

Raskar tidak main-main ketika dia bilang akan terus mendekati Rin. Malam ini Raskar muncul di cafe dan dengan inisiatif membantu pekerjaan Rin. Raskar mencatat pesanan, mengantar pesanan dan mencuci gelas-gelas kotor. Sakti belum datang, karena ada acara keluarga. Ketiadaan tersebut dimanfaatkan Raskar sebaik mungkin sampai cafe tutup.

Rin masih tidak berbicara, kecuali soal pesanan cafe. Tetap saja Raskar tidak mau mundur. Dia terlanjur tidak punya rasa malu sama sekali.

"Ayo, gue antar," ajak Raskar.

"Gue pulang sama Sakti."

"Kalau lo mau ngebuat gue cemburu, lo berhasil, Rin. Enggak perlu sama Sakti juga berhasil."

"Gue benar-benar mau mencoba membuka hati untuk Sakti."

"Sakti itu pemain, Rin."

"Tai lo! Jelek-jelekin nama gue, padahal lo lebih parah!" Sakti meninggalkan pintu dalam keadaan berdebam keras.

"Lo memang pemain, Anjing! Berapa banyak cewek yang lo chat dalam sehari? Banyak!"

"Gue udah berhenti, ya, Anjing! Gue serius pacaran sama Rin, bukan kayak lo! Lagian berhenti ajalah, Anjing! Lo, kan, selama ini cuma mainin Rin biar Fisia senang."

"Tahu apa lo, Bangsat!" Raskar maju. Jika dibiarkan lebih lama pasti terjadi baku hantam. Maka Rin memakai tasnya dan mematikan lampu.

"Sakti, ayo pulang."

Raskar & Rin | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang