32

624 12 2
                                    

Selama Sakti sakit yang Rin pelajari adalah bahwa Sakti dapat menjadi sangat menyedihkan untuknya. Sakti berpura-pura tidak bisa menggunakan tangannya, sehingga Rin harus menyuapinya makanan dan membantunya minum obat. Sakti terus mengeluh kepalanya sakit dan bagiamapun membuat Rin harus memijat keningnya pelan-pelan. Ketika demam Sakti tidak kunjung turun, Rin mengantarnya ke rumah sakit.

Sekarang meskipun sudah sehat, Sakti masih terus menjadi laki-laki lemah. Sakti mengeluh hanya, karena tangannya dihantam oleh bola milik Raskar atau ketika kakinya mendadak kram, karena kelamaan berenang. Rin menanggapi tingkah Sakti dan puas melihat reaksi Raskar yang dipenuhi kecemburuan.

"Raskar, Anjing!" Sakti mengamuk, karena Raskar menyindirnya di Tiktok.

"Cowok apaan, Anjir? Mulutnya lemes banget."

Rin tidak mencampuri perdebatan kedua sahabat tersebut. Sakti sebenarnya tidak ada bedanya dengan Raskar. Ketika Raskar menyindirnya di sosial media, Sakti bisa membalasnya lebih parah dan tanpa malu. Bahkan jika akhirnya Rin ikut terseret sebagai penyebab kedua sahabat itu bertengkar, Rin sudah tidak peduli.

Pintu cafe terbuka. Rin langsung mengangguk pandangan. "Selamat datang—."

Suara Rin langsung menghilang, sehingga Sakti pemasaran siapa yang dilihat oleh Rin.

"Ini tempat kerja lo rupanya." Jehan melirik Sakti. "Cuma berdua aja?"

"Kita udah mau closing."

"Gue mau minuman best seller di sini." Ditunjukkannya Sakti. "Gue perlu ngomong sama lo."

Setelah minuman dibuat, maka Sakti mengantarnya kepada Jehan. Jehan tampak sengaja duduk jauh dari konter, seolah tidak mau Rin mendengar dirinya menginterogasi Sakti. Rin percaya Sakti bisa mengatasinya sebagaimana Raskar. Jadi Rin menyelesaikan pekerjaannya.

Setelah pembicaraan rahasia itu selesai, Jehan membayar minumannya. Sakti tidak menceritakan apapun, padahal Sakti selalu membuka mulut tanpa ditanya. Tetap saja Rin tidak mau peduli apakah Jehan sok bersikap menjadi abang yang baik atau tidak.

"Jangan pulang dulu." Rin menahan Sakti yang hendak mematikan lampu.

"Ada yang belum diberesin, kah?"

"Gue masih capek." Rin duduk di kursinya, sehingga Sakti mengikuti. Sakti menunjukkan foto-foto mereka yang telah ia masukkan ke dalam sorotan. Suara Sakti dipenuhi persaingan kepada Raskar. Sakti membanding-bandingkan dirinya dengan Raskar, tetapi Rin melihat sesuatu yang lain. Sakti serius soal kecemburuannya. Sakti merasa rendah diri dan cemas, kalau Rin benar-benar lebih menyukai Raskar. Ketidaktenanganya membuat Rin merasa iba.

"Gue serius mau nyoba sama lo, kalau lo memangnya berbeda dari Raskar."

"Memangnya gue kelihatan seperti Raskar?" Sakti cemberut. Ditunjukkannya HP-nya. "Gue sekarang udah berhenti chat dengan perempuan lain Gue juga unfollow cewek-cewek enggak benar. Gue ini benar-benar berusaha, Rin."

"Bagus."

"Lo sendiri gimana. Apa yang lo lakukan untuk gue?"

"Gue lebih peduli sama lo sekarang."

"Lo pasti masih nyimpan foto-foto Raskar."

Rin baru menyadarinya. Foto-foto Raskar dan kebersamaan mereka masih tersimpan di galeri. Kenangan itu masih di sana setiap kali Rin membukanya.

"Gue cuma punya folder foto lo, gue dan teman-teman gue." Sakti menunjukkan galerinya. "Gue udah hapusin banyak pap cewek-cewek cantik. Seharusnya lo ngirim lebih banyak pap cantik ke gue."

"Nanti gue kirim."

"Serius?"

"Iya."

Sakti memeluk leher Rin. "Nah, ini yang gue suka."

Raskar & Rin | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang