Greta Adora

14.9K 1.7K 230
                                    

Aloooo... Apa kabar?
Ramein yaa biar update rutinnya makin semangat💦

Alhamdulillah gusinya udah mendingan meskipun gabisa dipakai buat ngunyah dulu. Tapi gak sebengkak 2 hari ini sih. Udah kempes dan masih sedikit sakit🥲

Semoga suka sama cerita remaja ini💆🏻‍♀ udah lama gak nulis beginian💆🏻‍♀

***

Seorang gadis melangkah terseok karena lengannya ditarik oleh seorang lelaki. Ia berulang kali menggerakkan lengannya untuk bisa lepas dari genggaman kasar lelaki itu, tapi berulang kali juga usahanya gagal.

"Lepas bego! Sakit!" seru gadis itu dengan kesal.

Langkah kakinya terhenti tepat saat suara pintu tertutup. Gadis itu menoleh, lalu mendengkus ketika lelaki yang menariknya tadi kini mengunci pintu tersebut.

"Segitu takutnya lo sampai harus ngunci pintu?" tanya si gadis dengan senyum miring.

"Ta, lo sadar gak kalau anak-anak mulai curiga?"

"Gue gak peduli! Selagi tuh cewek masih gangguin gue, gue bakal lakuin apa pun yang gue mau. Lo gak ada hak ngehalangin gue," kesalnya sambil bersedekap dada.

"Tiara gak ganggu lo. Dia cuma mau dekat sama lo dan—"

"Lo buta atau bego, hah? Lo gak lihat gimana dia ngehina gue tadi?"

"Karena lo mulai duluan, Ta. Gue kenal Tiara. Dia gak mungkin—"

"Ya, ya, ya. Terserah lo. Mau gue jelasin kayak gimana pun, lo bakal tetap bela cewek gatel itu. Sekarang gue tanya, lo pilih gue atau Tiara?"

"Ta, gue gak bisa milih. Tiara sahabat gue. Sedangkan lo pilihan Bunda. Gue gak mau Bunda—"

"Lo gak bisa egois mau keduanya. Lo harus pilih salah satu. Gue atau Tiara?!" tekan si gadis berambut hitam sepinggang itu.

"Lo yakin nyuruh gue milih? Lo harusnya tahu jawabannya kalau—"

"Oke. Cukup. Sekarang buka pintunya. Semua udah jelas, kan? Gue bakal bilang ke orangtua gue dan Bunda lo kalau perjodohan kita gak bisa dilanjutin."

"Greta Adora, gue—"

"Gen, gue gak suka jadi pilihan. Setahun kayaknya cukup buat tahu sifat lo gimana. Lo selalu lemah kalau gue berurusan sama Tiara. Lo egois nyuruh gue ngalah terus demi Tiara. Kalau lo emang sepeduli itu sama dia, jadian aja sana. Bukannya Bunda lo bakalan lebih senang? Kalian sahabatan dari kecil. Harusnya tahu sifat masing-masing. Gak kayak gue yang kenal lo setahun ini."

Greta Adora, gadis 17 tahun itu melenggang pergi setelah membuat lelaki di depannya terdiam. Greta bukannya tidak tahu kalau lelaki Bernama Genius itu juga menyukai Tiara, gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil.

Greta yakin, kalau bukan karena perjodohan mereka, Genius dan Tiara sudah bersama menjalin hubungan asmara. Tapi Greta merasa ia menjadi penghalang keduanya. Terlihat dari sikap Tiara yang sangat membencinya hingga detik ini.

Di atap sekolah, Genius mengusap kasar wajahnya. Greta benar-benar keras kepala. Ia sudah berulang kali menjelaskan kepada gadis itu kalau hubungannya dengan Tiara hanya sebatas sahabat baik, tidak lebih. Tapi Greta selalu meyakini pikirannya.

"Serah deh, pusing gue," keluh Genius sambil berlalu mengikuti Langkah Greta menuju ke kelas mereka.

Setibanya di kelas, Genius mengernyit tidak suka melihat tempat duduknya yang semula berada di sebelah Greta kini sudah digantikan oleh Adam, ketua kelas yang sejak dulu menyukai gadis itu.

"Ini kursi gue kalau lo lupa," ujar Genius dengan ekspresi tak suka yang tidak ia tutupi sama sekali.

"Oh, Greta yang minta. Lo duduk sama Tiara. Tuh," tunjuk Adam pada Tiara yang kini melambai pada Genius.

Genius tidak membalas senyum lebar yang Tiara berikan padanya. Ia menatap Greta yang sama sekali tidak peduli dengan wajah tak Sukanya. Gadis itu malah sibuk bermain ponsel dan sesekali mengajak Adam untuk mengobrol. Sialan.

Dengan hati yang dipenuhi kekesalan, Genius melangkah ke arah Tiara, lalu duduk di sebelah gadis berambut coklat sebahu itu. Sesekali Genius masih menoleh pada Greta yang kini malah tertawa senang bersama Adam.

***

"Ta, Mama mau ngomong."

Greta yang hendak menaiki undakan tangga memutar bola mata. Dari nada bicara ibunya saja Greta sudah tahu kalau ini akan membahas hubungannya dengan Genius.

"Aku capek, Ma."

"Sebentar," cegah ibu Greta sambil menarik lengannya.

"Aw!"

"Tangan kamu kenapa?" tanya sang ibu dengan khawatir saat melihat lebam di lengan putrinya.

"Jatuh."

"Jatuh? Di mana? Kenapa Gen gak bilang ke Mama? Padahal dia dari sini," kata sang ibu.

Greta diam saja. Mana mungkin Genius memberi tahu ibunya di saat lelaki itu tidak sadar membuat lengannya lebam seperti ini. Sejak dulu Greta tidak bisa diperlakukan kasar. Kulitnya terlalu sensitif sehingga sandungan kecil saja bisa membuat ia terluka. Dan Genius tidak tahu hal itu sehingga menarik lengan Greta cukup kencang sampai menimbulkan lebam-lebam seperti sekarang.

"Gen gak tahu. Mama mau bahas apa? Buruan," keluh Greta dengan malas.

"Itu, Gen bilang mulai besok dia yang bakal antar jemput kamu. Jadi, kamu gak perlu naik mobil sendiri lagi."

Greta mendelik tidak suka. "Aku sama Gen udah putus. Dia lebih milih sahabatnya ketimbang aku, tunangannya."

Ibu Greta menghela napas. Sedikit sulit menghadapi remaja labil seperti Greta. "Gak semudah itu, Ta. Kalian udah tunangan. Ini gak melibatkan kalian berdua aja. Tapi keluarga juga. Kalau masih pacaran, berantem, putus, yaudah. Tapi ini—"

"Terus aku harus gimana, Ma?" Greta mulai menunduk sambil memainkan jari-jarinya.

Elusan lembut di rambut Greta membuat desakan air mata dan kesedihan yang sejak tadi ia tahan menyeruak begitu saja. Isakan Greta membuat sang ibu kembali menghela napas, lalu menarik gadis itu ke dalam dekapannya.

"Aku capek."

Ibu Greta tidak bersuara. Ia hanya semakin mengeratkan dekapannya pada tubuh sang putri. Greta bukan gadis yang gampang menangis. Bahkan terluka parah sampai dirawat berhari-hari di rumah sakit saja ia tidak menangis. Tapi kali ini, ibunya yakin kalau Greta sudah sangat lelah.

"Maafin Mama sama Papa kalau egois maksa kamu buat bertahan sama hubungan yang bahkan gak kamu mau," bisik ibunya.

"Aku capek, Ma. Aku capek sama sikap Gen. Aku capek sama hubungan yang gak jelas bakal gimana ke depannya. Aku capek berusaha sendirian sedangkan Gen seenaknya."

Ibu Greta mengurai dekapannya, lalu menatap wajah Greta yang basah karena air mata. Hidung dan mata putrinya sudah memerah.

"Kamu mau gimana? Mama yang bakal ngomong ke Papa."

Greta meyakinkan diri kalau pilihannya kali ini sudah tepat. "Aku mau udahan sama Gen. Batalin semuanya."

Ibu Greta mengangguk berulang kali. Ia lebih mementingkan kondisi putrinya. Urusan perjodohan akan ia bicarakan dengan suaminya nanti.

Greta berharap setelah ini tidak ada lagi yang mengganggu hatinya. Berat rasanya jika hanya berusaha sendirian dan berharap semua baik-baik saja di saat ia mulai lelah. Apalagi perasaannya pada Genius sangat menyiksa.

Jika Greta menyukai lelaki itu, sebenarnya tidak salah. Karena mereka sudah bertunangan. Tapi Greta tidak mau semakin sakit saat tahu Genius tidak membalas perasaannya. Selama ada Tiara di antara mereka, Greta tidak bisa merasa aman.

***

Greta sama Adam aja kali ya...

Lanjut?

SHORT STORY NEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang