Rambut Basah

446 30 2
                                    

*********

"Huwaaaaa.... Massss kenceng bangettttt!" Aku berteriak di tengah jalan raya. Posisiku duduk di jok paling belakang sedangkan nenek  Serini di apit oleh ku dan mas Eru.

Iya kami ini lagi cengtri... alias bonceng three alias bonceng tiga!!

Nenek bilang anaknya belum juga menjemput dirinya, aku yang berhati rapuh mana mungkin meninggalkannya seorang diri disini, apalagi mas Eru.

Kaki mas Eru yang  panjang terlihat sangat berlipat di paling depan, sedangkan tangan kiriku mencengkran bahu mas Eru dengan keras, sambil memeluk bakul di tangan kananku.

Disaat jalanan mulai lengang, mas Eru menambah kecepatan motornya membuat aku kembali berteriak kencang.

"mas Eruuuuuu plisssss bisa mabok aku maaaas"

Bukannya melambat, lelaki itu malah tertawa. Anehnya, nenek Serini pun ikut tertawa, jangan-jangan mereka berdua sudah sering melakukan hal seperti ini?

Kami tiba di sebuah rumah sederhana khas Bali, aku turun terlebih dahulu sambil menggendong bakul, sedangkan mas Eru membantu nenek dan menuntunnya hingga sampai di teras rumah.

Kami berniat akan pulang, tapi nenek menyuruh kami masuk.

Nenek berbicara sebentar dengan mas Eru, sedangkan aku hanya duduk di kursi bambu sambil melihat-lihat dinding rumah nenek yang dipenuhi lukisan.

Kemudian mas Eru menghampiriku, ia ikut duduk di sebelahku menghadap kepadaku.

"Nenek suruh kita tidur disini aja"

Mataku terbelalak, apa tadi katanya?

Tidur ? Disini ? Sama mas Eru?????

Pikiran ku sudah travelling kemana-mana, tapi musnah ketika mas Eru melanjutkan bicaranya.

"Kamu tidur dulu sama nenek di kamar nya ya? Sebentar lagi pagi kok, kasihan kalo kita nolak beliau" jelasnya yang tanpa sadar membuatku menyayangkan situasi itu.

Ehhh...

******

Pukul 6 pagi aku sudah ada di dapur nenek Serini, membantu beliau menyiapkan sarapan. Anaknya baru saja pulang tadi subuh kata nenek, lalu langsung masuk ke kamarnya dan tidur sehingga aku bahkan belum bertemu anak yang tega menelantarkan neneknya itu.

Kami sarapan dengan tenang sesekali diselingi canda tawa dari mas Eru dan nenek setelah melihat tampang bodoh wajahku yang tidak mengerti pembicaraan mereka.

Satu jam kemudian kami sudah berada di atas motor, menikmati udara pagi di Bali, kedua tanganku yang berada di saku hoodie rasanya gatal sekali ingin mendekap tubuh gagah mas Eru ini.

Senyum tak pernah luntur dari wajahku, apalagi mas Eru mengendarai motor dengan kecepatan rendah sehingga kami lebih lama menghabiskan waktu di perjalanan.

"Nenek Serini itu hidupnya cuma sama anaknya ini, beliau biasanya pulang berjualan jam 10 malam tapi memang sering sampai tengah malam kalau anaknya telat jemput" jelas Mas Eru dengan nada suara agak tinggi karena  kami masih berada di atas motor.

"Emang anaknya kerja apa?"tanyaku balas teriak

"Engga kerja, biasanya kalau malam sampai pagi dia nongkrong sama temennya di pos ronda"

Aku menghela nafas, kasihan sekali hidup nenek Serini, hanya punya satu anak sebagai tumpuan, tetapi malah ia yang jadi tulang punggung.

"Kasian ya mas"

Keep It SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang