Yihaaaa dobeeellll💅🏻
***
Malam hari, saat Greta hendak memejamkan mata karena rasa kantuk mulai menyerangnya, ponsel gadis itu bergetar. Greta menghela napas teratur berulang kali dengan meyakinkan diri kalau ia harus mengabaikan pesan dari siapa pun itu.
Greta berhasil terlelap dengan tenang tanpa tergoda untuk meraih kembali ponsel yang sudah ia letakkan di atas nakas. Gadis itu mulai bermimpi indah. Tentunya tidak ada Genius yang terlibat di dalam sana.
Di tempat berbeda, Genius sedang gelisah. Perasaannya mendadak tidak tenang karena sejak ia dan Greta cekcok di sekolah tadi siang, gadis itu mengabaikannya. Genius bertanya-tanya, apakah Greta benar-benar serius untuk mengakhiri hubungan mereka yang sudah terjalin 1 tahun belakangan? Lalu bagaimana dengan keluarga mereka?
Genius masih mencoba mengirimi Greta pesan. Ia ingin menghubungi gadis itu. Tapi Genius ingat kalau jam di ponselnya sudah menunjukkan angka 10. Greta mungkin sudah tertidur nyenyak, namun Genius masih berharap gadis itu terbangun dan membalas pesannya.
Genius: Besok gue jemput ya.
Hanya itu yang ia kirim untuk mengakhiri harapannya akan balasan pesan dari Greta. Genius yakin saat pagi tiba, Greta pasti akan membacanya meski gadis itu tidak akan membalasnya.
Baru saja hendak meletakkan ponsel, bend aitu bergetar. Genius tersenyum lebar karena mengira itu balasan pesan dari Greta. Tapi senyumnya seketika luntur saat bukan nama Greta yang tertera di layar ponsel melainkan nama Tiara, sahabatnya.
Tiara: Besok gue nebeng ya, Gen. Mobil mau dipinjem Mama.
Genius menghela napas. Ia membalas pesan Tiara dengan emotikan oke, lalu melempar kesal ponselnya ke atas kasur. Kalau ia berangkat sekolah bersama Tiara, artinya Greta tidak akan bisa berangkat bersamanya. Mengingat gadis itu sangat membenci Tiara.
Menghela napas berat, Genius memejamkan mata dan berharap semua kerumitan yang terjadi hari ini bisa mendapatkan jalan keluar ke depannya.
Pagi menjelang, Greta terbangun dengan kondisi yang cukup segar. Tidurnya sangat nyenyak. Entah kenapa beban batin yang ia bawa selama setahun ini seolah hilang entah ke mana. Yang biasanya Greta lakukan menjelang tidur adalah menunggu balasan pesan dari Genius atau panggilan dari lelaki itu. Tapi mulai tadi malam, Greta tidak lagi melakukannya.
"Ternyata jomlo lebih menyenangkan," gumamnya.
Greta bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia membersihkan diri, lalu mengenakan seragam sekolah dan berdandan seadanya. Tanpa berdandan pun, Greta sudah cantik. Hanya saja ia tidak ingin terlihat pucat sehingga hanya menambahkan liptint dan pemerah pipi dengan sangat tipis.
"Ma, aku berangkat ya," pamit Greta pada ibunya saat mereka usai sarapan bersama.
Ayah Greta yang baru saja selesai menenggak sisa kopi di gelasnya menoleh, lalu menyuruh Greta untuk duduk kembali. Gadis itu menurut tanpa banyak kata.
"Kamu sudah yakin dengan keputusan itu?"
Greta tahu apa yang ayahnya bahas. Dengan anggukan kepala yakin, Greta mendengar dehaman ayahnya sebagai respon. Greta menoleh pada ibunya, wanita itu mengangguk sambil tersenyum, lalu mendekati Greta sembari memberikan ciuman di keningnya.
"Aku berangkat, Pa," pamit Greta yang dibalas ayahnya dengan anggukan kecil saja.
Greta menghela napas. Ia tidak perlu lagi ragu akan keputusannya. Melepaskan Genius adalah pilihan paling tepat saat ini. Karena bertahan dalam kesakitan tidaklah baik.
***
"Lo putus sama Gen?" tanya Gwen, sahabat Greta sekaligus sepupu Genius.
"Hm," jawab Greta dengan senyuman tipis di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...