Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi; Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang
Berganti, Banda Neira•••
Manusia seringkali mengorbankan banyak hal berharga demi kebahagiaan yang sifatnya sementara. Baik itu waktu, tenaga, peluang, bahkan diri sendiri. Aku kerap menjadi saksi bisu, menyaksikan orang-orang di sekitarku rela kehilangan diri sendiri demi mempertahankan sesuatu yang diyakini dapat memberikan kebahagiaan.
Nahasnya, sedikit di antara mereka yang mampu membuktikan keyakinan itu bukan sebuah kesalahan. Alih-alih kebahagiaan, yang menyambut mereka justru kerusakan.
Pondasi yang semula telah dibangun dengan kerangka air mata dan puluhan pengorbanan, berakhir runtuh tak bersisa. Lebur bersama puing-puing harapan dan kepercayaan yang pecahannya tidak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula. Lantas mengapa masih banyak orang rela berkorban demi kebahagiaan sementara yang kelak justru akan mengantarnya pada kerusakan?
Pertanyaan itu telah lama mengendap di kepalaku, tetapi hingga detik ini aku belum juga menemukan jawabannya. Meskipun begitu, aku tidak pernah lelah mencari. Semua jawaban dari yang logis hingga di luar akal sehat selalu aku tampung seluruhnya. Sebab, aku masih berharap jawaban-jawaban tersebut kelak dapat menyelamatkanku.
"Kenapa rambut kalian dicat warna-warni?" Aku menatap galak empat mahasiswa berambut merah, kuning, hijau, dan biru yang berbaris rapi di hadapanku. "Nggak bisa baca peraturan di buku saku?"
Agung—si rambut biru— memberanikan diri menjawab, "Belum tahu peraturannya, Kak. Saya cat rambut tiga hari sebelum inisiasi."
"Saya dua minggu sebelum inisiasi. Nih, buktinya rambut saya udah luntur. Tinggal warna bleaching-nya aja. Tadinya rambut saya warna ash grey," jelas Eden—si rambut kuning—dengan ekspresi memelas.
"Saya juga cat rambut sebelum inisiasi," Theo—si rambut merah—menyahuti. "Buku sakunya, kan, baru dibagi kemarin. Jadi, belum tahu ada peraturan peserta harus rambut hitam."
"Iya, Kak. Coba dikasih tahu dari awal. Saya mana mau buang-buang uang buat cat rambut kalau akhirnya harus dihitamin," gerutu Haris—si rambut hijau.
"Nggak ada hubungannya sama buku saku," ketus Kaluna. "Kalian nggak bisa tanya atau cari info dari senior waktu registrasi?"
"Saya udah tanya Kak Thorik, kakak sepupu saya. Katanya boleh-boleh aja cat rambut. Dia aja waktu inisiasi rambutnya diwarnain cokelat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Cinta Itu Sia-Sia
Romance"Apa yang paling nggak pasti di dunia ini?" "Perasaan manusia." • Sejak kecil Kaluna telah menyaksikan orang-orang yang dia cintai memilih pergi meninggalkannya. Hingga Kaluna menjadi skeptis pada cinta dan memilih menutup pintu hatinya rapat-rapat...