Sepuluh; Ikatan Yang Rusak

682 137 6
                                    

Tak perlu khawatir, ku hanya terlukaTerbiasa 'tuk pura-pura tertawaNamun, bolehkah s'kali saja ku menangisSebelum kembali membohongi diri?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak perlu khawatir, ku hanya terluka
Terbiasa 'tuk pura-pura tertawa
Namun, bolehkah s'kali saja ku menangis
Sebelum kembali membohongi diri?

; Runtuh, Feby Putri & Fiersa Besari

•••

Komitmen dan ikatan adalah kebohongan besar yang diciptakan untuk membodohi banyak orang. Sebab, keduanya sama-sama menjanjikan keabadian yang sebenarnya tidak dapat dimiliki oleh siapa pun. Barangkali, hanya aku yang berpikir demikian lantaran terlanjur skeptis pada komitmen maupun ikatan. Karena milikku sudah lama rusak.

Komitmen pertama yang aku tahu dihancurkan oleh Ayah. Kala itu, di ruang sidang Ayah pernah mengikrarkan janji tepat di depan Hakim Agama, Saksi, dan Bunda bahwa beliau berkomitmen akan tetap rajin mengunjungiku meskipun telah resmi berpisah dengan Bunda. Namun, pertemuanku dengan Ayah berakhir di bulan-bulan awal setelah Hakim menetapkan putusan. Setelahnya, Ayah menghilang entah ke mana, bahkan hingga detik ini.

Sedangkan ikatan pertama yang aku miliki dihancurkan oleh Bunda...

"Ayah berubah sejak ada kamu!"

Aku masih ingat jelas bagaimana Bunda mengucapkan kalimat itu dengan wajah merah padam dan aroma alkohol menguar kuat dari tubuhnya. Saat itu, hujan turun deras, kilat putih yang berulang kali menampakkan diri mendorongku menghampiri kamar Bunda. Biasanya, dalam situasi tersebut Bunda akan langsung menyambutku dengan pelukan hangat sambil berbisik lembut di telingaku, "Jangan takut, ada Bunda di sini."

Namun, malam itu Bunda bukanlah Bunda yang aku kenal. Alih-alih memeluk hangat, Bunda justru mengutukku dengan kata-kata yang selamanya tidak akan pernah mampu kulupakan.

"Bunda menyesal melahirkan kamu!"

Aku tahu kepergian Ayah meninggalkan luka yang parah di hati Bunda, membuatnya berubah dari sosok yang lembut dan penyayang menjadi seorang pemabuk dengan amarah yang meradang. Namun, cara Bunda melampiaskan emosi membuatku babak belur. Padahal, tiadanya sosok Ayah sudah cukup membuatku kepayahan.

Kami sama-sama sekarat, tetapi Bunda hanya memedulikan lukanya sendiri tanpa berniat merawat milikku. Belakangan aku baru menyadari, Bunda bukannya tidak niat, melainkan... tidak sudi. Bunda meyakini aku adalah pembawa sial. Gara-gara kelahiranku, cinta ayah untuknya memudar, dan hidup Bunda tak lagi bahagia seperti dulu.

Saat aku masih tiada.

Mungkin Bunda lupa, sebelum perpecahan terjadi Bunda pernah sangat menyayangiku. Bahkan, dulu Bunda mengaku kehadiranku adalah berkat yang tak akan pernah cukup disyukuri hanya dengan kata-kata.

Jatuh Cinta Itu Sia-SiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang