Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia
berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan
dengan hidupku yang kelam;Diary Depresiku, Last Child
***
Kasih yang berlimpah melahirkan anak yang cerdas. Aku pernah mendengar kata-kata itu dari seorang psikolog di salah satu episode podcast yang membahas soal parenting. Katanya, kasih sayang orangtua sama pentingnya dengan vitamin dan nutrisi untuk perkembangan otak anak.
Bahkan, menurut riset anak yang dirawat prasekolah memiliki hippocampus—bagian otak besar yang terletak di lobus temporal—dua kali lipat lebih besar di usia sekolah dibandingkan anak dengan orangtua yang kurang mendukung. Padahal, hippocampus berperan penting dalam proses pembelajaran, daya ingat, dan pengaturan emosi.
Sebagian dalam diriku mempercayai kebenaran teori itu, tetapi sebagian lainnya tidak. Walaupun sering menemukan anak-anak berprestasi berasal dari keluarga cemara, aku yakin di luar sana ada sekelompok anak yang tidak kalah hebat meski seumur hidupnya tak pernah dicintai oleh siapa pun.
Namun, aku tidak termasuk ke dalam sekelompok anak itu. Selain karena aku—cukup yakin—pernah dicintai walau hanya sebentar dan mungkin tak sungguh-sungguh, aku merasa tidak memiliki bakat di bidang mana pun. Terdengar menyedihkan memang, tetapi aku amat sangat menikmati kehidupanku sebagai manusia biasa. Sesuai dengan prinsipku; berada di peringkat berapa pun aku tidak masalah selama itu bukan yang terakhir.
"Putra pertama saya kemarin dinobatkan jadi mahasiswa berprestasi nomor satu sefakultas hukum di Universitas Indonesia," Pak Edward tersenyum lebar, pipi chubby-nya semakin menghimpit matanya yang sudah sipit. "Piagamnya disimpan di laci, soalnya map dia udah penuh. Repot juga ya, kalau prestasinya kebanyakan. Ha... ha... ha..."
Saking seringnya Pak Edward membanggakan putranya setiap kali jam pelajarannya sedang berlangsung, aku dan mungkin seluruh penghuni di kelas ini sampai tahu seluk beluk kehidupan putra Dosen Hukum Perdata Internasional itu meskipun di dunia nyata kami tidak saling mengenal. Namanya Eldrick Alexander, usianya baru menginjak kepala dua tetapi pencapaiannya sudah melebihi anak sepantarannya, fisiknya mirip Pak Edward saat masih muda, sedangkan wajahnya menurun dari bundanya.
Beberapa orang mengartikan tindakan Pak Edward sebagai bentuk perhatian dan pembuktian seberapa besar pria itu menyayangi anaknya. Namun, di mataku tindakan Pak Edward tidak jauh berbeda dengan para orangtua yang memanipulasi anaknya untuk memenuhi ambisinya. Entahlah, aku selalu skeptis dengan segala sesuatu yang berlebihan, termasuk pujian-pujian yang diutarakan oleh Pak Edward untuk menggambarkan seberapa hebat putranya.
Seandainya Eldrick tidak menjadi seperti yang Pak Edward harapkan, apakah pria itu akan tetap menyayanginya?
Seandainya Eldrick tidak sepandai itu, apakah Pak Edward masih membanggakannya? Atau malah merasa malu dan menentang segala inginnya seperti yang dilakukan oleh ayah Kenan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Cinta Itu Sia-Sia
Romance"Apa yang paling nggak pasti di dunia ini?" "Perasaan manusia." • Sejak kecil Kaluna telah menyaksikan orang-orang yang dia cintai memilih pergi meninggalkannya. Hingga Kaluna menjadi skeptis pada cinta dan memilih menutup pintu hatinya rapat-rapat...