Siang ini, Widi harus mengumpulkan kesabaran yang ekstra sebelum meledak di hadapan salah satu muridnya itu. Aji. Akhirnya siswa itu masuk sekolah setelah dihubungi oleh Risa. Dasar anak nakal. Di saat dirinya yang menghubungi, muridnya itu tidak mau merespon, giliran salah satu siswinya yang bertindak, barulah Aji mau.
"Kenapa jarang sekolah? Ibu tau loh kamu sering nongkrong di mana. Pake embel-embel sakit segala macem, sakit beneran baru tau rasa!"
Aji hanya cengengesan mendengar omelan wali kelasnya. "Sembarangan aja Ibu ngomong, kalo saya sakit beneran, Ibu harus tanggungjawab."
"Makanya sekolah, lagian gak takut sakit beneran karena sering izin sakit? Padahal Ibu sering loh ngelihat kamu nongkrong di mana, dan hampir setiap hari ke sana. Giliran mau disamperin malah kabur!"
"Kan ada alasan izin juga, Bu, gak cuma sakit."
Tuh kan! Ada saja jawaban yang dilontarkan siswanya itu.
"Pokoknya Ibu gak mau tau, kamu harus rajin sekolah! Udah kelas dua belas, tanggung, bentar lagi juga lulus!"
Aji terlihat tidak berminat. Laki-laki itu menyandarkan punggungnya di senderan kursi. "Males, Bu. Otak saya gak bisa dipaksa belajar. Cara ngajar gurunya gak menarik."
Sudah gila siswa yang satu ini. Dibuat pusing Widi menghadapinya. "Gini, bentar lagi kan UAS, kalau nilai kamu di bawah rata-rata, Ibu mau kamu belajar bareng Risa selama seminggu. Tapi, kalo nilainya udah bagus ya gak usah belajar tambahan lagi sama Risa. Gimana? Lagian emangnya kamu mau ngulang di kelas dua belas lagi? Jadi sekolah lagi terus belajarnya ngulang. Kalo ibu jadi kamu sih ogah, mending semangat belajar buat lulus."
Aji terdiam mendengar ucapan wali kelasnya itu. Benar juga. Daripada dirinya harus mengulang dan itu akan membuatnya semakin muak. Lebih baik sekarang diseriusin saja. Lagipula sudah tanggung jika ia harus berhenti sekolah sekarang.
"Yaudah deh, Bu, kalo gitu. Tapi yang namanya Risa itu yang mana?"
Terkejut bukan main Widi mendengar pertanyaan Aji. "Makanya rajin sekolah biar kamu kenal sama teman-temanmu. Masa temen sekelas aja gak tau. Cari tau sendiri sana!"
"Yaelah, Bu. Tinggal ngasih tau yang mana orangnya."
Widi melengos. Dirinya tidak punya foto Risa bagaimana bisa ia menunjukkan yang mana gadis itu. Lagipula siswanya itu bisa bertanya langsung nanti di kelas.
"Yang badannya paling mungil terus rambutnya selalu diiket. Udah sana. Bentar lagi pelajaran olahraga dimulai. Lebih baik kamu ganti baju sana."
"Iya, Bu."
Setelah kepergian Aji, Widi menghela napasnya dan mengucapkan istighfar berkali-kali. Memang harus banyak stok kesabaran untuk menghadapi orang itu.
Di satu sisi, Aji datang terlambat ke lapangan, sudah banyak teman-temannya berkumpul di sana. Dirinya melirik ke kiri dan ke kanan mencari yang namanya Risa. Paling mungil dan rambutnya diiket. Ciri-ciri itu menjadi patokan Aji. Beberapa saat kemudian, ia melihat tiga siswi sedang berkumpul sambil duduk di pinggir lapangan. Salah satu diantaranya mendekati ciri-ciri yang dimaksud Bu Widi. Lantas ia berjalan mendekati gadis itu.
"Lo Risa bukan?" Tanya Aji to the point.
Gadis yang dimaksud itu mengernyit. Bingung dengan teman sekelasnya yang tidak mengenalinya itu.
"Serius lo gak tau Risa? Masa sama temen sekelas gak kenal?" Tanya Leta.
"Oh, jadi bukan?"
Leta menepuk keningnya karena tidak habis pikir dengan kelakuan Aji. "Jangan bilang kalo lo juga gak kenal gue?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M A VICTIM!
Teen FictionAku korban tapi kenapa aku juga yang disalahkan? Risa menjadi korban pelecehan seksual oleh teman sekelasnya. Laki-laki penyendiri yang ia percayai tidak akan pernah macam-macam, malah menciptakan trauma yang lebih parah. Akibat trauma yang dialami...