Setiap hari, setiap pulang sekolah, Alvan dan Risa selalu belajar bersama. Keduanya semakin dekat dan akrab. Tidak hanya sepulang sekolah, di sekolahpun seperti di jam istirahat, mereka pasti ke kantin dan makan siang bersama. Kedua teman Risa juga dengan senang hati melihat Alvan bergabung bersama mereka.
Tidak terasa, waktu Ujian Akhir Semester sudah berakhir. Semua siswa-siswi terlihat sangat lega setelah masa ujian selesai. Mereka bisa sedikit bersantai sebelum menghadapi ujian semester lainnya dan bersiap untuk ujian masuk perguruan tinggi.
Alvan tersenyum di tempat melihat hasil ujiannya jauh lebih baik dari sebelumnya. Akhirnya ia tidak perlu menambah jam les. Dengan perasaan senang ia menghampiri Risa yang sedang berdiri di luar kelas sehabis membuang sampah.
"Risa!" Panggil Alvan.
Risa menoleh, detik kemudian tubuhnya mematung di tempat, matanya terbuka lebar karena terkejut. Alvan memeluknya dengan sangat erat. Tubuh mungil Risa jadi tenggelam di dalam dada Alvan yang bidang. Dengan tubuh tinggi menjulang, Risa tidak terlihat sama sekali jika dilihat dari balik punggung Alvan.
"Makasih banyak. Berkat kamu nilai aku jadi membaik. Makasih kamu selalu bantu aku dan mau belajar bareng aku."
Alvan melepas pelukannya dan menatap Risa penuh binar. Ini pertama kalinya ada yang memeluk Risa. Risa selalu menjaga jarak dengan laki-laki manapun, namun bersama Alvan dirinya langsung membuka diri. Mungkin karena Alvan terlihat sangat polos hingga Risa nyaman dengannya. Ini juga pertama kalinya Alvan tersenyum dan memberikan tatapan berbinarnya pada Risa. Selama ini, Risa hanya melihat ekspresi canggung dan malu-malu dari laki-laki itu.
Risa masih sedikit canggung dengan apa yang baru saja terjadi. "Alhamdulillah. Bagus deh kalo gitu, aku seneng dengernya."
"Ini berkat kamu. Makasih udah mau jadi temenku, makasih buat semuanya."
Risa terharu mendengar ucapan terimakasih yang tulus dari Alvan. Laki-laki itu terlihat sangat bahagia hanya karena nilainya naik sedikit. Padahal nilai Alvan sudah sangat bagus sebelumnya. Melihat Alvan sangat bahagia seperti ini membuat Risa juga bahagia. Ia senang bisa membuat orang lain terbantu dengan kehadirannya.
"Walaupun UAS udah selesai, kamu masih mau'kan belajar bareng aku?"
Risa mengangguk mengiyakan. Melihat Alvan yang saat ini sangat bersemangat, laki-laki itu jadi terlihat sangat imut. Apalagi senyum menawan yang begitu cerah itu ditampilkan. Pantas saja banyak siswi-siswi yang menyukai Alvan.
***
Dada Alvan berdebar sangat kencang, menanti komentar yang hendak ayahnya berikan. Semoga saja ia aman saat ini. Alvan tidak ingin jam lesnya ditambah. Jika lesnya bersama Risa, mungkin beda cerita.
"Bagus. Nilai matematikanya seratus. Nilai kimianya juga oke. Cuma di Fisika masih standar, meskipun lebih baik dari sebelumnya."
"Jam belajar Al, gak jadi ditambah, kan?" Alvan menatap ayahnya penasaran. Semoga kata-kata selanjutnya membuat hati Alvan tenang dan lega.
"Enggak."
Alvan mengembuskan napas lega dengan perlahan. "Makasih, Pa! Tapi ini semua berkat Risa, temen aku yang Papa lihat di taman."
"Maksudnya?"
"Temen aku yang Papa kira pacar aku, dia yang udah bantu aku belajar setiap hari, bantu ngerjain tugas les juga. Kalo bukan karena dia, mungkin nilai aku gak bakalan naik."
Arya terdiam mendengar ucapan Alvan. Rasanya nama itu tidak asing. "Risa yang juara umum di sekolah itu?"
"Iya, Pa."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M A VICTIM!
Teen FictionAku korban tapi kenapa aku juga yang disalahkan? Risa menjadi korban pelecehan seksual oleh teman sekelasnya. Laki-laki penyendiri yang ia percayai tidak akan pernah macam-macam, malah menciptakan trauma yang lebih parah. Akibat trauma yang dialami...