EMPAT PULUH TIGA

6.4K 437 27
                                    

            Risa mengintip di balik pintu kamar, melihat ibunya yang terlihat kacau dari kemarin. Kerap kali Risa melihat Kinan tiba-tiba menangis, melamun hingga melakukan kecerobohan baik saat memasak maupun saat membersihkan rumah.

Melihat Kinan dengan mata sembab dan hidup tanpa semangat membuat hati Risa sakit. Ini semua salahnya. Karena kecerobohannya, Risa menghancurkan hidupnya sendiri dan juga menghancurkan hati ibunya. Andai waktu bisa diulang kembali, Risa pasti akan menolak ajakan Alvan untuk belajar di rumah laki-laki itu, atau bahkan memilih untuk tidak peduli dengan keadaan Alvan.

Risa menutup pintunya perlahan agar tidak menimbulkan suara. Tubuh gadis itu bersandar pada pintu. Ia mengambil napas sebanyak mungkin demi mengisi dada yang terasa sesak. Rasanya menyakitkan. Risa jadi teringat kembali tentang kematian ayahnya dulu. Kondisi Kinan sama persis saat ayahnya meninggal dengan yang sekarang. Sama-sama tidak baik-baik saja, terpukul, sedih, dan mungkin sekarang ditambah rasa kecewa serta penyesalan.

Risa mengusap air matanya yang terus jatuh. Ia harus kuat. Jika ibunya yang saat ini lemah, Risa harus menjadi penyemangat dan menguatkan ibunya. Meski semua masalah ini bersumber darinya.

"Risa?"

Jantung Risa berdegub dengan kencang saat Kinan memanggilnya. Dengan segera Risa menghapus jejak air mata di wajah. Kemudian, Risa membuka pintu dan mendapati Kinan sudah berada di depannya.

"Mama mau kerja dulu, ya?" Pamit Kinan pada Risa.

Risa mengangguk mengiyakan, "Iya, hati-hati, Ma."

"Mama udah siapin makanan, jadi kamu jangan lupa makan yang teratur. Kalo ada apa-apa, langsung telepon Mama, ya?"

"Iya."

Kinan menatap Risa beberapa detik, lalu mengusap wajah mungil itu. "Anak Mama kuat, kan?"

Bibir Risa bergetar mendengar pertanyaan Kinan. Tidak menyangka Kinan akan bertanya seperti itu.

"Kita lalui ini sama-sama, ya?"

Detik berikutnya, air mata Risa kembali jatuh, tidak bisa lagi dibendung. Gadis itu mengangguk di sela tangis.

"Mama akan mengusahakan agar kamu mendapatkan keadilan, Mama janji."

"Makasih, Ma dan maaf."

"Jangan minta maaf, ini bukan salah kamu."

Kinan menangkup kedua pipi Risa. "Dengerin Mama, gak akan Mama biarkan kamu menjadi Indah kedua. Kamu harus mendapatkan keadilan dan pelaku harus dihukum seberat-beratnya."

*****

Seperti biasa, kantin sekolah selalu ramai di jam istirahat. Siswa-siswi berlalu lalang menuju stan makanan yang dijual. Mereka mengantre, menunggu meski kadang sambil berdesakan, demi mengisi perut yang kosong.

Sama halnya dengan Leta, Tina, Aji dan Gilang yang memutuskan untuk makan bersama. Keempat remaja itu memakan makanan yang berbeda sesuai dengan selera masing-masing. Leta menyantap mi ayam, Tina dengan baksonya, Aji membeli nasi goreng, dan Gilang memakan siomay. Mereka makan sambil berbincang, bercanda hingga ada gelak tawa.

"Gue gak nyangka si, ternyata murid teladan kayak Risa liar juga. Padahal dia mandang gue jelek banget, katanya gue kalo pacaran terlalu bebaslah, inilah, itulah. Eh dia sendiri malah kebobolan sampe hamil. Munafik!" Sindir Dimas dengan suara keras hingga orang-orang yang ada di kantin bisa mendengar suaranya dengan jelas.

Baik Aji, Leta, dan Tina langsung menghentikan kegiatan makan mereka. Ketiganya langsung menatap ke arah Dimas tidak suka.

"Apa lihat-lihat? Gak terima sahabat lo gue omongin?" Tantang Dimas. Laki-laki itu tersenyum mengejek.

"Bacot! Berisik lo anjing!" Bentak Aji tidak terima.

"Marah? Lagian yang gue omongin tuh fakta! Gak usah ngelak lo pada!"

Aji, Leta, Tina bahkan Gilang ikut berdiri karena kesal dengan Dimas. Dengan penuh amarah, Aji menghampiri Dimas dan berdiri tepat di depan laki-laki itu.

"Heh setan! Coba ulangin sekali lagi kalo lo mau babak belur!"

Dimas menelan salivanya susah payah. Sebenarnya ia takut pada Aji. Namun, Dimas merasa tidak salah. Toh apa yang diucapkannya adalah kebenaran, untuk apa ia takut?

"Lo masih gak terima kalo Risa tuh emang pelacur? Having sex sampe hamil. Pantesan aja berduaan mulu sama Alvan." Dimas berdecih, kemudian melanjutkan, "Sok nasehatin gue kalo gue cowok gak bener buat Leta padahal dia sendiri cewek gatel yang murahan!"

BUGH!

Dimas tersungkur menyebabkannya menabrak meja dan membuat makanan yang ada di atas meja tersebut jatuh. Untung saja pecahan piring dan mangkok itu tidak mengenainya.

"Ngomong apa lo bangsat?! Lo tau apa soal Risa sampe ngatain orang yang gak bersalah pelacur?!" Murka Aji.

Dimas menyeringai dan menatap Aji remeh. "Kenapa lo belain dia sampe segitunya? Risa udah ngasih badan juga ke lo?"

"Bangsat!"

Aji menarik kerah seragam Dimas dan memukuli laki-laki itu tanpa ampun. Orang-orang yang ada di kantin berteriak ngeri melihat bagaimana Aji menghabisi Dimas. Ada beberapa orang yang berlari untuk melapor agar perkelahian ini bisa dilerai. Pasalnya, tidak ada yang berani mencegah Aji. Laki-laki itu begitu kesetanan menghajar Dimas seolah Dimas harus mati detik itu juga.

Meski Dimas berusaha melawan, tapi tenaganya tidak cukup. Aji terlalu kuat hingga membuat Dimas kewalahan dan berakhir pasrah.

"Aji udah!" Teriak Tina.

"Lo bisa bikin dia meninggal, Ji! Udah!" Tina memberanikan diri menarik seragam Aji dari belakang untuk menghentikannya.

Dimas yang sudah terkapar tidak berdaya membuat Tina cemas, takut Dimas benar-benar meninggal dipukuli Aji.

Aji bangkit dari atas tubuh Dimas lalu mengatur napasnya. Sebenarnya, Aji masih merasa belum puas memukuli laki-laki itu, tapi Dimas memang terlalu lembek. Belum apa-apa sudah babak belur tanpa perlawanan berarti.

Mata Aji menatap ke seluruh penjuru kantin dengan tajam. "Buat semuanya, dengerin baik-baik! Risa adalah korban pelecehan dan Avan adalah pelakunya. Kalo sampe gue denger kalian ngejelek-jelekin Risa atau bahkan kedenger sama Risanya sendiri. Abis lo di tangan gue!"

Setelah mengatakan itu, Aji menendang kaki Dimas keras lalu meninggalkan kantin. Kerumunan orang-orang yang mengelilinginya seketika menghindar, memberikan akses jalan bagi Aji untuk pergi.

"Risa memang korban di sini, kita punya bukti! Jadi, jangan sampe ada yang salahin Risa. Kalian gak tau betapa hancurnya korban pelecehan yang harusnya dibela malah disalahin!" Pekik Leta.

I'M A VICTIM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang