TIGA PULUH EMPAT

7.3K 336 9
                                    

            "Al..." panggil Risa pelan pada laki-laki yang tengah tidur di sampingnya itu.

Alvan menggeliat, menurunkan sedikit selimut yang menutupi wajahnya. Mata yang setengah terbuka ia usap agar bisa melihat dengan jelas.

"Kenapa Sayang?" Respon Alvan dengan suara serak.

Tanpa menjawab Alvan, Risa langsung memeluk laki-laki itu. Menaruh kepalanya di dada bidang Alvan membuat remaja itu balas memeluknya.

"Perutnya keram lagi?"

Risa mengangguk sebagai jawaban 'iya'.

"Sini, aku elus lagi perutnya."

Risa mengganti posisinya agar Alvan bisa leluasa untuk mengelusnya seperti sebelum mereka tidur.

"Minggu depan kita ke dokter kandungan, ya? Biar bisa tau perkembangan dedek bayinya," tanya Avan yang membuat Risa terdiam.

Belum terpikirkan oleh Risa untuk pergi ke dokter kandungan. Ada banyak hal yang gadis itu takutkan.

"Tapi aku takut."

"Takut kenapa?" Alvan menoleh dengan tatapan bingung.

"Aku takut sama pandangan orang-orang. Mereka pasti ngomongin kita, aku masih kecil tapi, udah hamil," jelas Risa.

"Gak apa-apa, ada aku. Kita fokus aja sama kehamilah kamu. Jangan sampe kamu stress karena omongan mereka. Dedek bayinya'kan bisa ngerasain apa yang mamanya rasain."

Risa hanya diam. Mungkin oang-orang di luaran sana tidak ngeh tentang Risa yang hamil di luar nikah. Namun, melihat perawakan Risa yang kecil seperti ini, kemungkinan besar orang-orang akan bingung melihat gadis bau kencur sepertinya datang ke dokter kandungan. Meskipun tujuan ke dokter kandungan tidak hanya untuk mengecek kehamilan, bisa juga mengecek hal-hal lain seperti menstruasi dan sebagainya. Akan tetapi, kedatangannya bersama remaja laki-laki seperti Alvan akan membuat orang-orang curiga. Risa belum siap mendengar cibiran mereka.

Risa juga takut respon dokter yang memeriksanya saat mengetahui umur Risa yang masih 17 tahun tapi sudah mengandung. Ia yakin dokter tersebut akan berpikiran yang tidak-tidak.

"Udah gak usah dipikirin."

Risa bergerak membuat Alvan menghentikan kegiatannya. Gadis itu memeluk Alvan erat, mencoba untuk menenangkan pikirannya dan memuaskan rasa rindu sebelum Alvan pergi ke tempat les.

Alvan membalas pelukan Risa dan mengelus punggung gadis itu lembut. "Maaf ya, kamu harus ngalamin ini semua gara-gara aku."

Ungkapan itu hanya mampu Alvan ucapkan dalam hati. Ia tidak berani mengatakannya secara langsung. Sebutlah ia pengecut. Meminta maaf saja ia tidak bisa.

*****

Hari demi hari dilalui. Keseharian Risa berubah drastis semenjak hamil. Setiap pagi ia mual-mual dan sensitif terhadap aroma. Pusing dan lemas menjadi makanannya setiap hari. Risa seperti orang sakit yang memaksakan diri ke sekolah. Lagipula ia tidak punya pilihan.

Sekarang, Alvan juga berubah menjadi posesif dalam hal nutrisi dan kegiatan Risa. Laki-laki itu tidak mengizinkan Risa untuk membeli makanan di kantin. Makan siangnya selalu Alvan yang menyiapkan. Ketika pelajaran olahraga berlangsung, Risa benar-benar dalam pengawasan Alvan. Alvan selalu memastikan Risa tidak kecapekan dan sanggup untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Hampir setiap hari, Risa harus istirahat di UKS. Terkadang tubuhnya tidak sanggup sampai ia hampir pingsan beberapa kali. Sungguh melelahkan.

Seperti biasa, jam istirahat gadis itu akan dihabiskan bersama Alvan. Risa tidak bisa ikut ke kantin bersama teman-temannya karena Alvan melarangnya, ditambah aroma berbagai makanan di kantin membuat Risa mual bukan main. Jadilah ia di kelas, makan siang bersama Alvan dengan bekal yang dibawa laki-laki itu.

I'M A VICTIM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang