21| Belladona

1.1K 143 7
                                    

Terharu banget sama komen2nya readersnim huhuu. Tapi makasih banget loh, ujo jadi semangat lagi buat up:D langsung aja, cekidot!
.
.
.
Typo adalah bagian dari estetika!

***

Di sebuah ruangan luas bernuansa monokrom disalah satu gedung di Seoul, seorang lelaki dengan balutan setelan jas rapi terlihat sangat sibuk. Tumpukan berkas dimejanya lantas membuat alisnya berkerut. Matanya yang sudah lelah tak lantas membuatnya  berpaling dari layar berbentuk persegi yang menampilkan berbagai angka dan tulisan. Setelah satu berkas selesai ditangani, ia akan menghempaskan punggungnya di kursi yang ia duduki, sembari menghela nafas keras. Sesekali jemari lentiknya akan memijat dahinya yang terasa berat.

Lelaki itu adalah Kim Taehyung, tokoh utama kita yang sedang frustasi karena tidak terbiasa dengan sibuknya pekerjaan kantoran. Pekerjaan yang menumpuk, ditambah dengan beban pikiran yang menggunung membuat emosinya tidak stabil dan kacau. Ia ingin melampiaskan kekesalanya dengan membunuh orang-orang menyebalkan yang ia temui selama memegang jabatan sebagai direktur agensi milik sang ayah. Namun, sebagai petinggi agensi ternama, segala kegiatanya selalu tersorot oleh media. Pergerakan sekecil apapun yang dilakukanya akan langsung diketahui oleh para pencari berita itu. Ia tidak bisa bergerak dengan sembrono, atau reputasi marga Kim dan perusahaan akan hancur, dan keselamatan orang yang dicintainya akan terancam. Ia sebenarnya tidak peduli, mau agensi ini bangkrut sekali pun, ia tidak akan ambil pusing. Ini semua ia lakukan demi Yoongi. Taehyung tau, ayahnya adalah orang yang nekat dan bisa melakukan apa saja. Ia takut Yoongi akan disakiti oleh ayahnya, karena sang ayah sudah mengetahui tentang Yoongi dan dirinya.

Sibuk dalam lamunan, membuatnya tak menyadari kehadiran Park Jihoon, asisten sang ayah yang kini diutus menjadi asisten sekaligus sekretarisnya.

"Tuan Kim…"

"Tuan Kim…"

Puk.

Taehyung tersentak merasakan tepukan kecil dibahunya. Ia melirik kesamping, dan menemukan sang asisten telah berdiri disampingnya. Ia segera mengendalikan raut wajahnya agar tetap terlihat datar, walau sempat terkejut.

"Ketuklah pintu jika ingin masuk."

Jihoon membungkuk sebagai permintaan maaf sembari berbicara. "Maaf atas kelancangan saya sajangnim. Tadi saya sudah mengetuk pintu, namun tidak ada sahutan. Saya terpaksa menerobos masuk karena ada hal penting yang harus saya sampaikan."

Taehyung hanya berdeham sebagai tanggapan atas perkataan asistenya. "Baiklah, hal penting apa itu?"

Jihoon tampak mengutak-atik ipad yang dibawanya sebelum menunjukanya pada sang atasan.

"Beberapa gerakan yang mencurigakan dari orang-orang tidak dikenal tertangkap oleh tim pengawas disekitar gedung agensi ini. Asumsi sementara saat ini, mereka adalah orang-orang bayaran dari perusahaan pesaing yang ingin mencelakai anda."

"Segera lakukan investigasi dan bereskan jika mereka mulai bertindak lebih."

"Baik, Sajangnim."

"Jangan lupa bawa berkas-berkas yang sudah kutandatangani. Oh ya, apakah aku ada jadwal lain setelah ini?"

"Untuk hari ini jadwal anda hanya menghadiri rapat direksi pukul satu siang nanti. Setelah itu tidak ada Sajangnim."

"Baiklah, terimakasih. Sekarang kau boleh pergi."

Jihoon membungkukan badanya sekilas, setelah itu keluar dari ruangan sang atasan.

Taehyung langsung saja menyandarkan diri ke sandaran kursi yang didudukinya, dengan lengan yang menutupi matanya. Ia kembali mengistirahatkan dirinya sejenak,  karena matanya mulai terasa perih akibat dari menatap layar terlalu lama.

Meski fisiknya sedang beristirahat, namun otaknya terus saja memikirkan banyak hal, terutama tentang Yoongi, lelaki yang sudah memikat hatinya.

Sudah lama ia tak melihat lelaki itu. Meski mulai mengikhlaskan pilihan Yoongi, Taehyung tetap mengkhawatirkan keselamatan lelaki itu.

Sebenarnya, menerima Yoongi sebagai produser di agensinya adalah dua pilihan yang sulit, meski ia sendiri yang ingin menerima Yoongi agar masuk kedalam perusahaan. Pilihan yang baik untuk dirinya maupun Yoongi, karena Taehyung dapat melihat dan mengawasi keselamatan Yoongi. Pilihan yang kurang tepat, karena Taehyung takut, musuh-musuhnya dalam dunia bisnis mengetahui kedekatan Taehyung dengan Yoongi dan menjadikan lelaki yang ia cintai itu sebagai sasaran empuk untuk menjatuhkanya.

Taehyung benar-benar dalam posisi serba salah sekarang ini. Ia tidak ingin gegabah mengambil keputusan, namun rasa cintanya pada Yoongi membuatnya mengambil keputusan secara impulsif, dengan menerima Yoongi di perusahaanya.

Ia meraih sebuah bingkai foto yang berisi fotonya dengan Yoongi, yang diambil saat mereka pergi piknik di hari itu. Melihat senyum Yoongi yang amat cerah, membuat perasaan Taehyung menjadi lebih baik. Meski pikiranya kalut, namun tak bisa dipungkiri jika ia dapat melalui semua ini karena ia ingin berubah agar menjadi lebih baik demi Yoongi. Kini, segala hal yang ia lakukan meski ia kurang menyukainya sekalipun, adalah demi Yoongi.

"Tuhan, aku tahu aku adalah hamba yang tidak taat, yang banyak berbuat dosa. Tapi bisakah aku memohon keselamatan dan kebahagiaan untuk orang yang aku cintai?"

Ceklek

Lamunan Tarhyung terhenti, ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Semula, ia hendak marah pada seseorang yang membuka pintunya tanpa permisi. Namun ia mengurungkan niat, kala netranya menangkap sosok sang kakak yang ternyata datang berkunjung tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

"Ada apa kau kemari," tanya Taehyung dengan nada yang tidak bersahabat.

Seokjin yang mendengar pertanyaan dengan nada tidak enak itu, hanya mengangkat bahu. "Aku hanya ingin mengunjungi adiku yang nakal ini."

"Lebih baik kau pergi. Aku tidak suka dengan kehadiranmu disini."

Yang bisa Seokjin lakukan hanyalah menghela nafas pasrah, kala mendengar perkataan sang adik. Sudah terbiasa dengan perlakuan Taehyung yang lelaki itu bilang membencinya, hanya karen ia lebih dekat dan memihak pada tuan Kim, ayah mereka.

"Apa ini karena masalah ayah?"

Taehyung berdecih mendengar panggilan sang kakak untuk si tua bangka itu.

"Kau sudah tahu alasanku. Jadi tidak perlu berlagak menjadi kakak yang baik, jika kau masih memihak pembunuh itu sedangkan dia yang membunuh ibu kita!"

"Taehyung, sudah berapa kali kubilang, kematian ibu itu bukan salah ayah, kau harus  tahu apa yang terjadi sebenarnya!"

Dengan amarah yang memuncak, Taehyung bangkit dari kursinya dan menghampiri sang kakak. "Kebenaran apalagi yang harus aku tahu jika aku sendiri yang ada disana dan menyaksikan kejadianya!"

Air mata mengalir dari pipi Seokjin, setelah mendengar perkataan sang adik. Kepalanya menggeleng perlahan, tak mampu berkomentar pada penuturan sang adik yang tengah diselimuti emosi. "Ingatan yang selama ini kau ingat itu keliru. Kau melupakan kejadian yang sebenarnya, dan mereka ulang adegan itu menjadi versimu sendiri karena kau sangat trauma dengan kejadian malam itu. Kau harus ingat, sejak kapan kau mulai suka menyiksa dan membunuh orang lain. Kau juga harus ingat, alasan mengapa kau berubah menjadi seperti sekarang. Obat yang rutin kuberikan kepadamu sebenarnya adalah cara agar kau mengingat kejadian yang sebenarnya."

Taehyung terpaku mendengar penjelasan panjang lebar dari sang kakak. "Lantas kenapa… kenapa kau tak memberitahuku?"

Masih dengan berlinang air mata, Seokjin menjawab. "Karena hanya ayah, yang sanggup dan berhak menceritakan semuanya."

***

Wahh sebenernya ada apa nih sama ingatan Taehyung. Apa tuan kim bener2 bunuh istrinya sendiri sampe taehyung jadi sikopet, atau ada kejadian lain yang bikin Tae sakit sampe sekarang?

Pulchritude [Taegi] Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang