Gladisya Naura Charisma (2)

11.8K 1.4K 94
                                    

Tripeeeeeeeell up dong!💅🏻

***

Arjuna memasuki klinik dengan kening berkerut. Ia melihat dua teman Naura sedang asyik mengobrol, sedangkan di ranjang pasien ada Naura yang terbaring dengan mata terpejam.

Meski penasaran dengan apa yang terjadi, tapi Arjuna sama sekali tidak bertanya. Ia memilih duduk di sofa seperti kemarin, lalu menyandarkan punggungnya bersamaan dengan helaan napas lega.

"Lo gak masuk?" tanya Arjuna entah kepada siapa.

"Lo ngapain di sini? Gak masuk?" tanya balik sahabat Naura, Ariana.

"Udah kelar kelas gue. Lo bolos mulu gue aduin Mami," kata Arjuna.

Ariana mendengkus, lalu mendekati Arjuna sambil bersedekap dada. "Lo gak kapok bikin ulah mulu? Kemarin lo lagi beruntung karena sampai rumah Mami sama Papi udah berangkat. Coba kalau enggak, habis lo."

Arjuna memutar bola mata jengah mendengar kalimat Ariana, adiknya. Gadis itu selalu saja mengomel persis sama seperti ibu mereka. Arjuna sudah bosan.

"Lo kuliah yang bener aja bisa gak sih? Lo calon dokter. Penerus rumah sakit Papi. Kalau lo masih kayak gini, Papi bakal kecewa nanti," lanjut Ariana lagi. Jelas sekali gadis itu putus asa saat mengatakannya.

"Bang, gue serius. Lo gak bisa kayak gini terus. Gue pernah dengar Mami ngobrol sama Papi soal kelakuan lo. Katanya nilai lo menurun. Lo juga bolos beberapa kali mata kuliah dokter Kevin. Mami sampai ngasih usulan kalau lo lebih baik dijodohin aja sama—"

"Berisik, Glen," sela Arjuna kesal. "Obatin luka gue. Harus ganti perban ini," lanjutnya sambil membuka kemeja yang ia kenakan.

Ariana menghela napas sabar. Ia berlalu ke kotak obat, lalu membawanya ke hadapan Arjuna. Ia duduk di samping lelaki itu dan mulai membersihkan perban yang masih menempel di perut sang kakak.

"Pelan-pelan!" seru Arjuna kesal. "Kasar banget lo jadi cewek," katanya lagi.

"Lo mau gue bantu gak?" tanya Ariana ikutan kesal.

"Bangunin Gladis aja. Lo kayak punya dendam sama gue," tolak Arjuna menepis tangan Ariana.

Ariana mendelik tidak suka. Arjuna selalu dimanja dan segala kebejatannya selalu ditutupi oleh kekuasan ayah mereka. Wajar saja lelaki itu semena-mena.

"Lo putus sama si nenek lampir itu?"

"Gue gak pernah jadian sama teman lo itu," balas Arjuna dengan nada dingin.

"Bukan teman gue. Lagian Sintia koar-koar ke mana-mana soal lo yang ngasih dia bunga pas ulang tahun dia minggu lalu."

"Ngawur lo," ejek Arjuna. "Buruan panggil Gladis. Malah bengong lo," semburnya.

Ariana dengan wajah ditekuk beranjak dari duduknya, lalu menatap Naura yang masih terlelap. Ia jadi tidak enak harus membangunkan sahabatnya itu hanya untuk memenuhi permintaan Arjuna.

"Gak Vika aja?" tanya Ariana mencoba menego.

Vika yang namanya disebut sontak menggeleng kuat. Ia tidak mau berdekatan dengan Arjuna. Lelaki itu bisa saja menyemburnya seperti yang ia lakukan pada Ariana. Vika terlalu lemah untuk lelaki kasar dan dingin seperti Arjuna.

"Gladis. Budek lo?"

Vika menghela napas lega. Dengan pelan ia menggoyangkan lengan Naura agar gadis itu terbangun dari tidurnya.

"Kenapa?" tanya Naura dengan suara serak.

"Ada yang nyariin lo," bisik Vika.

"Siapa?" Naura ikut berbisik juga.

"Arjuna," jawab Ariana kali ini.

"Tolong ganti perbannya, Nau. Gue udah nyoba dan malah disembur. Kurang ajar tuh manusia es," kesal Ariana.

Naura menghela napas. Ia kira ada apa sampai harus dibangunkan dari tidur nyenyaknya. Naura sungguh lelah. Tadi malam ia tidur dengan cukup, tapi entah kenapa tetap saja merasa mengantuk. Badannya juga terasa tidak fit hari ini.

"Eh, udah kelasnya Bu Susan," kata Vika mengingatkan.

"Kalian masuk sana," usir Naura.

"Yeee... lo enak udah masuk jam dia. Ninggalin kita. Yuk, Na," ajaknya pada Ariana yang spontan mengangguk.

Naura turun dari ranjang pasien bersamaan dengan kedua sahabatnya yang ikut bersiap untuk pergi. Tapi Ariana kembali menatap Naura dengan kening berkerut.

"Kemarin lo juga yang bantuin si es itu?"

Naura berdeham saja dan berlalu tanpa menjawab pertanyaan dari adik Arjuna itu. Naura tidak perlu menjelaskan apa pun. Naura tahu kalau kini sahabatnya tersebut ingin menanyai hal lain lagi tapi Vika sudah lebih dulu menarik lengannya meninggalkan klinik.

Sama seperti kemarin, Naura membersihkan luka Arjuna dan mengganti perbannya dengan tenang. Bedanya ada di Arjuna. Ia tidak menahan lagi rambut Naura karena gadis itu mencepol rambut panjangnya.

Dengan iseng Arjuna menarik rambut Naura sehingga surai hitam lembut itu tergerai. Arjuna jadi punya alasan untuk kembali memegangnya. Naura tidak sadar kalau ia menyentuh kulit perut Arjuna sehingga lelaki itu menahan lenguhan pelan.

Naura menelan ludah, lalu menarik tangannya agar tidak lagi menyentuh kulit perut Arjuna. Belum sempat ia menjauhkan diri, Arjuna lebih dulu menekan belakang kepalanya mmebuat ia yang mendongak jadi membelalak.

Tanpa bisa dicegah, dua bibir bersatu dengan mudah. Naura menahan napas dengan tangan yang spontan meremas lengan Arjuna. Ia tidak tahu apa yang tengah terjadi. Naura blank seketika.

Menyadari kalau gadis di depannya tidak sadar akan situasi yang terjadi, Arjuna semakin menekan bibirnya dan melumat lembut bibir Naura. Sangat lembut sampai Naura kehilangan akal dan memejamkan mata.

Arjuna tersenyum dan ikut memejamkan mata sebelum melakukan pergerakan bibir yang lebih intens lagi. Arjuna mengumpat berulang kali di dalam hati karena bibir Naura begitu lembut dan manis. Sial. Ia ingin melahap habis bibir kenyal itu.

Cecapan yang Arjuna berikan sungguh lihai. Ia menghisap bergantian bibir atas dan bawah Naura, lalu mengambil kesempatan menyelinapkan lidahnya saat Naura kian terbuai.

Naura membalas cumbuan lembut penuh tuntutan dari Arjuna. Gairahnya seketika muncul tanpa bisa dicegah. Tidak berbeda dengan Arjuna yang kini semakin agresif melumat bibir Naura. Ia tidak ingin melepaskannya.

Arjuna menarik diri sedikit sehingga bibir mereka terlepas. Tapi jarak sama sekali tidak berarti apa-apa. Telapak tangan Arjuna yang menahan belakang kepala Naura mengelus di sana membuat gadis itu membuka mata. Napas mereka masih sama-sama menderu.

Naura tahu persis tatapan yang Arjuna berikan. Lelaki itu masih menginginkan lagi. Sama halnya dengan Naura. Ia juga menginginkan lagi bibir Arjuna membelai bibirnya.

Seolah memiliki ikatan batin yang kuat. Bibir mereka kembali bertemu dan saling mencecap. Kini Arjuna tidak lagi menekan belakang kepala Naura. Ia membiarkan sendiri Naura bergerak. Yang Arjuna lakukan adalah menarik lembut lengan Naura sehingga gadis itu bangkit dan naik ke atas pangkuannya.

Mereka melupakan luka yang masih belum sembuh sepenuhnya di perut Arjuna. Bahkan saat paha Naura tanpa sengaja mengenai luka yang diperban itu, Arjuna tidak meringis sama sekali. Ia terlalu terbuai pada cumbuan mesra mereka yang kian intens.

Entah berapa lama mereka bercumbu sampai pintu klinik terbuka dan suara seseorang memanggil Arjuna.

"Sintia," gumam Naura dengan panik.

Arjuna menahan pinggang Naura dan kembali menyatukan bibir mereka bersamaan dengan tirai pembatas yang dibuka oleh seseorang. Suara terkesiap yang cukup keras itu membuat Naura mengeratkan belitan lengannya memeluk bahu Arjuna.

"Gue mau lo," bisik Arjuna dengan suara serak.

***



Hayoloohhhh pasti bablas kalau gak ada pengganggu🌚

Cung buat ending nganuh💦 #plak

SHORT STORY NEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang