22. Panik

482 21 1
                                    


____________________________________
CERITA INI MURNI PEMIKIRAN SENDIRI. JADI KALO ADA YANG SAMA YA GAK SENGAJA.

OKE

HAPPY READING PART 22
____________________________________
Hari ini, tepat satu Minggu setelah kejadian Anjani datang ke rumah Rahayu. Jadi, hari ini hari terakhir Sasya berada dekat dengan Farrel.

"Rel, kok melamun sih" Devi datang dan ikut duduk di sebelah Farrel.

Mereka berada di halaman belakang rumah Farrel, angin sore yang sejuk membuat Farrel betah berlama-lama disana. Dari pulang sekolah tadi, Farrel duduk di sini, tidak beranjak samasekali.

Farrel menoleh ke arah Devi duduk, disebelahnya. Raut wajahnya terlihat sedih. Devi tersenyum, ia tahu kenapa Farrel bisa sedih.

Ia sangat paham betapa sayangnya Farrel pada Sasya, namun ia juga tidak dapat berbuat banyak. Anjani adalah ibu Sasya, Devi tidak punya hak melarang Anjani membawa anaknya.

"Sasya yah?" Tebak Devi tepat sasaran.

Farrel mengangguk lesu.

Devi menghela nafas pelan lalu tersenyum. Ia merasakan kegelisahan yang Farrel alami. Farrel takut tidak bisa bertemu Sasya lagi.

"Kita ke rumah nek Rahayu, sekalian ajakin Farhan buat latihan jalan" ajak Devi membuat mata Farrel kembali berbinar.

Farrel mengangguk lalu berdiri, dan masuk ke ruang tamu. Di ruang tamu ada Sesil, Dea, Dimas dan Farhan yang sibuk dengan kesibukan masing-masing.

"Han, jalan-jalan yuk, sekalian kamu latihan jalan" kata Devi.

Farhan mengangguk dan berdiri, kakinya sudah tidak diperban namun masih memar, sudah bisa jalan namun tidak lancar.

Mereka keluar rumah bersama, terlihat sebuah mobil hitam yang terparkir di depan rumah Rahayu, hal itu membuat Farrel tambah was-was.

Jarak rumah Farrel dan Sasya tidak terlalu jauh, hanya selisih beberapa rumah saja, oleh karenanya Farrel bisa melihat apasaja yang berada di depan rumah Sasya, ia juga sering melihat Sasya duduk di teras rumah sambil memakan makanan kesukaannya.

"Sasya beneran pergi ya?" Batin Farrel

•••••

"Maaah" Putra merengek, cowok itu terduduk di lantai seperti anak kecil yang tidak boleh membeli eskrim.

"Apa" Tanya Ara dengan raut wajah kesal.

Disebelah  Ara ada Roni yang sama-sama memandang anak ke-3 mereka dengan tatapan kesal bin jengah.

"Putra gak mau pindah, titik!" Pintanya tak mau dibantah.

"Perjanjiannya udah jatuh tempo, waktunya satu Minggu eh ini malah mampir dua Minggu" ucap Roni, tangannya terlipat di depan dada.

"Kasih waktu lagi deh mah, pah" Putra kembali merengek seperti anak kecil.

Ara dan Roni nampak saling pandang, seperti membicarakan sesuatu dalam hati mereka. Putra memainkan ujung dasinya sembari menunggu Ara dan Roni selesai dengan suara hati mereka.

"Oke, mama kasih waktu satu menit" Final Ara.

"Waktu apaan satu menit"

"Waktu dimulai dari sekarang"

"Siapa ya njir, kenapa harus tebak-tebakan sih" batin Putra.

"Ayo, waktu berjalan, Putra" suara Ara menginstrupsi.

Diam, memikirkan nama gadis berawalan huruf S.

"Sepuluh" Ara mulai menghitung mundur.

"Sembilan"

Farhan Farrel The Twins "SELESAI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang