Di balik punggung Naura, seorang gadis bernama Sintia sedang mematung. Ia seolah memang ditakdirkan untuk datang ke klinik demi melihat adegan penyatuan dua bibir tersebut. Kedua tangannya sontak terkepal erat, lalu perlahan berbalik dan hendak pergi.
"Sintia," panggil Arjuna setelah mengecup bibir Naura sekali lagi.
Sintia berhenti melangkah, tapi ia tidak berbalik menatap lelaki yang memanggilnya. Di balik punggungnya, Arjuna menuntun Naura turun dari pangkuannya. Gadis itu menelan ludah dan berbalik menatap punggung Sintia, teman satu angkatan dengannya.
"Stop nyebarin gosip murahan soal lo dan gue punya hubungan," kata Arjuna sambil beranjak dan melingkarkan lengannya ke pinggang Naura.
Naura yang mendapatkan perlakuan seperti itu sontak menatap Arjuna. Ia kira Arjuna sudah sadar akan kekhilafan yang mereka lakukan tadi. Tapi tampaknya lelaki itu sangat sadar dan kembali menyentuhnya tepat di tempat yang menggelitik perasaan Naura.
"Bunga itu bukan dari gue. Ada junior yang naruh di loker gue dan gue kasih ke satpam, gue gak tahu kalau bunganya bakal dikasih ke lo," lanjut Arjuna dengan dingin.
Sintia berbalik menatap Arjuna. Tampak sekali raut wajah gadis itu memerah menahan malu dan juga kekesalan. Apa harus Arjuna mempermalukannya di depan Naura? Sejak dulu Sintia selalu iri pada gadis pintar itu.
Sintia juga ingat hari di mana satpam fakultas mereka datang menghampirinya yang hendak memasuki mobil. Pria 40 tahunan itu memberinya bunga dan Sintia menanyai dari siapa, satpam itu menyebut nama Arjuna.
Senang? Tentu saja. Sintia pikir Arjuna tertarik padanya sehingga menyebar gosip tentang bunga tersebut. Bahkan Sintia juga memamerkan bunga itu di akun sosial medianya.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Sintia berbalik pergi dengan cepat meninggalkan Naura dan Arjuna. Senyum miring Arjuna terbit begitu saja. Ia merasa lega karena akhirnya gosip-gosip yang mengganggunya sudah ia selesaikan. Sintia memang harus diberi pelajaran.
Arjuna menoleh pada Naura yang diam saja sejak cumbuan mereka usai. Entah apa yang gadis itu pikirkan dengan tatapan kosong seperti sekarang.
Telapak tangan Arjuna yang tepat berada di perut ramping Naura mengelus lembut di sana beberapa kali sampai Naura kembali sadar dan membuat jarak. Senyum Arjuna lenyap begitu saja.
"Gladis," panggil Arjuna saat Naura berlalu meninggalkannya. Perut lelaki itu terasa perih dan ngilu saat ia melangkah cukup cepat mengikuti Naura ke ruangan dokter.
"Lepas," sentak Naura.
"Kamu kenapa?" tanya Arjuna dengan bingung.
Naura tidak membalas. Ia meraih tasnya, lalu kembali berlalu menghindari Arjuna. Kesigapan Arjuna dalam meraih pinggang Naura membuat gadis itu urung keluar dari ruangan dokter.
"Lepas!"
Naura memberontak dan tanpa sengaja menyikut luka di perut Arjuna sehingga lelaki itu memekik tertahan. Naura spontan berbalik hanya untuk melihat raut wajah kesakitan Arjuna. Lelaki itu menunduk sambil memegangi perutnya. Perban yang semula berwarna putih kini perlahan memerah.
"Bang," panggil Naura dengan panik.
Arjuna semakin menekan lukanya dan itu membuat Naura gelagapan. Sial. Ia harusnya lebih hati-hati dalam bersikap. Tapi siapa yang menyangka akan seperti ini?
"Maaf. Ini gimana..."
Suara Naura yang bergetar membuat Arjuna sadar dengan cepat. Ia menarik gadis itu ke dalam dekapannya dan menumpukan keningnya di pundak Naura.
Karena tidak tahan dengan suara rintihan Arjuna, Naura merogoh ponselnya, lalu mendial nomor seseorang dengan tangis yang siap tumpah. Naura ketakutan.
"Bisa berdiri gak? Sopir udah di depan," kata Naura.
Ia membantu Arjuna bangkit, lalu membawanya melangkah dengan pelan menuju mobil. Sopir Arjuna yang melihat anak majikannya sedang kesakitan sontak membantu dan membukakan pintu.
"Ke rumah sakit, Pak," suruh Naura.
Naura duduk di sebelah Arjuna. Wajahnya memucat memperhatikan lelaki di sebelahnya. Apalagi perut Arjuna semakin berdarah. Kini tangan lelaki itu juga sudah memerah karena sejak tadi menekan perutnya.
Tak menunggu lama, mobil Arjuna tiba di rumah sakit. Naura mengikuti langkah satpam rumah sakit yang kini mendorong kursi roda di mana ada Arjuna di atasnya. Sopir tidak ikut bersama mereka karena harus memarkirkan mobil.
Beberapa menit berlalu, Arjuna sudah merasa lebih baik karena lukanya sudah ditangani oleh dokter. Naura yang sejak tadi menggigit bibir membuat Arjuna menghela napas.
"Jangan digigit, nanti berdarah," katanya sembari menarik tangan Naura.
"Masih sakit banget?" tanya Naura.
"Udah baikan. Ayo."
Arjuna menggenggam tangan Naura, lalu membawa gadis itu meninggalkan ruangan dokter. Naura baru hendak kembali bertanya tapi dering ponselnya mengganggu hal tersebut.
"Ya, Vik? Gue di rumah sakit," kata Naura sambil menoleh pada Arjuna.
"Tahu dari mana lo? Oh, oke," Naura menutup panggilan, lalu menatap Arjuna dengan serius.
"Aku gak selingkuh sama Gandi. Aku gak pernah pergi sama dia cuma berdua. Minggu lalu aku ada reuni sama anak-anak sekolah yang dulu gabung sama tim basket. Di situ ada Gandi dan—"
"Oke. Aku paham. Aku juga minta maaf karena gak mau dengar penjelasan kamu waktu itu. Maaf juga karena gak berusaha jelasin apa pun soal bunga itu minggu lalu. Aku cuma... terlalu cemburu dan jadi bodoh."
Naura menghela napas panjang. Dicampakkan Gandi, lelaki brengsek di sekolahnya, lalu berpacaran dengan Arjuna, si bad boy kampus, rasanya percintaan Naura cukup memusingkan.
Hubungan yang hampir 2 bulan terjalin itu hampir kandas saat kesalahpahaman mulai terjadi di antara mereka. Ego masing-masinglah yang menjadi pemicunya.
"Ibu Gandi di rawat di sini. Anak-anak ngajakin aku ke sana tadinya. Tapi aku tolak karena gak mau kamu makin marah. Dan kita udah di sini. Mau nemenin aku?" tanya Naura.
Arjuna tersenyum sambil mengelus pipi gadis itu. "Tentu, Sayang. Ayo," ajaknya.
Naura ikut tersenyum. Ia tidak tahu kalau ternyata semudah ini untuk berbaikan jika ego dikesampingkan lebih dulu. Andai saja waktu itu ia berusaha menjelaskan semuanya, pasti ia juga tidak akan salah paham oleh bunga sialan yang diposting Sintia.
"Gak pernah jalan sama Sintia, kan?"
"Gak. Gila aja. Pacar aku secantik ini masih butuh cewek lain?" Arjuna geleng-geleng kepala saat mengatakan itu.
Naura tersenyum malu. "Ariana udah mulai curiga."
"Nanti aku kasih kejutan buat dia," kekeh Arjuna.
"Perutnya beneran gak sakit, kan, Bang?"
Arjuna tersenyum sambil menggeleng. Panggilan 'Kak' yang Naura gunakan kemarin membuatnya merasa jauh dari gadis itu. Tapi kini Nauranya sudah kembali.
Arjuna juga ingat kalau luka di perutnya itu merupakan karma karena sempat mengabaikan pesan-pesan yang Naura kirim padanya tempo hari. Sampai ia mengalami kecelakaan akibat ngebut menggunakan sepeda motor hingga perutnya terluka. Entah seperti apa ia jatuh saat itu, Arjuna tidak mengingatnya dengan jelas.
"I love you," bisik Arjuna sambil merangkul Pundak Naura.
"Me too, Jun," balas Naura.
"Heh!"
Naura tertawa saat Arjuna memelototinya.
***
Ada yg bingung?
Enggak? Alhamdulillah🌚Gak ada adegan nganuh ternyata🤤
Next, siapin tisu.
Malam ini? Apa besok aja?
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...