Havika, seorang gadis 19 tahun yang kini tengah mengenyam bangku perkuliahan di semester 2. Vika panggilan akrabnya. Ia bersahabat baik dengan Naura dan Ariana sejak masih duduk di bangku SMA. Berbeda dengan kedua sahabatnya yang sering berpacaran sejak dulu, Vika malah belum pernah merasakan apa itu pacaran.
"Kenapa leher lo?" tanya Ariana pada Naura yang baru saja bergabung bersama mereka di dalam kelas.
Naura tampak salah tingkah dan menarik rambutnya untuk menutupi bekas bibir Arjuna di sana. Lelaki itu sangat agresif sampai meninggalkan banyak bekas yang membuat Naura mengeluh saat melihatnya.
Vika menunggu jawaban dari Naura, tapi gadis itu malah menggeleng pelan dan memalingkan wajah ke arah lain.
"Vik, gimana lo sama cowok itu? Udah lo chat?" tanya Ariana beralih menatap Vika.
Vika menggeleng sambil meringis. "Gak berani gue. Kayaknya dia udah punya pacar sih, soalnya kemarin gue lihat—"
"Eh, eh, apa-apaan ini?!" seru Ariana memotong kalimat Vika saat seseorang bergabung bersama mereka dan merangkul pundak Naura.
"Pulang jam berapa? Nanti nonton yuk," ajak orang itu.
Vika menatap Naura yang semakin salah tingkah. Bahkan pipi gadis itu sudah memerah. Kening Vika seketika berkerut. Apakah yang ia pikiran beberapa hari ini benar?
"Kalian..."
Arjuna tersenyum begitu lebar yang membuat jantung Vika seketika mencelos. Sedangkan Ariana menuntut penuh penjelasan pada sepasang manusia di depannya.
"Gue traktir lo berdua apa aja. Bebas."
"Lo..." Ariana sampai tidak bisa berkata-kata.
"Sorry, gue gak bilang dari awal. Soalnya gak enak juga sama lo," kata Naura meringis.
"Sialan lo, Nau!" maki Ariana tapi ekspresi wajahnya malah semringah. Berbeda dengan ekspresi Vika yang seketika kaku.
Jadi, cinta sepihak yang Vika tanam 2 tahun ini harus kandas begitu saja? Apalagi ia didahului oleh Naura, sahabatnya sendiri. Ada rasa sesak yang tidak bisa Vika jelaskan. Rasanya sangat sakit.
Tawa renyah Arjuna menyadarkan Vika kalau lelaki itu bahagia dengan hubungannya bersama Naura. Fakta yang membuat Vika menjadi ingin pergi dari sana. Tapi, apakah hubungan Arjuna akan bertahan lama dengan Naura? Atau sama seperti kisah-kisah percintaan sebelumnya, di mana lelaki itu hanya bermain sesuka hatinya saja?
"Gue mau kenalin Gladis ke Mami sebagai pacar gue. Restu Mami paling penting," kata Arjuna.
Vika memaksakan senyum saat Arjuna menatapnya. "Selamat, Bang. Gue lagi mikir mau morotin lo apa," ucap Vika.
Arjuna semakin tertawa. Kepalanya mengangguk dengan enteng saat mendengar ucapan Vika. Lelaki itu sangat serius dengan janjinya yang akan mentraktir apa saja untuknya dan Ariana.
Vika menatap Naura yang kini menepuk-nepuk pipinya. Mungkin ini saatnya gadis itu bahagia setelah sebelumnya diberi luka oleh mantan kekasihnya. Vika harus turut berbahagia untuk Naura.
"Aku ke kelas dulu. Nanti aku jemput ke klinik," ujar Arjuna sembari beranjak dan mengelus gemas puncak kepala Naura.
Vika mengangkat alis saat Ariana menyikut lengannya. Gadis itu memberikannya senyum tipis yang membuat Vika seketika mengernyit dan memberikan tatapan bingung.
Waktu berputar cukup cepat hari ini. Vika menghela napas lega saat kelasnya usai. Di mata kuliah terakhir ini ia hanya sendiri. Tidak ditemani oleh kedua sahabatnya. Vika mengemas barang-barangnya, lalu beranjak dan keluar dari kelas.
Vika berlalu menuju parkiran mobil. Ia ingin segera pulang, lalu berendam dan merenungi nasib malangnya. Helaan napas Vika sunggu berat seperti beban besar tengah menimpa pundaknya.
"Vika!"
Vika menoleh saat seruan yang ia kenal memanggilnya. Ada Ariana yang berlari kecil ke arahnya. Vika menunggu hingga gadis itu tiba di hadapannya, lalu bertanya kenapa.
"Gue nebeng ya," katanya yang langsung Vika angguki saja.
Saat mereka memasuki mobil, Vika menoleh pada mobil di sebelahnya. Mobil Naura. Ia kira gadis itu sudah pulang lebih awal karena jadwalnya hari ini hanya 2 mata kuliah dan tidak ada jatah jaga klinik.
"Naura masih di klinik. Nemenin Arjuna yang ngeluh sakit perut," kata Ariana tiba-tiba.
"Oh, oke."
Mobil Vika mulai meninggalkan kampus. Ia mengantar Ariana hingga di depan rumah mewah gadis itu. Ariana mengucapkan terima kasih, tapi tidak kunjung keluar dari mobil.
"Vik, sorry kalau gue lancang. Tapi... gue tahu perasaan lo."
Vika menegang seketika. Pegangannya pada setir mobil seketika mengerat. Jantungnya berdetak tak karuan.
"Gue gak maksud bela siapa-siapa di sini. Tapi, lo tahu, kan, kalau gue sayang sama kalian berdua?"
Vika menelan ludah. Ia menoleh pada Ariana saat tahu gadis itu menahan tangis. Vika mengerjap, lalu menghela napas panjang. Di antara Naura dan Ariana, gadis di sebelahnya inilah yang paling cengeng meski dikenal dengan gadis cerewet dan pemarah.
"Lo tenang aja. Gue gak sepicik itu buat ganggu hubungan Naura. Dia sahabat gue juga kalau lo lupa," jelas Vika sambil berdecak.
"Bukan itu. Gue tahu lo baik. Baik banget malahan. Tapi gue gak mau lo berubah setelah tahu kabar tadi. Kayak lo yang jaga jarak dari kita. Lo ke mana-mana sendiri tanpa gue. Kayak lo menghindar. Gue gak mau."
Vika terkekeh, "gak lah. Gila aja gue begitu. Udah. Tenang aja. semuanya bakal baik-baik aja dan kayak biasanya. Perasaan gue gak sedalam itu buat abang lo anjir. Gue bakal move on dan nemuin cowok yang jauh lebih ganteng, lebih tajir. Lihat aja."
Ariana mengangguk dengan semangat. Ia merentangkan tangan untuk memeluk Vika yang membuat gadis itu tertawa geli.
"Pokoknya kalau ada apa-apa cerita ke gue. Jangan kayak gini. Masa gue gak tahu apa-apa sih soal bestie gue yang naksir si bangsat Arjuna. Kalau tahu kan bisa sejak dulu gue comblangin."
Vika makin tertawa. Ia menepuk punggung Ariana, lalu menarik diri dan mengusir gadis itu keluar dari mobilnya. Ariana mengumpat sebelum benar-benar keluar dari kendaraan Vika.
Jam berputar dengan lambat kali ini. Rasanya Vika sudah berlama-lama di kamar mandi merendam diri. Ia juga sudah membuka berbagai macam sosial media demi menghindari rasa bosan. Tapi saat melirik jam di ponselnya, waktu masih pukul 10 malam.
Mata Vika tidak mengantuk sama sekali. Ia masih sangat segar padahal saat di kampus tadi ia merasa ingin segera memejamkan mata. Sial.
"Non, Ibu sama Bapak gak pulang. Katanya Non Vika jangan begadang," ujar asisten rumah tangga yang bekerja di kediaman orangtua Vika. Wanita itu sudah mengetuk pintu dan mendengar suara Vika menyahut yang artinya gadis itu belum terlelap.
"Bi, aku mau keluar sama teman. Gak usah laporin Mami ya," katanya.
"Non Vika mau ke mana? Udah malam loh ini."
"Mau dugem," jawab Vika terkekeh.
"Astagfirullah, Non, jangan. Nanti mabuk. Bapak bisa marah."
"Gak. Aku becanda. Cuma ke minimarket depan. Beli es krim," kekehnya lagi.
"Bibi aja yang beli."
"No. Aku aja."
Vika tidak sedang bercanda. Ia benar-benar akan ke kelab malam. Mungkin akan minum satu atau dua gelas, lalu pulang. Hanya mencari pelarian sejenak. Lagipun, jadwal kuliahnya besok hanya ada sore pukul 3. Jadi tidak masalah malam ini bersenang-senang dulu.
***
Gak butuh tisu ternyata😋🤣
Gagal deh yg ngarep prot2 bab ini🌚
Btw, selamat bermalam sunnah buat pasutri. Yg jomlo peluk guling aja. Yg LDR vcs aja. Eh🥲🤣
Besok double up kalau vote tembus sampai ke usus💦 #plak
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...