Double nih!
Vote lagi kalau mau end malam ini🌚***
"Oh, gue kirain itu beneran lo," gumam Ariana yang membuat lelaki di sebelahnya terkekeh geli.
"Gue gak pernah main-main sama lo, Glen. Kalau lo masih mau seneng-seneng, silakan. Gue bakal tetep nunggu."
"Kalau ternyata gue nemuin cowok yang bisa bikin jatuh cinta secinta-cintanya, gimana? Lo bakal kehilangan gue," jelas Ariana.
"Gak masalah. Berarti emang gak jodoh. Dan gue bakal ikhlasin lo ke cowok yang beneran cinta sama lo. Lo bahagia, gue lebih bahagia," balas Haris.
"Bullshit gak sih yang begituan?" ejek Ariana.
Haris tertawa puas. Ia tahu selama ini berapa banyak lelaki yang mengantri untuk menjadi kekasih Ariana. Bahkan sejak mereka duduk di bangku SMA, Ariana termasuk kakak kelas favorit meski gadis itu galak.
"Loh? Kok ke sini?" tanya Ariana kebingungan.
Haris tersenyum saja. Ia memarkirkan mobilnya, lalu mengajak Ariana turun. Meski bingung dan tidak mendapatkan penjelasan apa pun dari Haris, Ariana tetap mengikuti lelaki itu.
"Ibu kangen sama lo," jelas Haris yang membuat Ariana meraih lengannya, kemudian memeluknya.
Mereka melangkah masuk ke dalam sebuah rumah sederhana milik ibu Haris. Rumah itu tampak sejuk dengan perkarangan yang bersih. Sehelai daun pun tidak tampak mengotori halamannya.
"Bu?"
"Di dapur!"
Haris membawa Ariana masuk semakin dalam. Mereka tiba di dapur yang tidak begitu besar. Ada meja makan kecil juga di sana. Muat untuk 4 orang saja.
"Lihat, aku bawa siapa," kata Haris.
Seorang wanita yang mengenakan daster sebetis seketika menoleh. Ia berseru senang saat melihat Ariana. Tangannya yang sempat memegang sendok penggorengan kini terlepas dan ia basuh terlebih dahulu sebelum menghampiri Ariana.
"Ibu bau. Tapi mau peluk. Nanti aja kali ya, mandi dulu," jelasnya dengan bingung.
Ariana tertawa. Ia maju mendekat dan menyalami tangan wanita yang melahirkan Haris itu. Setelahnya, Ariana memeluk wanita itu dengan erat. Napasnya juga berhembus tampak lega.
Ariana suka aroma masakan yang memenuhi dapur kecil itu. Ariana juga rindu momen seperti ini. Dulu, jika ia ingin memakan masakan ibu Haris, Ariana hanya tinggal berlari ke rumah sebelah. Tapi kini kondisi sudah jauh berbeda.
"Kalian tunggu di depan aja. Ibu selesai bentar lagi," ujar ibu Haris setelah usai memeluk Ariana.
"Gak. Di sini aja," tolak Ariana.
"Oh, iya, Mas, tadi Ayah kamu ke sini, katanya-"
"Ngapain dia ke sini terus?" tanya Haris tidak senang.
"Mas, Ayah cuma mau ketemu kamu. Kamu udah seminggu gak pulang. Kamu nginap di mana?"
Ariana tidak tahu harus bagaimana. Ia tidak mau mencampuri urusan keluarga Haris meskipun ia sudah tahu semuanya. Ariana hanya tidak menyangka kalau pria yang tampak begitu tenang seperti ayah Haris malah bisa membuat kesalahan fatal sampai ibu Haris meminta pisah.
"Gak usah bahas dia dulu. Aku gak enak sama Glenna," kata Haris yang menyadari Ariana tidak nyaman.
"Aduh, maaf. Ibu Cuma takut lupa. Glenna duduk aja. Minuman sama camilan banyak di kulkas. Kalau mau tinggal ambil ya," jelasnya menepuk lengan Ariana.
"Aku abisin ya, Bu," kekeh Ariana.
"Habisin aja, Sayang. Ibu malah senang," balasnya tertawa.
Ariana berlalu menuju kulkas, lalu mengambil apa saja camilan yang ia suka. Ada minuman juga di sana. Ariana tampak berbinar. Padahal di rumahnya juga banyak camilan seperti itu. Tapi ia tidak begitu ingin memakannya. Berbeda dengan camilan yang dibeli oleh ibu Haris.
"Duh, makin cantik aja anak gadis. Udah 5 bulan kan kita gak ketemu?"
Ariana tersenyum sambil mengangguk. Ia ingin membuka minuman botol tapi Haris lebih dulu melakukannya dan memberikan kepada Ariana.
"Ibu sih gak pernah mau ngajak aku ketemu," kata Ariana pura-pura kesal.
"Bukan gak mau. Kamu tahu kan kalau ibu gak punya mobil. Gak dibolehin juga pergi sendiri sama si itu tuh," cibir ibu Haris kepada putranya.
Ariana terkekeh geli, "kalau aku sering main ke sini boleh gak?"
"Boleh dong! Gak ada yang larang. Malah Ibu senang ada temannya," sahut wanita yang melahirkan Haris tersebut.
Ariana, Haris dan juga ibu lelaki itu mengobrol banyak hal. Mereka juga makan dengan lahap dan berulang kali tertawa membahal hal acak. Sampai suara deru mobil terdengar berhenti di perkarangan rumah.
Ibu haris bangkit. Ia meninggalkan Ariana dan Haris berdua di meja makan. Beberapa menit berlalu, wanita itu kembali dengan seorang tamu yang di kedua tangannya ada beberapa kantong belanjaan.
"Ris," panggil orang itu.
Ariana menoleh dan mengerjap. Ia berdiri, lalu mendekati orang tersebut untuk menyapa dan menyalami. Orang itu tersenyum sambil meletakkan barang bawaannya ke atas meja masak, lalu mengelus rambut Ariana saat gadis itu menyalaminya.
"Glenna. Tambah tinggi aja," katanya.
Ariana tersenyum saja. Ia kembali duduk dan menatap Haris yang diam tidak bersuara. Ariana tahu bagaimana perasaan lelaki itu.
"Ayah jangan sering-sering ke sini. Nanti nama Ibu jelek di mata tetangga. Udah cerai tapi masih aja-"
"Ayah sama Ibu udah rujuk. Ayah udah urus semua dokumennya. Tapi Ibu gak mau balik ke rumah. Jadi Ayah yang ke sini."
Haris menatap ibunya yang kini salah tingkah. Wanita yang masih cantik di usia 40 tahun itu sudah berbohong padanya. Haris bahkan tidak tahu sejak kapan kedua orangtuanya kembali bersama.
"Kenapa? Ayah dibuang sama perempuan itu?" sindir Haris.
"Mas, jaga bicara kamu," tegur sang ibu.
Ayah Haris tersenyum maklum. Ia menarik lembut tangan istrinya untuk duduk berhadapan dengan Haris dan juga Ariana.
"Ayah minta maaf. Ayah salah dan Ayah akan perbaiki semuanya. Ayah akan buktikan ke kamu dan juga Ibu kalau Ayah gak pernah sekalipun melupakan kalian."
Haris bangkit sambil menarik tangan Ariana. "Kami pergi dulu. Ariana masih ada kelas," katanya.
Ariana menatap bingung Haris dan ibu lelaki itu. Haris juga meraih tas Ariana dan membawanya pergi begitu saja. Ariana hanya menurut tanpa sempat berpamitan pada ibu Haris.
"Gue gak ada kelas," kata Ariana saat mereka di dalam mobil.
"Gue males ketemu tuh orang."
"Ris, gak boleh gitu. Om Hilmi kelihatan banget sayang Ibu dan lo. Mungkin ini kesempatan yang Tuhan kasih buat kalian bisa sama-sama lagi."
Haris mengusap kasar wajahanya, "gue masih gak terima dia khianatin Ibu, Glen. Dia punya anak sama perempuan lain. Dan bodohnya Ibu masih terima dia. Sial."
"Lo begini karena terlalu sayang sama Om Hilmi. Lo kecewa, gue tahu itu. Tapi lo juga gak boleh egois. Kalau Ibu masih bisa kasih kesempatan, berarti hubungan mereka masih bisa diselamatkan," jelas Ariana dengan bijak.
Haris menoleh, ia takjub dengan Ariana yang bisa menempatkan diri. Gadis itu kadang bisa begitu seperti anak-anak. Tapi bisa juga dewasa seperti saat ini.
"Gak salah emang gue sebucin itu sama lo. Selain cantik, bodi aduhai, lo pinter nenangin gue," puji Haris.
Ariana mendorong wajah Haris yang kian mendekat, "gak usah modus kampret!"
***
Anuh...
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...