Happy reading!
Vallerie menatap field di depannya yang terlihat sangat ramai. Saat ini ia berada di balkon bagian timur istana, melihat pemandangan pagi hari yang tidak seperti biasanya. Ia mengenali beberapa orang disana, seperti Jake yang sedang berhadapan dengan Edgar, Xavier dan Varrel yang masih berusaha menyerang satu sama lain, hingga Graqiel yang terlihat kesal saat mengajari Carel
“Ramai sekali, ya?”
Vallerie menoleh ke samping mendapati Raiven yang juga tengah memandang lurus ke field
“Iya,” jawab gadis itu
“Ini bukan cuma pemuda klan vampir, kan? Aku tidak mengenal beberapa orang disana”
“Ya. Latihan kali ini menggabungkan semua kaum muda di Land of Vampire termasuk kaum penyihir dan werewolf”
Vallerie mengangguk paham. Pantas saja beberapa orang terlihat memegang tongkat
“Kamu mau lihat dari dekat?” tawar Raiven
“Vallerie! Disini kamu rupanya”
Vallerie dan Raiven berbalik bersamaan saat Ruby mendekat. Di belakangnya, Jacelyn mengikuti dengan wajah datarnya yang khas
“Aku mau mengajakmu untuk ke field. Aku diijinkan oleh Roi untuk ikut latihan!” seru Ruby
“Tapi aku yang mengajak Vallerie terlebih dahulu”
Ruby memutar bola matanya “Aku tidak mengajakmu berbicara”
“Hei!”
Seruan Raiven ia tidak pedulikan, gadis itu masih menatap Vallerie dengan matanya yang berbinar
“Miss Lea menyuruhku untuk membawamu ke field. Ayo!” ucapnya kemudian menarik Vallerie tanpa persetujuan Raiven
“Eh, Raiven-“
“Biarkan saja. Dia juga akan menyusul ke field. Semua kaum muda di Land of Vampire diwajibkan ikut latihan hari ini” Ruby berbalik menatap Vallerie sambil menjulurkan tangannya “Ayo, berteleportasi lebih menghemat waktu dan tenaga”
Vallerie mengulurkan tangannya, sesaat kemudian ia dan Ruby sudah berada di field
“Lihat! Teman-teman manusiamu juga ada disini”
Mata Vallerie beralih pada Lyora, Alana dan Nadine yang tengah berdiri diantara para pemuda
“Mereka memegang... tongkat?”
Ruby mengangguk “Sepertinya mereka juga akan dilatih untuk pertarungan nanti”
“Manusia bisa menggunakan tongkat penyihir?”
Ruby mengangkat kedua bahunya tidak tahu “Aku bukan kaum penyihir. Tapi sepertinya begitu”
“Ruby!” seru miss Sierra dari kejauhan
“Miss Sierra!” balas Ruby
Sepersekian detik miss Sierra sudah berada di hadapan mereka dengan senyum tipisnya “Halo Vallerie, halo Jacelyn”
“Halo miss Sierra” balas keduanya
“Kalian akan ikut latihan?” tanya miss Sierra
“Ya, kami ikut” jawab Ruby
“Kalian pasti senang mendengar Roi mengijinkan kalian untuk ikut latihan”
“Tentu saja. Kurasa sudah saatnya aku memperlihatkan siapa Ruby Dreyfus”
Jacelyn berdecih “Sombong sekali”
Mendengar itu Vallerie dan miss Sierra tertawa kemudian keempatnya berjalan menuju tengah field, bergabung dengan yang lain
“Halo Vallerie” sapa miss Lea
“Halo miss Lea”
“Aku menunggumu dari tadi untuk memberikan ini” ujar miss Lea sambil memberikan sebuah tongkat berwarna cokelat tua dengan ukiran bunga mawar
“Tongkat? Untukku?” tanya Vallerie
Miss Lea mengangguk “Queen Nyra mengatakan kalian juga perlu berlatih untuk melindungi diri. Kita tidak tahu seperti apa lawan kita nanti dan nama siapa yang akan bertarung. Memang sangat mustahil nama kalian akan muncul, tapi Queen Nyra bilang berjaga-jaga itu perlu” jelas miss Lea dengan senyuman manisnya
“Terima kasih, miss. Tapi aku belum tahu cara menggunakannya”
“Kamu akan dilatih oleh Daniel dan Xavier” ujar miss Lea kemudian memanggil kedua pemuda klan Renoir itu
“Ada apa miss?”tanya Daniel
“Apa kalian bisa mengajari Vallerie untuk berlatih dengan tongkatnya?”
Keduanya mengangguk senang “Tentu saja!”
“Baiklah, terima kasih Daniel, Xavier. Dan Vallerie, selamat berlatih”
“Terima kasih miss” balas Vallerie sambil tersenyum
“Wuah, tongkatmu cantik sekali, Vallerie” puji Ruby
“Terima kasih, Ruby”
“Baiklah Vallerie. Ayo mulai latihan!”
“Hei! Vallerie harus melihat kemampuanku dulu!” seru Ruby
“Vallerie harus latihan. Apa kamu tidak mendengar ucapan miss Lea tadi?”
“Tapi aku yang membawanya kesini!”
“Well, aku tidak peduli”
“Mereka berdua tidak pernah akur sedari dulu” ucap Daniel diakhiri kekehan
“Sudahlah Ruby, biarkan Vallerie latihan. Lebih baik kita juga mulai latihan” ucap Jacelyn
“Tapi-“
“Dengarkan perkataanku Ruby, kamu akan membiarkan Vallerie latihan dan memulai latihan denganku”
Seperti sebuah mantra, Ruby menurut dan mulai mengikuti langkah Jacelyn
“Secepat itu? Kukira Ruby orang yang keras kepala” ucap Vallerie heran
Xavier terkekeh “Gadis itu memang berisik. Tapi hanya Jacelyn yang bisa membuatnya diam dan menurut”
“Maksud kamu?”
“Jacelyn adalah aptitude. Kemampuannya adalah mengendalikan orang lain lewat pikirannya. Sama seperti Jake, saudaranya” ujar Daniel•••••
“Fokus pada lawanmu dan ingat mantra yang kuajarkan tadi”
Nadine menarik nafas kemudian menatap papan berbentuk manusia di depannya “Impertum Luxio!”
Sebuah cahaya keluar dari ujung tongkat milik Nadine menuju papan didepannya dan meledakkan papan itu membuat perhatian beberapa orang teralih pada gadis itu
“Wow! That was cool!” puji Sean yang juga tengah berlatih
“Thank you, Sean” ucap Nadine tersipu
“Kau mau kuajarkan mantra perlindungan?” tawar Sean
“Terima kasih, tapi tidak”
Bukan, itu bukan jawaban Nadine tapi Ethan yang berdiri di sampingnya
“Kurasa lebih baik kamu melanjutkan latihanmu, Sean. Caramu mengendalikan cahaya sudah lebih baik dari sebelumnya”
“A-ah iya. Terima kasih. Aku akan berlatih lagi” ujar Sean kemudian kembali pada posisinya
“Sekarang mau belajar mantra yang lain?”
Nadine mengangguk sebagai jawaban “Bagaimana kalau mantra perlindungan seperti yang dikatakan Sean?”
“Baiklah. Pradisium Impertum adalah mantra perlindungan yang paling kuat. Namun kuat dan lemahnya mantra itu tergantung pada kuat dan lemahnya hati dari si pengguna mantra. Saat menggunakannya kamu tidak boleh lemah, goyah atau takut. Keberanian dan fokus pada kekuatanmu adalah kunci keberhasilan mantra ini”
“Baik. Aku paham”
“Sekarang aku akan mencoba memberikan serangan kecil dan kamu akan mencoba melindungi dirimu”
Nadine mengangguk paham kemudian Ethan mengambil beberapa langkah mundur. Pemuda itu mengangkat tongkatnya dan mengarahkannya pada Nadine
“Impertum Vineis!”
Seketika sekumpulan tanaman rambat muncul dari ujung tongkat Ethan dan menyerang Nadine
“Pradisium Impertum!”
Sebuah kaca berbentuk setengah bola melingkupi tubuh gadis itu. Tanaman rambat tadi pun tidak menyentuh gadis itu barang sedikitpun. Namun pertahanan Nadine goyah ketika melihat kabut hitam pekat menyelubungi kaca pelindung yang ia ciptakan tadi. Tanaman rambat tadi melingkari salah satu kaki gadis itu membuat Nadine tersungkur dan tongkatnya terlempar entah kemana
Sratt..
Tanaman rambat yang mengikat kakinya terputus dan menghilang. Nadine melihat sekitar, matanya berhenti pada Jayden yang berjalan ke arahnya sambil membawa tongkatnya yang terlempar tadi
Pemuda itu langsung mengulurkan tangannya dan disambut oleh Nadine “Terima kasih” ucap Nadine
Jayden mengangguk singkat “Ini tongkatmu. Sekarang ayo kembali ke istana”
“Tapi latihanku-“
“Kita lanjutkan besok”
“Maaf Jayden, tapi miss Sierra menyuruhku untuk melatih Nadine menggunakan mantra dengan tongkatnya” ucap Ethan yang entah sejak kapan sudah mendekat sambil menarik tangan kanan Nadine
“Akan kusampaikan pada kakakku bahwa latihan Nadine akan dilanjutkan besok”
“Bukankah tidak bijak jika kamu yang memutuskannya? Disini miss Sierra dan aku yang berhak-“
“Aku juga berhak. Nadine ada di bawah tanggung jawab klanku”
Baik mata milik Ethan dan Jayden berubah merah. Nadine yang merasa hawa disekitarnya mulai berubah mencoba memutar otak “Kurasa aku akan kembali ke istana saja. Aku akan menghafal lagi mantra yang telah kamu ajarkan di istana nanti, Ethan. Sampai jumpa di latihan besok”
Ethan hanya mengangguk sambil tersenyum kecil kemudian mengacak rambut Nadine pelan “Selamat beristirahat, sampai jumpa di latihan besok”
“Sampai jumpa”
Detik selanjutnya Jayden membawa Nadine berteleportasi ke istana, tepatnya di depan pintu kamar Nadine
“Masuk dan beristirahatlah”
Nadine mengangguk “Terima kasih, Jayden”
“Ya, sama-sama”
Baru saja Nadine berbalik, Jayden menarik pergelangan tangannya “Besok kamu akan latihan dengan klan Renoir”
“Kenapa? Ethan mengajariku dengan baik”
Bola mata Jayden bergerak kesana kemari, pemuda itu sedang mencari alasan “Kudengar Sean pandai menguasai mantra perlindungan. Daniel juga hebat melakukan mantra penyerangan. Mereka akan mengajarimu dengan baik”
Nadine mengangguk paham “Baiklah”
“Kalau begitu selamat beristirahat. Aku pergi”
Nadine menatap bingung Jayden yang berjalan menjauh. Pemuda itu tidak terlihat tenang seperti biasanya. Nadine menggelengkan kepalanya, mengenyahkan pikiran di kepalanya. Tidak mungkin Jayden salah tingkah, kan?thanks for reading!
-airin
KAMU SEDANG MEMBACA
éternel
Fantasi[ON GOING] Nothing is etenal. Nothing, unless you have the 'key'. A key that can make you turn back time, resurrect people, even control all elements. ❗chapter 1-10 sudah direvisi, chapter 11 dst adalah chapter baru yaitu chapter lanjutan dari chape...