A Thing Called a Family

406 64 7
                                    

Jisoo terbangun dengan mata setengah terbuka.

Ugh. Ia masih agak pengar. Sakit kepala. Gadis itu menggaruk-garuk lehernya yang terasa gatal dengan mata nakal mengitari sekeliling. Aneh. Jisoo merasa asing. Ia juga mencium harum lembut yang segar menguar di udara; aroma yang belum pernah ia cium saat bangun tidur di kamarnya.

Eoh...?

Jisoo melotot. Tempat apa ini? Ia menatap selimut abu yang menutupi sebagian tubuhnya. Tempat tidur berukuran sedang yang sedang ia tempati itu hanya cukup untuk satu orang. Posisinya merapat pada dinding bercat abu muda yang pada bagian tengah dinding terpasang sebuah kotak kaca berukuran sedang. Mudah saja kalau Jisoo ingin menjangkau kotak tersebut. Oya. Ternyata kasur kecil ini juga merangkap ganda sebagai tempat tidur dan kloset untuk pakaian.

Menoleh ke belakang, ia dapati rak putih panjang menghiasi dinding bercat hitam bercorak dari ujung ke ujung. Setengah rak didesain lebih tinggi dari setengah yang lain; digunakan untuk tempat menyimpan buku. Setengahnya lagi dipasangi papan bercat putih, berfungsi sebagai meja belajar. Sebuah kursi berwarna putih beroda terparkir rapi di depannya.

Karpet berwarna abu tua menghiasi pijakan saat ia bangkit dari tempat tidur. Meski pun kamarnya kecil, tapi terkesan rapi dan elegan. Lantainya juga lucu, bercorak kayu berwarna putih gading.

Jisoo mengernyit begitu menyadari ada segelas air dan sup pereda pengar yang masih mengepul di atas meja belajar dekat jendela yang tirainya masih belum dibuka. Jisoo pun menepuk jidat sambil mendesis panjang.

"Sebenarnya aku di mana, sialan?! Apa yang terjadi?!"

Jisoo menggosok kepalanya bingung. Ia sama sekali tidak ingat kejadian semalam setelah ia memutuskan untuk minum-minum sendiri. Yang ia tahu, ia benar-benar stress setelah mendapatkan skorsing. Ia tidak ingin memikirkan apa yang akan dilakukan Eomma seandainya tahu keadaan Jisoo tentang skorsing yang sekarang pasti sudah sampai beritanya. Sialan. Minum-minum pun tak ada gunanya. Ia malah berakhir di tempat asing begini.

Jisoo tak bisa menemukan barang-barangnya di mana pun. Ia tak tahu apakah harus bersyukur karena saat ini tidak memegang ponsel. Kalau ia pegang, mungkin ponsel itu sudah berdering tiada henti sejak semalam. Brengsek. Kepala Jisoo jadi berdenyut memikirkannya.

Ia pun berdiri, mencoba mencari tahu yang mungkin dicari tahu. Ia berjalan ke arah rak buku dan melihat sebuah album besar menonjol berwarna merah marun. Iseng, ia keluarkan album itu dan melihat-lihat isinya.

"Eoh..."

Manik cokelat Jisoo mengecil saat melihat lembar pertama. Mm... Jisoo tak mengerti mengapa ia merasa menelan batu, tapi ia tahu bahwa pemilik kamar itu adalah si brengsek Kim Taehyung. Halaman satu berisikan empat buah foto Taehyung bersama seorang perempuan cantik berwajah barbie. Serius. Gadis itu sangat cantik dengan rambut yang lurus panjang berwarna auburn.

Pada foto pertama, terlihat Taehyung dan si gadis barbie sedang berpegangan tangan menghadang ombak. Foto diambil dari belakang untuk memberitahu pemirsa bahwa setting-nya adalah pantai. Foto kedua berisi si gadis barbie sedang mengubur Taehyung di pasir. Hanya kepalanya saja yang mencuat ke permukaan. Di foto ketiga, ada siluet mereka berdua sedang duduk berhadapan saling memandang dengan latar langit senja dan pohon kelapa. Foto paling bawah menunjukkan Taehyung mencium pipi si gadis barbie.

Kkeut! Jisoo menutup album merah marun itu. Entah mengapa ia merasa sudah mengintip privasi orang. Ia pun buru-buru mengembalikan album tersebut ke tempatnya semula.

"Sudah bangun?"

Jisoo merasa jantungnya copot begitu mendengar suara Taehyung. Ia pun berbalik dan mendapati si empunya suara yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu. Anak itu tidak mengenakan seragam, tetapi kaos garis-garis biru oversize lengan panjang yang dilipat bagian lengannya; dipadukan dengan celana jeans hitam longgar. Ah, rambutnya juga tidak dibiarkan menjuntai. Ia mengikat sebagian ke belakang dan membiarkan sebagian yang lain tetap turun ke leher.

Fixing the Broken YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang