Pria dewasa, tampan, mapan, royal, karir cemerlang, penampilan menarik dan tidak pernah mendapatkan nilai rendah selama menempuh jenjang pendidikan. Semua yang orang inginkan ada padanya. Tapi yang namanya manusia biasa, pasti tidak akan bisa sesempurna seperti penilaian orang.
Beryl, 32 tahun dan masih melajang di saat adik dan sepupunya sudah menikah dengan kehidupan yang bahagia. Bukannya Beryl tidak ingin, tapi memang belum diberikan jodoh oleh Tuhan.
Jika ditanya apa ia ingin menikah, jawabannya tentu saja iya. Kadang Beryl merasa aneh dengan pertanyaan yang sering kali ia dapati dari teman-temannya. Mengapa belum menikah? Pertanyaan yang jelas sekali tidak berbobot dan hanya merusak suasana hatinya. Orang bodoh mana lagi yang bertanya demikian?
Beryl juga sering dijodoh-jodohkan dengan teman-temannya yang lajang. Beryl terbuka. Ia menerima siapa saja yang berusaha mendekat. Karena prinsipnya, selagi belum ada yang mengikat hatinya, maka Beryl masih punya hak untuk berteman dengan siapa saja.
Dan kendalanya selalu dari lawan jenis. Saat mereka tahu seperti apa kebiasaan Beryl yang gila bekerja, gadis-gadis itu malah undur diri. Dengan dalih, mereka butuh waktu dan perhatian dalam kesehariannya. Hal yang jelas tidak bisa Beryl berikan sepenuhnya.
"Lo sih, sibuknya keterlaluan. Kalau kayak gini bisa jadi bujang lapuk," komentar Iqbal, sepupu sekaligus adik ipar Beryl.
"Bukan salah gue dong. Kalau mereka mau cowok yang selalu ada waktu, ngasih perhatian setiap saat, jangan sama gue. Cari aja pengangguran," balas Beryl dengan tenang.
Iqbal hanya geleng-geleng kepala. Dari yang ia ketahui, gadis terakhir yang Beryl kencani adalah temannya semasa kuliah. Gadis yang cantik tapi pakaiannya terlalu terbuka. Beryl sudah memperkenalkannya kepada Iqbal dan Denia. Pasangan suami istri itu menyetujui saja karena gadis itu terlihat baik.
Tapi lagi-lagi gadis itu menyerah karena kesibukan yang Beryl jalani. Ia tidak sanggup jika harus hidup menua bersama dengan pria yang gila kerja.
"Kenapa gak coba sama teman Denia aja? Yang punya toko kue itu?" tanya Iqbal saat mengingat tempo hari istrinya sering menjodohkan Beryl dengan temannya.
"Zafhirah?"
"Hm."
Beryl menggeleng. "Gue pernah lihat dia jalan sama cowok. Kayaknya gak teman biasa. Gue gak mau terlibat hubungan sama cewek yang punya teman cowok. Apalagi spesial. Anti."
Beryl pernah mengalaminya. Ia berpacaran dengan gadis yang memiliki sahabat laki-laki dan itu menyebalkan. Bagi Beryl, tidak ada persahabatan yang benar-benar murni antara laki-laki dan perempuan. Dua kelamin yang berbeda diikat persahabatan? Bullshit!
"Terserah deh. Lama-lama gue suruh Mama aja yang nyariin lo jodoh," ejek Iqbal.
"Silakan. Gak masalah. Gue gak pernah nolak, kan? Asal ceweknya aja yang tahan sama gue."
Beryl kembali melanjutkan makan siangnya. Mereka memang sering bertemu saat jam makan siang. Kadang Iqbal yang menghampiri Beryl, kadang pria itu bergantian.
***
Beryl memasuki rumah saat matahari sudah terbenam. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore ketika ia menyelesaikan pekerjaannya tadi. Sekarang ia sudah bisa bernapas lega karena tiba di rumah tepat pukul 6 sore.
"Dek, Iqbal nunggu di depan," kata Beryl saat ia menjumpai adiknya sedang tertawa bersama sang ibu.
"Oke. Aku balik ya, Ma, besok ke sini lagi," pamit Denia sambil menggendong anaknya yang berusia 1 tahun lebih itu. Beryl ingin menciumnya, tapi ia belum membersihkan diri dan Denia jelas tidak akan mengizinkannya menyentuh anak kesayangannya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...