Heart Defense (Altaf)

12.7K 1.4K 85
                                    

"Sebentar, Al," Seorang gadis menahan dada bidang lelaki yang hampir menindihnya.

"Kenapa?" tanya lelaki yang dipanggil Al itu.

"Hape kamu bunyi. Masa gak dengar sih?" tanya gadis itu dengan heran.

"Udah, biarin aja. Gak penting palingan."

"Tapi ganggu. Angkat dulu sana," suruh gadis itu.

Altaf, lelaki 21 tahun yang hasratnya sudah melambung tinggi itu seketika kesal. Ia mengusap kasar wajahnya sebelum menyingkir dari atas tubuh gadis yang menjadi kekasihnya 1 tahun belakangan ini.

"Halo?"

Altaf menjawab panggilan dari ibunya tapi tatapan matanya tidak lepas dari atas ranjang di mana kekasihnya terbaring pasrah. Altaf tidak fokus mendengarkan apa yang ibunya katakan.

"Oke."

Panggilan ia akhiri begitu saja dan ponselnya ia nonaktifkan. Altaf melempar benda pipih itu ke atas sofa, lalu ia kembali mendekati ranjang dan menindih lagi tubuh gadisnya.

"Kenapa?" tanya gadis itu saat melihat raut wajah Altaf yang berubah.

"Aku harus balik malam ini. Kamu gak papa sendiri?"

"Hm, gak papa."

"Besok pagi aku jemput buat ke kampus," kata Altaf lagi.

Gadis itu mengangguk saja. Ia mengelus rahang Altaf, lalu telapak tangannya naik ke tengkuk Altaf dan menariknya. Altaf tersenyum. Ia menerima cumbuan yang diberikan gadis itu dengan senang hati.

Cecapan antara dua bibir yang saling memacu terdengar begitu sangat menggoda. Dua lidah yang saling membelit juga menjadikan suasana semakin memanas.

Altaf terengah, begitupun gadis di bawah tindihannya. Wajah gadis itu memerah dengan bibir yang sedikit terbuka. Altaf kembali tersenyum sebelum tangannya menyusuri paha mulus hingga ke betis gadis itu dengan sensual.

"Alhh..."

Lenguhan lembut yang gadis itu berikan membuat Altaf menelan ludah. Altaf bangkit untuk membuka seluruh pakaiannya. Ia juga membuka lebar kedua paha gadis yang terbaring lemah di depannya.

Altaf menelan ludah kembali saat pemandangan indah pangkal paha gadis itu terpampang nyata di depan matanya. Sekali lagi Altaf mencumbu bibir gadis itu dengan penuh tuntutan dan sedikit kasar.

Sebelah tangan Altaf tengah mengelus batang keras miliknya, kemudian ia arahkan memasuki lembah becek di pangkal paha gadis itu. Altaf menenggelamkan wajahnya di ceruk leher si gadis bersamaan dengan miliknya yang terbenam sempurna.

"Aahh..."

"Nghh..."

Keduanya mendesah dan melenguh bersama. Penyatuan itu bukan kali yang pertama mereka lakukan. Setahun berpacaran, ini adalah percintaan ketiga mereka.

Altaf menarik pinggulnya, lalu kembali mendorongnya perlahan untuk meresapi rasa nikmat yang menjepit miliknya. Altaf selalu suka rasa yang saat ini menyerang seluruh tubuhnya. Kenikmatan yang baru ia rasakan sebulan belakangan ini.

Dulu, Altaf sangat menjaga gadis itu. Tapi semakin lama menjalin hubungan, Altaf tidak bisa menahan lagi godaan yang datang berulang kali. Altaf lepas kendali dan ia bersyukur karena kekasihnya menerima dengan kaki terbuka.

Mereka sudah sama-sama dewasa dan Altaf akan bertanggungjawab atas tindakannya ini di kemudian hari. Setelah mereka lulus kuliah, lalu bekerja, Altaf akan menikahi kekasihnya.

"Alhhh..."

Hentakan pinggul Altaf semakin lama semakin tak terkendali. Ia menghentak dengan kuat dan cepat hingga tubuh gadis di bawahnya tersentak-sentak. Kedua payudara gadis itu menjadi santapan lezat mata Altaf.

Tidak ingin rugi, Altaf membuka mulut dan melahap payudara itu bergantian kiri dan kanan. Ia seperti bayi yang kehausan. Altaf selalu suka daging kenyal itu. Apalagi saat puncaknya yang mengeras karena godaannya.

"AAKKHHH..."

Semburan hangat yang gadis itu rasakan begitu deras dan banyak. Altaf sudah 3 kali membuahi rahimnya. Hal yang sedikit ia takuti jika nanti malah membuahkan hasil. Ia takut jika Altaf malah meninggalkannya.

"Kalau aku hamil gimana?" tanya gadis itu setelah tubuhnya kembali lemas tak berdaya.

"Gak bakalan hamil asal kamu terus minum obatnya," bisik Altaf dengan napas terengah.

***

Zea, gadis 21 tahun yang tengah menempuh pendidikan di salah satu universitas negeri. Ia masuk melalui jalur prestasi. Selain cantik, Zea merupakan mahasiswi teladan.

"Ze, ntar malem ikut kita dong. Sesekali party. Udah 3 tahun kuliah masa lo gak pernah gabung sih? Lagian kelab malam gak seseram itu," ajak salah satu teman Zea.

Zea meringis. Selain tidak suka tempat ramai dan bising, Zea juga dilarang oleh Altaf memasuki area kelab malam. Gadis itu lebih percaya Altaf yang mengatakan kalau kelab malam tempatnya lelaki hidung belang.

"Gak deh. Gue harus setor tugasnya Bu Lina malam ini," tolak Zea.

"Yah, gak asyik ih Zea..."

Zea tidak terlalu memperdulikan rengekan temannya itu. Ia mengecek ponselnya yang sejak tadi tidak ada notifikasi pesan masuk dari Altaf. Setelah lelaki itu pulang sejak tadi malam, ia tidak lagi bisa dihubungi. Bahkan Altaf ingkar janji untuk menjemputnya pagi ini.

"Ke mana sih?" gumam Zea sambil meninggalkan kelas yang sudah usai.

Selama berpacaran pun, Zea tidak pernah mengunjungi fakultas Altaf yang bersebrangan dengan fakultasnya. Selain karena tidak ingin, ia juga tidak berani ke sana seorang diri. Tapi kali ini Zea rasanya ingin ke sana mencari sosok Altaf.

Dengan sisa keberanian di dirinya, Zea akhirnya memasuki fakultas Altaf. Ia tahu kalau kekasihnya itu ad akelas hari ini. Jadi, dengan percaya diri Zea melihat letak kelas Altaf. Ia ingat kalau hari ini Altaf ada di kelas B.

Setelah menaiki lantai dua, Zea menemukan kelas B. Ia mengintip dari pintu kelas dan tidak menemukan siapa pun di dalam kelas. Ruangan itu kosong tak berpenghuni.

"Nyari siapa?" tanya sebuah suara.

Zea menoleh dan tersenyum kikuk. "O—oh, itu, Altaf Sadiq. Bukannya di kelas B ini ya?" tanya Zea balik.

"Oh, Kak Altaf, di sebelah sana. Kelas B2. Ini B1," jawab orang tersebut.

Zea mengangguk paham dan mengucapkan terima kasih, lalu melangkah menuju kelas yang ada di paling ujung lantai 2 ini. Zea menghela napas terlebih dahulu sebelum memberanikan diri mengintip dari pintu kelas.

Zea tersenyum melihat Altaf ada di dalam kelas itu. Zea ingin melangkah masuk, tapi kakinya terhenti begitu saja saat melihat Altaf berpindah duduk di samping gadis berkerudung dan mereka sama-sama tersenyum. Bahkan tubuh mereka begitu dekat sampai tidak berjarak.

Hati Zea seketika sakit. Ia menahan perih di matanya. Ia berbalik dan ingin pergi tapi seseorang lebih dulu menabrak tubuhnya hingga terhuyung dan terhimpit ke pintu kelas.

"Sorry, sorry, lo gak papa?" tanya orang itu dengan raut menyesal.

Dari dalam kelas gadis berkerudung menatap ke pintu kelas diikuti oleh Altaf. Seketika tubuh Altaf menegang kaku saat melihat Zea tengah meringis memegang lengannya.

"Al, mau ke mana? Tugasnya belum selesai. Keburu jam loh," Gadis berkerudung menahan lengan Altaf dan menarik lelaki itu untuk kembali duduk.

Ia menatap Zea yang kini juga menatapnya. Mata gadis itu memerah dan Altaf mengepalkan kedua tangannya. Apalagi saat melihat Zea pergi begitu saja.

"Sial," gumam Altaf.

***

Lagi?

SHORT STORY NEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang