Oh, no! Rama ada di sini? Mati, deh, gue! Gimana, nih? Apa yang harus gue lakuin? Gawat! Anaya bergumam.
"Kok lama banget, Nay?" Rama berjalan mendekati gadis itu.
Tubuh Anaya gemetar. Dia mengepalkan kedua tangannya agar bisa tenang. Dia tahu apa yang baru saja dilakukannya adalah sebuah kesalahan besar. Bagaimana kalau Rama sudah mendengar semuanya? Bukan masalah jika Rama hanya menggantinya dengan orang lain, tetapi mungkin dia akan kehilangan Rama selama-lamanya.
"Gue udah nungguin dari tadi. Yuk!" seru Rama sembari menarik tangan Anaya.
Anaya memelotot. "I-iya... Maaf," jawabnya dengan terbata-bata.
Tidak hanya Anaya, Noni dan teman-temannya pun ikut terkejut dengan sikap Rama. Mereka bingung. Mengapa Rama masih bersikap biasa saja?
"Mau jalan nggak, nih? Atau kita ke studio aja?" tanya Rama sambil menoleh ke belakang, ke arah Anaya.
"Eh, nggak. Gue nggak mau ke studio." Anaya menyahut dengan cepat.
Rama tertawa.
Noni bingung dengan sikap Rama. Padahal, sudah jelas Rama berdiri di belakang mereka dan mendengar semua ucapan Anaya. Namun, mengapa Rama masih bersikap santai dan seperti tidak tahu apa-apa?
Setelah Rama dan Anaya hilang dari pandangan Geng Mancha, Tantri menepuk pundak Noni dengan pelan. "Kok, Rama biasa aja, ya?" tanyanya.
Noni mengangkat bahunya.
"Bukannya dia udah dengar semua ucapan si Naya?" tanya Rika sembari memainkan kipas kecil yang baru saja diambilnya dari lantai.
Noni masih tak tahu. Dia hanya diam.
"Atau jangan-jangan si Rama tuli, kali?" ujar Rika.
Tantri langsung memukul punggung Rika. "Apaan, sih, lu? Masa iya si Rama tuli? Kalo dia tuli, nggak mungkin dia jadi vocalis band. Jangan yang aneh-aneh, deh, Ka!" serunya.
Rika tersenyum centil.
"Gue juga bingung. Kenapa Rama bisa santai gitu, ya?" ucap Noni sambil memandang ke ujung koridor.
"Tuh, kan? Beneran, deh, si Rama pasti tuli!" sahut Rika.
Tantri memukul punggung Rika lagi. "Awas, kalo lu ngomong gitu lagi!" serunya.
Rika mengerucutkan bibirnya.
Noni menggigit bibirnya. Dia masih tidak percaya dengan sikap acuh Rama. Tetapi, apakah Rika benar? Atau Rama memang sengaja melakukan hal itu?
Sesampainya di tempat parkir, Anaya melepaskan pegangan Rama. Dia masih gugup setelah kejadian tadi. Dia takut, kalau ternyata Rama mendengar semua ucapannya.
"Lu mau kemana, nih?" tanya Rama sembari memberikan helm kepada Anaya.
Anaya menerima helm itu. "G-gue... gue ikut aja."
"Yakin?"
Anaya mengangguk.
"Oke, deh. Gue bakal bawa lu ke tempat paling nyaman yang pernah lu datangi," ujar Rama dan tersenyum.
Anaya mencoba menahan senyumnya dengan perasaan yang masih diselimuti rasa bersalah pada Rama. Menurutnya, merendahkan Rama di depan Geng Mancha adalah sebuah kesalahan. Seharusnya dia tidak perlu sejauh itu.
"Lu kenapa, sih, Nay?" tanya Rama sebelum naik ke atas motor.
Anaya menggeleng. "Gue nggak apa-apa. Serius."
Rama mengangguk pelan, kemudian naik ke atas motor disusul oleh Anaya. Motor melesat dengan cepat, hanya asap knalpot yang masih tampak mengikuti arah angin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thankyou, Dewa (Tamat)
Novela JuvenilMenjalin persahabatan hampir sembilan tahun lamanya, membuat Dewa terancam dengan perasaannya sendiri. Kadang rasa takut kehilangan lebih kuat daripada sekadar memiliki Anaya seutuhnya. Tak tahu sampai kapan dia harus menyimpan perasaannya sendiri. ...