Seminggu lagi, ujian akhir sekolah akan dilaksanakan. Mau tak mau, Anaya harus belajar dengan keras mulai hari ini. Padahal, pikirannya sedang kacau setelah kepergian Dewa sebulan yang lalu. Namun, semua itu harus disingkirkan demi masa depannya.
"Lu udah belajar, belum?" tanya Sarah saat mereka akan pergi ke kantin.
Anaya menggeleng.
"Kok, belum? Entar lu nggak lulus, Nay!" seru Sarah.
"Nggak tahu gue mau mulai belajarnya dari mana," jawab Anaya.
Sarah menghela napas. Um, sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk menasihati Anaya karena dia tidak akan mendengarnya. Lebih baik biarkan dia dengan pikirannya sendiri.
"Lagi ngapain, tuh, geng Mancha?" tanya Anaya sembari menunjuk keramaian yang tampak di pohon beringin yang berada di sebelah kantin. Duduk di bawah pohon itu adalah tempat favoritnya bersama Dewa.
Sarah mengangkat bahunya.
"Ke sana, yuk!" seru Anaya sembari menarik lengan Sarah dengan lembut.
"Serius, lu?" tanya Sarah.
Anaya mengangguk. Dengan cepat, dia menarik tangan Sarah dan berlari ke arah pohon beringin itu.
Sarah mengikuti langkah sahabatnya.
Tak perlu menunggu lama, mereka berdua sampai di tempat. Anaya mengernyitkan dahinya. Dia melihat Noni, Tantri, dan Rika sedang berdiri di depan sambil membawa karton berwarna putih yang bertuliskan, Anaya Nggak Boleh Manggung di Promnite!
Anaya mengucek kedua matanya untuk meyakinkan kembali bahwa kalimat yang tertulis di karton itu salah. Namun, ternyata berkali-kali dia memelotot ke depan, tulisan itu benar dan nyata.
"Eh, apa-apaan mereka?" Sarah membelalakkan kedua bola matanya. Tangan kanannya terkepal kuat.
Anaya menoleh ke arah Sarah. "Tulisan itu benar, Rah? Gue dilarang manggung pas promnite nanti?" tanyanya.
Sarah mengangguk. "Gila, nih, si Noni!"
Anaya menggigit bibirnya. Dengan langkah tegak, dia berjalan ke depan. Wajahnya yang memerah sedang menunjukkan sebuah amarah. Dia tidak terima dengan perlakuan Noni dan gengnya.
Sarah mencoba menghalang niat Anaya, tetapi sudah terlambat. Anaya sudah berada di depan sekarang.
"Apa maksud, lu?" tanya Anaya dengan lantang. Dia juga memberikan sebuah pukulan di bahu Noni.
Noni tersenyum kecut. "Maksud gue adalah supaya lu mundur dari Electric Band!"
"Apa?" Anaya tak percaya mendengar jawaban Noni.
"Lu itu nggak pantes jadi teman duetnya Rama. Gue yang pantas!" seru Noni. Dia juga tak ingin mengalah, sebuah pukulan yang lebih kuat mendarat di dada Anaya.
Anaya hampir terjatuh karena pukulan itu, tetapi dia menahan tubuhnya dengan berpijak kuat di tanah.
"Yang gue nggak habis pikir, kenapa Rama bisa milih lu jadi teman duetnya? Apa karena Dewa, ya?" Tantri menyambut kalimat Noni dari belakangnya.
"Jangan bawa-bawa Dewa dalam masalah ini!" seru Anaya dengan keras.
"Hahaha... Ngerasa bersalah sekarang?" ucap Rika mulai mencibir Anaya.
Anaya mengepalkan tangannya. Emosinya semakin memuncak.
"Kalo Dewa nggak bantuin lu saat audisi, lu juga nggak akan bisa jadi temen duetnya Rama," ucap Noni dengan tegas.
"Eh, setelah lu kepilih dan dekat sama Rama, lu lupain Dewa sampe dia pergi selama-lamanya demi lu!" seru Tantri.
"Mulut lu dijaga!" Anaya mulai melampiskan amarahnya dan menunjuk Tantri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thankyou, Dewa (Tamat)
Novela JuvenilMenjalin persahabatan hampir sembilan tahun lamanya, membuat Dewa terancam dengan perasaannya sendiri. Kadang rasa takut kehilangan lebih kuat daripada sekadar memiliki Anaya seutuhnya. Tak tahu sampai kapan dia harus menyimpan perasaannya sendiri. ...