Sarah mengembalikan buku catatan Bahasa Indonesia milik Anaya yang dibawanya pulang Senin lalu. Anaya sempat down dengan suasana hatinya yang kacau ditinggal oleh Dewa. Dia tak tega membiarkan Anaya sendiri menghadapi kekacauan itu dan berniat menolongnya dengan cara menyalin semua pelajaran Anaya yang tertinggal.
Sarah berdiri di samping Anaya sambil memegang buku. "Nih, udah selesai semua catatan Bahasa Indonesia lu!" serunya sembari mengembalikan buku itu pada Anaya.
Anaya tersenyum lebar. "Masyaallah, Sarah! Baik banget, sih, lu sama gue! Gimana gue balas ini semua, coba?" ucapnya sembari memeluk erat sahabatnya.
"Bersyukur, dong, lu punya sahabat kayak gue! Perhatian, nggak tegaan, baik hati, dan sangat mengerti apa yang ada di dalam kepala lu ini!" seru Sarah sambil menyentil dahi Anaya.
"Emang apa yang ada dalam kepala gue?"
"Banyaklah, termasuk gimana caranya biar gue merasa iba sama lu," jawab Sarah seraya mengerucutkan bibirnya.
Anaya tersenyum. Kemudian, dia memeluk Sarah dengan kuat. "Makasih banyak, sahabatku sayang!" serunya. Tak berapa lama, dia pun mencium kedua pipi Sarah.
"Naya, jorok banget, sih? Ih, dasar!" Sarah terus menggerutu sembari mengambil tisu dari dalam laci meja dan menghapus kedua pipinya.
"Hehe... Itu juga sebagai bentuk perhatian dan terima kasih gue ke elu, Sarah!" jawab Anaya.
"Nggak usah pake dicium, dong! Kalo yang nyium gue Lee Min Ho, nggak apa-apa juga!" seru Sarah masih berwajah masam.
Anaya tak menghiraukan kalimat Sarah. Dia melirik ke luar jendela. "Um, lu lihat Rama, nggak?" tanyanya pada Sarah.
Sarah mendengus. "Ada tadi, pas gue masuk perpustakaan. Kalo sekarang, nggak tahu, deh, dimana," jawabnya. Kemudian, dia duduk di bangku dan mengambil cushion terbaru hasil buruan selama tiga jam di mall semalam sore. Dengan perlahan-lahan, dia pun menempelkan spons di pipi kanan dan kiri yang baru saja dicium oleh Anaya.
"Segitunya, Rah?" tanya Anaya yang heran melihat tingkah Sarah setelah dia mendaratkan sebuah ciuman di pipi Sarah.
Sarah tak peduli. Dia tetap berhias.
Anaya pun diam. Dia tahu bahwa gadis yang satu ini memang hobi berdandan.
"Eh, semalam kemana? Kok, buru-buru amat lu pulang sekolah?" tanya Sarah.
Anaya menyandarkan tubuhnya ke bangku. "Pergi sama Rama," jawabnya.
Sarah terkejut. "Kalian pacaran?"
Anaya mengernyitkan dahi. "Nggaklah. Gila lu!"
"Terus, apa, dong, namanya?"
"Temenan."
"Oh, ya? Nggak percaya gue!" seru Sarah.
"Eh, jangan buat isu, deh! Gue sama Rama itu nggak punya hubungan apa-apa, kecuali teman ngeband doang." Anaya menepuk punggung Sarah.
"Masa, sih, temenan? Padahal, lu jalan bareng terus sama dia, kan?"
Anaya duduk dengan tegak. Kemudian, tangannya menarik wajah Sarah ke depan. "Lu lihat gue sama Dewa, nggak? Temenan, kan? Tiap hari bareng, kan? Ya, udah, nggak beda sama Rama juga."
Sarah tersenyum. "Ya, kalian emang temenan. Temenan, tapi mesra."
Anaya mengerucutkan bibirnya.
"Emang lu ke mana sama Rama?"
"Ngopi sekaligus curhat."
"Curhat tentang Dewa?" tanya Sarah.
Anaya menggeleng. "Gue lagi sebel banget sama Johan! Tiap latihan diledeki mulu. Mana omongannya tajam banget ngalahin pisau dapur emak gue!" seru Anaya sedikit berlebihan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thankyou, Dewa (Tamat)
Ficção AdolescenteMenjalin persahabatan hampir sembilan tahun lamanya, membuat Dewa terancam dengan perasaannya sendiri. Kadang rasa takut kehilangan lebih kuat daripada sekadar memiliki Anaya seutuhnya. Tak tahu sampai kapan dia harus menyimpan perasaannya sendiri. ...