1. Sekala Abimanyu

402 27 0
                                    


Embun yang bahkan belum jatuh pada daun nangka serta tanah basah akibat hujan itu tak mampu menyurutkan jejak yang terus melangkah.

Hari yang masih pagi untuk dibilang berangkat sekolah, padahal jarak sekolah dan rumah cukup dekat.

Semerbak harum masakan di atas meja makan bahkan tidak mampu membuat langkahnya terhenti.

"Kala." Panggilan dengan nada lembut dari arah belakang mengalun.

Sang Puan pun mulai mendekat ke arah anak semata wayangnya.

"Sarapan dulu ya, nak."

"Di sekolah aja, Bu." Jawab Sekala, sedikit menunduk menyembunyikan luka di sudut bibir yang sudah membiru karena tidak diobati.

Bagaimanapun Sekala menyembunyikan luka itu, mata sang Ibu tetap jeli untuk melihat.

"Ini kenapa? Berantem lagi?" tanyanya sembari menyentuh bagian yang terluka.

Ini yang membuat Sekala berangkat lebih awal, tidak ingin membuat Ibunya terlalu khawatir tentang luka yang bahkan tidak parah baginya.

"Nggak papa, jatuh doang kemarin." Bohongnya.

"Masa? Ibu nggak percaya."

"Ibuuuu, beneran sumpah. Kala nggak bohong." Dengan muka yang dibuat semelas mungkin Sekala berusaha untuk tidak membuat Ibu kesayangannya ini khawatir.

Membuat Ibunya seperti ini adalah hal yang paling Sekala benci. Tapi, berandalan di luar sana bahkan tidak memberinya celah untuk bernafas.

Selalu pulang dalam keadaan babak belur.

"Sudah diobati?" tanya Ibu.

"Udah kok."

Dengan hela nafas panjang Ibu belai surai hitam legam milik Sekala.

"Jangan luka ya Ka, kamu yang luka Ibu yang sakit." Ucapan itu hanya mengalun menjadi dengungan panjang di telinga Sekala.

Tubuhnya yang didekap erat oleh sang Ibu hanya ia balas sekadarnya.

"Maafin Bapak ya." Mendengar itu pelukan pun terlepas.

"Kala berangkat dulu Bu, Assalamualaikum." Ucap Sekala, mencium tangan Ibunya kemudian beranjak begitu saja.

Punggung yang telah hilang dari pandangan itu masih mampu Ibu rasakan wangi Sekala yang tinggal.

"Kamu anak yang kuat Kala, jadi Ibu mohon tetap bertahan di dunia yang terus memaksa kamu menjadi orang jahat."

-Senja Terakhir-

Melangkah menuju kelasnya di lantai atas, Sekala dibuat bingung dengan tatapan yang terus tertuju padanya di sepanjang koridor.

Berangkat awal tapi singgah-singgah dulu anaknya, maka dari itu koridor sudah penuh sama murid-murid yang lagi nunggu kelas dimulai.

Entah ngerumpi atau adu sana-sini siapa tugasnya yang belum selesai.

"Ngapa sih orang-orang pada liatin. Kenapa? Ganteng?" monolog Sekala.

SENJA TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang