18. Menikmati Sore Bersama Sekala

114 13 0
                                    


Pagi kali ini cukup beda Haidan rasakan. Bangun tidur pertama di kamar yang berbeda, bangun tidur pertama dengan perasaan nyaman setelah Mama tiada.


Pertama kali membuka mata dengan perasaan yang sedikit lega.

Tapi, ada satu yang mengganjal di hatinya. Apa baik seperti ini? Mendapat masalah di rumah tapi ia malah menginap di rumah orang lain.

"Gue udah bener kan?" tanyanya pada diri sendiri.

Cukup iri pada Sekala yang bisa dengan cepat menyelesaikan masalah sedangkan ia lebih suka lari dari masalah apapun itu.

"Kala mana, masih pagi ini nggak mungkin kan minimarket buka?" menatap ke segala arah mencari atensi Sekala, membuka mata pertama kali, tapi anak itu sudah tidak ada.

Lantas segera beranjak dari tidurnya, lalu membereskan kasur Sekala yang cukup berantakan.

"Eh, apa-apaan ini, tamu kok beres-beres!" sampai pada teriakan sang Ibu mengalun dari balik pintu.

Haidan yang menyadari itu lalu hanya tersenyum canggung.

"Hehe, nggak papa, Ma. Aku nggak bisa lihat yang berantakan kayak gini." Haidan tidak bohong, memang betul apa yang ia katakan.

Sifat pembersihnya ini mungkin menurun dari mendiang Mama.

"Oh iya, Sekala mana ya, Ma?" tanya Haidan.

"Lagi mandi anaknya."

"Kenapa nggak di sini aja? Kan di sini juga ada kamar mandi."

Ibu yang tersenyum lantas mengusap pelan surai Haidan.

"Kala nggak mau bangunin kamu kalau dia mandi di sini, anaknya emang kalau mandi suka ribut sendiri guyur air ke badan sambil nyanyi-nyanyi nggak jelas pula." Jelas Ibu masih dengan nada lembut yang khas.

Ibu yang duduk di kasur lantas ikut duduk juga Haidan di sebelahnya.

"Tapi, aneh nggak menurut kamu?" tanya Ibu tiba-tiba.

"Aneh kenapa, Ma?"

"Kala tuh libur aja masih suka keluar, mana mandi pagi-pagi lagi." Ujar Ibu.

"Gue mohon jangan kasih tau Ibu ya Dan kalau gue kerja. Kalau tau dia pasti ngelarang."

Kecurigaan Ibu serta ucapan Sekala hari itu benar-benar membuat Haidan dilema. Harus bagaimana ia sekarang, ingin memberitahu Ibu tapi ia juga tidak punya hak untuk melanggar amanat yang diberikan Sekala.

"Ehm, kan bagus, Ma. Itu berarti Kala jadi anak yang rajin, jarang lo ada anak laki-laki yang mandi tiap hari. Pagi-pagi lagi." Ujar Haidan.

Ibu yang mendengar itu hanya menggangguk pelan, masih curiga tapi memang benar sih apa yang dibilang oleh Haidan.

"Iya juga ya, tapi soal keluar rumah terus. Emang kamu gitu juga?" tanya Ibu lagi dengan tingkat kekepoan yang tinggi serta wajah lucu yang membuat Haidan terkekeh.

"Gini Ma, kalau menurut Idan nih. Kala kan anak laki-laki apalagi di rumah Mama sama Bapak jarang ada jadi mungkin aja Kala keluar buat cari hiburan. Kan suntuk juga terus-terusan di rumah." Jelas Haidan mencoba untuk menjaga rahasia Sekala agar tidak terbongkar.

SENJA TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang