17. Senyum Yang Pulang

107 14 0
                                    


Malam yang semakin larut kini sedikit mendung dari biasanya, terbukti bagaimana gelapnya nabastala di atas sana.

Mengalun sedikit suara gemuruh yang mampu membuat dua insan yang ada dalam satu kamar tersentak.

"Jangan main hp, Ka."

"Kenapa?" tanya Sekala sedikit bingung.

"Nggak liat apa cuacanya kayak gini, ntar kesamber petir lo kalau main hp." Jelas Haidan, sedikit menahan emosi. Karena Sekala itu tipe orang yang batu kalau dikasih tau.

"Iya-iya, nih udah gue simpen." Ucapnya meletakkan dengan pasrah ponsel pada nakas di sebelah. Padahal sedang asyik chattan sama Prima.

Kini keduanya benar-benar dilanda canggung terbukti karena hening yang cukup lama itu tetap menemani tampa ada penambahan topik.

Siapa yang tidak canggung jika pertama kali sekamar bahkan sekasur dengan orang baru. Sekala sih biasa saja tapi Haidan cukup gugup, mungkin?

"Tidur." Ujar Sekala saat mengerti orang di sebelahnya ini masih menatapnya dalam diam.

"Nggak bisa."

"Kenapa?"

"Insom." Celetuk Haidan.

"Lo punya?" tanya Sekala lagi, kini berbalik menghadap Haidan yang tidur terlentang menghadap langit-langit kamar Sekala.

"Iya."

Entah bagaimana bisa rumah yang tidak dikatakan besar juga kecil ini bahkan mampu memberi kenyamanan sekaligus candu bagi Haidan, lebih daripada ia berada di rumah sendiri.

Memang rumah yang ditinggali itu bukan karena besar atau kecil volume rumahnya, tapi orang-orang yang ada di dalamnya.

Orang yang ikut tinggal bersama apakah bisa memberi nyaman atau sebaliknya.

"Dan." Panggil Sekala tiba-tiba.

"Hmm?"

Menghela nafas sejenak, entahlah, perasaannya agak berbeda malam ini.

Sedikit gelisah, capek, dan apalah, susah didefinisikan.

Lama tidak ada jawaban Haidan menoleh ke arah Sekala yang memejam.

"Kenapa?" lantas netra keduanya mulai bertubrukan.

"Lo mau janji lagi nggak sama gue?" tanya Sekala kemudian.

"Janji apa?"

"Janji tentang dapetin atensi bokap lo." Ucapan dari Sekala mengalun bersama setiap tanda tanya di benak Haidan.

"Gue cuman pengen lo bisa rasain rumah yang sebenarnya, Dan. Jadi kalau nanti gue udah nggak ada.... gue udah liat lo bahagia sama bokap lo." Ucapan Sekala tersebut mampu membuat Haidan beranjak dari tidurnya.

"Lo ngomong apa sih?!" tampak Haidan yang berusaha menahan emosi.

Apakah sahabatnya ini sedang bermimpi sampai tidak jelas saat berbicara?

SENJA TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang