7. Hidup Yang Membosankan

126 14 0
                                    


Sepulang sekolah yang biasanya diteruskan dengan pulang ke rumah, tidak dengan Sekala. Karena minimarket tempatnya bekerja sudah dibuka kembali maka ia akan mulai bekerja seperti hari-hari biasa.

Capek sebenarnya sekolah sambil kerja. Tapi, bagi Sekala ini semua demi meringankan beban Ibu.

Ibu juga tidak pernah tau kalau Sekala bekerja, beda dengan Bapak yang pernah memergoki Sekala memakai seragam kerjanya di minimarket tersebut.

Alhasil karena Sekala memohon untuk tidak memberi tahu Ibu, Bapak mengambil kesempatan itu guna meminta uang kepada Sekala.

Kembali lagi pada Sekala yang kini telah berganti pakaian dan duduk di tempatnya, menjadi kasir.

Untung di sini bisa memperkerjakan remaja yang belum lulus. Kerja part time.

Jadi sepulang sekolah Sekala langsung kemari lalu pulang pada malam hari.

"Lama nggak ketemu, Ka." Ujar salah satu perempuan yang juga menjadi kasir di sebelah Sekala.

"Eh, iya Mbak. Lama banget soalnya tutup."

"Bener, Bapak Negara ada acara soalnya."

Mendengar kata 'Bapak Negara' yang ditujukan untuk bos mereka itu membuat Sekala tertawa.

"Mbak, ada-ada aja."

"Oh iya, Ka."

"Kenapa Mbak?" tanya Sekala sedikit penasaran.

"Kamu emangnya nggak capek habis pulang sekolah langsung kerja?"

Pertanyaan yang terlontar dibalas senyum khas oleh Sekala.

"Ya, capek sih pasti Mbak. Tapi, kalau nggak kerja kasihan Ibu banting tulang sendiri." Ujar Sekala.

Mbak Larisa begitu biasa dipanggil, mengembangkan senyum miliknya. Berpikir tentang, di luar sana apa masih ada anak lain yang seperti Sekala?

Orang tua saja kadang ada yang lalai tentang mencari nafkah, sedangkan di sini, di hadapannya, anak SMA kelas 2 yang bahkan belum mencapai usia 17 tahun sudah bisa berpikir ke depan dengan bekerja membantu orang tua.

Lantas ucapan Sekala tadi hanya dibalas hening oleh keduanya, kembali fokus pada pekerjaan masing-masing. Melayani para konsumen yang berbelanja bulanan atau sekadar singgah membeli air mineral.

"Ini aja, Mas?" tanya Sekala, pada salah satu remaja yang masih memakai seragam putih abu-abu, menyodorkan sebotol air mineral untuk dicek harganya.

"Iya." Jawabnya singkat.

Setelah selesai menggesek kartu milik si pembeli Sekala mendongak. Melihat lekat raut wajah yang ada di depannya kini.

"Lo kan..."

"Kala, itu dikasih dulu barangnya." Tegur Larisa, saat melihat Sekala yang hanya bengong sambil memegang barang remaja yang ada di depannya kini.

"Eh iya, ini."

Setelah barang dan kartu diambil remaja tersebut berlalu tampa sepatah kata pun kecuali 'iya'.

SENJA TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang