5. Fisik Yang Cepat Pulih

164 21 4
                                    


Siang yang cukup terik kali ini ditambah lagi serangan panik yang menghampiri Azka semakin membuat ia kelimpungan.

Seragam miliknya yang sudah dipenuhi noda darah milik Sekala menjadi pelengkap asumsi seseorang bahwa remaja satu ini mungkin sedang dalam kondisi tidak normal atau gila.

Duduk di ruang tunggu tempat Sekala ditangani dengan raut wajah yang benar-benar susah untuk didefinisikan.

Beberapa kali mengintip di balik celah pintu UGD yang transparan, melihat keadaan di dalam.

Berharap remaja yang besar bersama adiknya itu tetap bernafas.

"Bang Azka?" menoleh ke arah belakang saat panggilan tak asing mengalun.

"Bim." Iya, yang memanggil Azka itu Bima. Rumah sakit tempat Azka membawa Sekala kebetulan rumah sakit yang sama dengan Bima dirawat.

Dengan bantuan tongkat Bima menghampiri sang kakak.

"Ngapain di sini?" tanya Bima, tampak bingung, kalaupun ingin menjenguk dia apakah Abangnya ini lupa ingatan sampai tidak ingat mana ruang rawat dan ruang UGD.

Azka tampak kelu, sebab kalau Bima tau bisa makin runyam masalahnya.

"E-e, i-itu..."

"Mas Azka ya?" lantas panggilan suster yang barusan keluar dari ruang UGD menjadi penyelamat sementara bagi Azka.

"Iya, Sus." Jawab Azka.

"Jadi begini Mas, karena luka di lengan pasien cukup dalam jadi darah yang keluar cukup banyak. Pasien butuh donor darah segera, Mas." Ucap suster tersebut.

"Golongannya apa, Sus?"

"A Mas."

"Kebetulan stok darah kami sedang habis." Sambung suster bername tag Viola itu.

"Saya saja kalau begitu, kebetulan golongan darah saya A."

"Baik, silahkan masuk, kami periksa dulu."

Suster Viola yang masuk terlebih dahulu lantas diikuti oleh Azka, namun terhenti saat Bima menahan lengannya.

"Siapa Bang?"

Dengan senyum yang mengembang Azka berucap.

"Nanti ya Abang jelasin." Lantas sang kakak lepas perlahan cekalan tangan Bima, mulai masuk ke dalam ruang UGD.

"Kok perasaan gue jadi nggak enak?" monolog Bima.

Sementara di dalam UGD darah milik Azka yang telah diperiksa mulai dipompa melalui selang yang langsung tertuju pada lengan Sekala.

Brankar yang berdampingan mampu membuat Azka bisa lebih leluasa melihat pejam yang tampak pulas milik Sekala.

Lengan Sekala yang diperban jadi fokus paling utama yang ditatap Azka. Luka bekas sabetan pisau Rio yang telah dijahit.

"Maafin gue ya Ka, nggak bisa jagain lo." Ujar Azka.

Ingin rasanya mengelus surai legam itu tapi karena posisi yang tidak memungkinkan jadilah ia tahan.

SENJA TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang