Bab ini setara dengan 2 bab😴
Kalau ada yg bilang pendek, kurang dll, silakan lanjutin sendiri sesuai imajinasi.***
Hari demi hari berlalu begitu cepat. Tidak terasa ini adalah hari ke 369 Altaf tanpa Zea. Jangankan bertemu, sekadar tahu kabar dan kondisi gadis itu saja ia tidak bisa. Altaf sering melamun saat ia sedang sendiri. Membayangkan Zea sedang apa saat ini. Apa gadis itu sudah makan? Pakaian apa yang ia kenakan hari ini? Apa tertutup? Pasti Zea semakin cantik setiap harinya.
"Mas, coklat yang di sana habis ya?"
Altaf mengerjap saat seseorang bertanya padanya. Ia tersenyum ramah sambil mengikuti arah telunjuk gadis kecil di depannya.
"Coklat yang mana, Dek?"
"Itu. Yang biasa aku beli. Bungkusnya warna merah."
Altaf menggaruk pelipisnya. Ia memang bekerja di sini sudah 300 hari, tapi ia tidak hafal dengan merek-merek coklat dari bungkusnya. Lagipun, tugas Altaf bukan mengecek stok barang, melainkan hanya kasir dan tukang angkat saja.
"Ke sini deh, Mas. Masa gak tahu sih coklatnya," ajak si gadis kecil.
Altaf menurut saja. Ia meninggalkan meja kasir kepada temannya yang lain, lalu mengikuti langkah kaki gadis kecil di depannya.
"Oh, iya habis," kata Altaf saat melihat bagian rak yang kosong.
Gadis kecil di depannya bersedekap dada sambil mencebikkan bibir. Ia sangat ingin coklat itu tapi malah habis. Dengan lesu ia meninggalkan Altaf dan berlalu keluar dari minimarket.
"Napa lagi tuh bocah?" tanya rekan kerja Altaf.
Altaf terkekeh, "coklat yang biasa dia beli habis."
"Oh, yang bungkus merah ya? Emang gak bakal ada stok masuk sampai bulan depan," balas rekan Altaf tersebut.
Altaf kembali ke kasir, lalu menoleh saat seseorang meletakkan keranjang belanjaan di atas meja kasir. Tubuh Altaf menegang seketika. Hampir setahun ini ia tidak lagi melihat gadis di depannya.
"Bisa kita bicara bentar, Al?" tanya gadis itu.
Altaf menoleh pada rekan kerjanya sesama kasir, lelaki itu memberikan anggukan pada Altaf dan ia menyetujui permintaan gadis di depannya.
Usai menghitung belanjaan gadis itu, Altaf mengikuti langkahnya keluar dari minimarket. Ada beberapa kursi dan meja di depan tempat kerja Altaf itu. Mereka memilih duduk di sana.
"Kamu apa kabar?" tanya gadis itu lebih dulu.
Altaf menunduk menatap tautan tangannya. "Baik. Lo?"
Gadis itu mengangguk sambil tersenyum. "Baik."
Keduanya terdiam beberapa saat sebelum gadis itu kembali berkata. "Aku gak nyangka kalau kamu bakal milih ninggalin semuanya ketimbang dijodohin sama aku."
Altaf menarik napas berat. "Gue udah bilang sejak awal kalau lo cuma gue anggap teman. Gue punya pacar. Tapi lo masih ngotot buat lanjutin perjodohan konyol itu," balas Altaf dengan tenang meski sebenarnya ia mulai terpancing emosi karena mengingat kejadian itulah yang membuat ia dan Zea akhirnya hilang komunikasi.
"Tante udah cerita semuanya. Tante yang datang ke rumah orangtua Zea buat minta dia ngalah sebentar demi hubungan kita. Tante gak nyangka aja kalau Zea bakal milih mundur. Dia gak beneran sayang sama kamu, Al," ujar gadis itu sambil menoleh pada Altaf. Dari tatapannya, ia masih berharap kalau Altaf bisa membuka hati untuknya.
Altaf terkekeh, "lo gak tahu apa-apa soal Zea. Lo gak berhak nilai perasaan dia gimana ke gue. Kalau gak ada yang mau lo bilang lagi, gue lanjut kerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...