Thirty three

840 174 11
                                    

Matahari yang enggan tetap terjaga, kini hampir tertidur. Sebuah senja yang sedikit hangat dan nyaman membuat euforia baru bagi seorang perempuan. Senyum tak bisa berhenti merekah dari bibirnya. Ketukan pada setiap langkah dari sepatu pinjaman itu bagai sebuah lagu dari kegembiraan.

Seorang wanita disebelahnya, setia mengikuti. Bak sepasang ibu dan gadis kecilnya. Senyumnya terpancing melihat remaja 18 tahun yang baru ia kenal itu, berjalan dengan antusias seperti anak-anak. melihat sosok anak-anak yang terlihat bahagia ditengah kejamnya kehidupan, adalah Sebuah kebahagiaan kecil bagi wanita yang akan segera mencapai gelar ibu—yang tentunya ia dapat setelah menikahi kekasihnya dalam waktu yang tak lama lagi.

"(Name)-chan, sudah siap?"

Dehaman kecil menjadi jawaban untuk wanita bersurai burnt coral itu.

"Aku hanya perlu menceritakannya pada adik polisi ku itu, kan, Hina-san?"

Hinata mengangguk dan setuju "Ya, supaya kami bisa melindungi mu, jikalau mereka memburu mu lagi, (name)-chan"

"aku tidak tau harus berterimakasih seperti apa lagi" (name) menggaruk tengkuknya dengan malu. Hina membalasnya dengan sebuah senyuman

"kalau (name)-chan pulang, lalu memeluk ibu mu, itu akan menjadi ucapan terimakasih terbaik bagiku"

(name) dibuat tertegun dengan ucapan Hina. ia terpukau dengan kesabaran dan kelembutan milik wanita di sampingnya itu. ternyata masih ada orang yang bisa mengucapkan kalimat mulia seperti itu. coret pikiran (name) yang bertuliskan bahwa semua orang itu jahat dan buruk.

saking baiknya, aku agak merinding

"oh, ngomong-ngomong, (name)-chan pasti mengenal Yuzuha-chan, benar?" tanya Hina.

"huh?—oh! tentu saja Hina-san tau, ya. tentu, dia banyak membantuku. aku akan berterimakasih kepada nya setelah semua ini selesai"

Hina memperlihatkan seringai manisnya "hihi, kau tau? Yuzuha-chan itu temanku sejak SMP, loh"

"wah... kalian bisa berteman selama itu? hebat!" kagum (name)

"itu keajaiban. nah, (name)-chan, yang di depan sana itu kantor adik ku"
Hina menunjuk sebuah gedung dua lantai di dekat sebuah persimpangan. gedung yang lebih mirip apartemen itu sama sekali tak menunjukkan sebuah kantor polisi. terkesan beradaptasi dengan bangunan-bangunan lain.

"lebih bagus dari bayanganku" sindir (name), ditambah dengan kikikan kecil di akhirnya.

"itu namanya penyamaran lokasi, (name)-chan"

cklek

pintu kantor itu terkunci rapat

tok tok tok

"Naoto, ini Nee-san!" pekikan Hina melengking tanpa ragu. tak ada jawaban dari sana. Hina mengernyit karena tak ada seorangpun yang membuka pintu. padahal seingatnya, Naoto bilang ia dan rekannya ada di kantor.

"Hina-san, disana ada bel" sela (name)

"oh, benar"

ting ting ting

cklek

"dengan detektif dan polisi Tach— Nee-san?!"

"ya, ini aku, bersama (fullname)-chan" Hina menunjuk bagian belakang tubuhnya dengan ibu jari. mendengar nama subjek misi nya, Naoto memiringkan tubuhnya ke samping untuk melihat sosok di belakang kakak perempuannya.

Naoto terkesiap "kau benar, itu (fullname)"  kagumnya.

"jadi kau pikir Nee-san bohong, hah?!" protes Hina, yang tentunya dengan cara yang anggunly dan slayy.

EXPERIMENTAL [ BONTEN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang