Thirty nine

842 103 19
                                    

vote dlu g sie, maniezz
















drrttt drrttt

getaran kecil dari saku celana Naoto, mengalihkan atensinya. dia mengangkat sebuah panggilan dari atasannya itu. Naoto tak banyak bicara ketika panggilan itu berlangsung. lalu sumpit yang sudah mengapit nasi itu dijatuhkan begitu saja. menabrak mangkuknya dan berakhir tergeletak di meja makan.

"maaf, aku harus segera pergi" semuanya tambah terkejut dengan perilaku Naoto. dia berdiri dan berniat pergi begitu saja.

"wow, wow?!!" Rindou mencoba menahannya sebelum pergi tanpa penjelasan.

"tunggu, Naoto! apa yang terjadi?!" Hina berdiri membuka suaranya.

"baru saja, ada lima pengeboman beruntun di pusat prefektur yang berbeda. kami harus segera bergerak!" Naoto kembali berniat pergi, namun Rindou mencegatnya.

"tetap disini"

"apa maksudmu?!

"ini bagian dari operasi itu. ingat yang (surname)-san bilang? mereka akan mengacau dari lingkungan kecil. seperti keributan kecil beberapa saat lalu. lalu alur yang diinginkan adalah polisi mengabaikannya, dan itu benar-benar terjadi"

"karena diabaikan, mereka berulah lebih nekat lagi untuk menarik perhatian. ini sudah pembantaian tingkat yang lebih tinggi lagi, Naoto. jika ini puncaknya, mereka akan membantai kita hari ini juga"

Naoto melepaskan tangannya dari Rindou. kedua tangannya merapikan jas yang melekat di tubuhnya. wajahnya tak lagi panik. helaan keluar dari mulutnya.

"pikirkan tentang warga sipil. tugasku adalah melindungi mereka, bukan diri sendiri" dengan berat hati, kakinya melangkah pergi dari sana.

"Naoto, itu berbahaya" ucap Hina

"maaf, Nee-san. aku juga polisi. ini sudah tanggungjawab ku. aku tidak bisa diam begitu saja. daijoubu, aku akan pulang dengan selamat. sampai jumpa"

"dan kau, kau lebih baik diam disini dan lindungi mereka"

pria itu pergi tanpa sepatah kata lagi. meninggalkan kakak dan rekan baru nya yang diselubungi oleh rasa cemas. juga (name) yang, bingung? apa dia bingung? wajahnya mematung sedari tadi dengan tatapan lurus yang dalam. menimbang-nimbang apakah yang harus dilakukan ketika kematian orang-orang semakin dekat dan terus mendekat.

ini... semua hal ini, apa termasuk dalam kesalahan ku juga?

mungkin hari ini adalah perang

"(name)-chan, cepat, ayo kau harus kembali ke kamar" Hina menuntun perempuan itu kedalam kamarnya. setelah (name) yang masih lemas itu terbaring di ranjang nya, Hina keluar begitu saja dan menutup akses keluar-masuk di kamarnya.

"Tachibana-san, kau menguncinya?"

"ini yang terbaik. kau! bantu aku menutup semua jendela dan pintunya!"

"aku?" Rindou menunjuk dirinya sendiri.

Hina mengangguk "Naoto sedang berjuang untuk orang-orang diluar sana, termasuk (name)-chan. setidaknya kita juga harus membantunya dengan melindungi (name)-chan!"

Hina berlari dari ruang makan itu ke pintu depan. lalu sibuk dengan benda yang mengunci pintunya.

apa dia berniat menghadapi Bonten dengan mengurung diri di rumah?!

dengan cepat, Rindou mengejar wanita itu, menahan tangannya agar tak lagi memutar kunci yang tertanam dalam lubang pintu. "Tachibana-san, kurasa berlindung disini bukan hal yang bisa dijadikan tameng untuk waktu yang lama. akan bahaya kalau mereka sampai kesini"

EXPERIMENTAL [ BONTEN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang