Epilog

12 1 0
                                    

"Anneth, Puji Tuhan, akhirnya kamu sadar juga, sayang."

Kata-kata lirih dari seorang wanita yang ku panggil mama.

"Ma... Ma," ucapku terbata-bata.

Mama dan Papa terlihat sangat bahagia, tangisnya menyiratkan rasa lega. Aku juga bahagia karena telah mengambil keputusan yang benar.

Setelah bantuan yang diberikan oleh dokter, kini aku sudah bisa duduk dan mencari udara segar mengelilingi rumah sakit dengan kursi roda.

"Sudah berapa lama semenjak aku tidak sadarkan diri?" tanyaku mengawali pembicaraan.

"Satu tahun, dan mari untuk tidak membicarakan ini terlebih dahulu, papa mempunyai kejutan untukmu." Papa mendorong perlahan kursi roda ku menuju halaman belakang rumah sakit.

"Mama membuat bubur sayuran untuk mu, mari kita makan, Anneth." Mama mengelus rambutku.

"Bagaimana dengan kuliahku?"

"Kamu akan memulainya lagi dari semester awal, tetapi Anneth bukankah tidak baik untuk membicarakan itu sekarang, mari kita fokus untuk memulihkan kesehatanmu."

Aku menanggah, melihat kedua orang tuaku lalu tersenyum.

"Apa kejutan yang disiapkan Papa?"

Papa tersenyum padaku, lalu merogoh sesuatu dari saku jasnya. Sebuah kotak kecil warna hitam kini berada di genggaman tanganku.

"Kamu boleh buka itu sekarang, Anneth."

Aku membuka kotak hitam tersebut, sesuatu yang indah dan berkilau tersimpan di dalamnya. Berlian bintang ini tetap bersinar walaupun di siang hari.

"Bintang berlian ini, kamu simpan sebagai kenangan dari Papa dan Mama, harta kecil ini, suatu saat akan membantumu untuk bisa pergi ke manapun, atau menggapai apapun yang kamu mau."

Aku terbelalak, bintang ini, terlihat sama persis dengan bintang yang berada di ruangan hitam itu.

"Apa aku bisa kemanapun dengan ini?" tanyaku.

"Apa kamu ingin bepergian sekarang?" Papa berlutut, menyetarakan dengan tinggiku. Ia memegang lembut tanganku.

Aku mengangguk seraya berbicara. "Aku ingin pergi bertemu Anna."

Aku melihat Papa dan Mama secara bergantian, raut muka heran dan ketakutan bercampur menjadi satu.

"Bagaimana kamu bisa.. "

"Aku bertemu dengan Anna, mengapa kalian berdua menutupi ini semua dariku? Mengapa kalian semua berbuat seperti ini seolah-olah aku adalah memang pembunuh?" Aku memotong perkataan Mama.

Mama memelukku erat. "Jangan bicarakan itu, kamu sama sekali bukan pembunuh Anneth, hal itu terjadi karena kecelakaan."

Aku menangis di pelukan Mama. "Mama tahu berapa banyak aku merasa sangat bersalah? Anna menghantuiku selama ini, aku terkadang kesal dengan kenyataan bahwa aku harus tetap hidup!''

Aku memberontak, ketika Anna muncul dipikiranku, aku merasa sangat gila.

"Tenang Anneth, tenang, kamu masih putri kami, tidak mungkin kami berdua mempu kehilangan kalian berdua, cukup bagi kami kehilangan Anna, jangan berpikir untuk pergi Anneth, maafkan kami karena merahasiakan ini, kami menyembunyikan ini karena mencari waktu yang tepat, agar kamu bisa berpikir dewasa dan tidak mengambil jalan yang buruk. Maafkan kami, maafkan kami, jangan tinggalkan kami, sayang." Papa ikut memelukku erat.

Aku kini tidak bisa berkata atau bertindak apapun lagi, yang aku mampu hanya menangis di pelukan mereka berdua.

Kejutan pagi hari ini, mungkin adalah tangisan keluarga.

•••

"Ini hari pertama aku untuk berkuliah, aku akan menjadi yang terbaik untukmu, Anna."

Aku menyimpan sekuntum mawar merah pada batu nisan Anna, mengusapnya perlahan lalu pergi.

Kini, menjadi kebiasaan bagiku untuk selalu mengunjungi Anna, setiap akhir atau awal minggu.

Kini aku tahu, bahwa Mama dan Papa juga pernah mengajakku ke sini, masa laluku di tempat hitam itu, adalah gambaran masa lalu ketika aku mengunjungi pemakaman Anna.

Tanpa aku sadari, itulah momen paling haru dan terkenang dalam diriku, sehingga masa laluku saat itulah yang ada di ruangan hitam itu.

Setelah mengalami kecelakaan itu, aku menjadi sedikit trauma menggunakan kendaraan pribadi. Aku turun dari bus tepat di halte sebrang universitas.

Aku menyapu pandangan, tempat ini, kisah ku dan Andreas terbit.

Aku menyebrang melewati zebra cross, tapi aku tidak hampir tertabrak saat tidak melihat lampu merah, itu karena aku sudah mengetahui tentang Anna.

Di jalanan menuju kampus, aku tidak menjatuhkan foto, karena aku kini bukan mahasiswa baru yang sedang terburu-buru karena takut telat.

Di dekat persimpangan jalan itu, aku tidak masuk untuk memakan ramen dengan orang asing, karena aku tidak bertemu dengan siapapun saat ini.

Begitulah akhirnya hidupku yang terasa sangat sepi tanpa orang yang aku cintai. Setelah seseorang mengubah takdirku, apakah masuk akan jikalau sejarah itu dimulai di waktu yang berbeda?

Masa depanku dengan Andreas tetap akan hancur apabila aku tidak mencari Andreas saat ini.

Walaupun Caroline perempuan yang baik untuk Andreas, tapi dia tidak cukup baik untukku.

Aku harus memperjuangkan cintaku juga.

Aku berlari ke tempat di manapun kemungkinan Andreas berada.

"Andreas, aku datang."

Di pintu masuk universitas seseorang menarik tanganku, membawaku pergi ke sebuah tempat yang tidak ramai orang berlalu lalang.

Aku belum sempat melihat orang tersebut namun ia sudah terlanjur membawaku ke dalam pelukannya.

Saat aku mendengar deru nafasnya yang tenang, aku mengeratkan pelukannya.

"Aku akhirnya menemukanmu."

"Kamu menepati janjimu, Andreas."

Kini aku percaya, ketika takdir memutuskan kita untuk bersama, baik waktu, manusia, dan ruang, tidak  akan ada yang bisa memisahkan kita.

T A M A T

Meditasi ✔ [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang