Bagian 23

7 1 0
                                    

David melangkahkan kakinya ke tanah masa lalu, orang-orang asia yang sedang menikmati harinya, harum masakan khas menyeruak, saat David membaca tulisan "Masakan Khas Padang" barulah ia tahu, bahwa ia kini benar-benar ada di Indonesia.

Badannya terasa rapuh, kakinya terasa lemah, bukan karena sekedar faktor usia, bahkan David sempat menyangka bahwa ini adalah efek samping dari kentang rebus yang selalu dimakannya sehari-hari di kediaman mrs. Cintia, apakah begitu?

Tetapi, setelah ditilik lagi, ini bukan karena itu semua. Ia sangat kelelahan hanya karena pergi ke tempat ini.

"Apakah berhasil? David, di mana kamu sekarang?"

Suara mrs. Cintia menggema di telinga, seperti berbisik.

"Ya, aku sudah keluar dari ruangan hitam itu, aku sudah masuk ke dalam pintu, ini benar di Indonesia!" David menyahut dalam hati.

Di kepalanya, harus terfokus pada dua hal, keadaan sekarang, dan juga keadaan di masa depan, agar David tidak kehilangan jejak untuk bertelepati, agar bisa terus terhubung dengan mrs. Cintia.

David sempat panik di ruangan hitam itu, alhasil badannya memberat dan seluruh tubuhnya terangkat ke atas, seperti terbang.

Sekian menit melakukan adaptasi, barulah David paham, bahwa ketenangan adalah kunci dari meditasi yang sedang ia lakukan saat ini.

"Fokus, jangan takut, dan jangan sampai kau tersesat. Itulah tugasmu, satu hari di sini sama dengan sepuluh hari di masa lalu, sebagai balasan atas keberhasilan meditasi ini, kamu boleh mencari tahu masa lalu, apapun yang membuatmu penasaran, asalkan jangan sampai jatuh tempo, atau kamu akan terjebak di sana selamanya."

David mengangguk, menyetujui perkataan mrs. Cintia. David berjalan tak tentu arah, sembari menyelipkan kristal berbentuk bintang ke dalam sakunya, ini adalah kunci untuk bisa kembali ke masa depan.

Ini adalah roh nya, sedangkan jasadnya ada di masa depan, bersemedi.

David berjalan tak tentu arah, bagaimana mungkin ia bisa menemukan seseorang yang dikenalnya saat ini. Tidak, tidak seorangpun.

David membalik badan, melihat ke belakang ketika merasakan mantelnya ditarik oleh seseorang.

"Aku pikir, penyihir itu bohong," ucapnya.

Seorang anak lelaki berusia pertengahan delapan tahun, itu yang David kira. Menatapnya dengan mata berbinar, seakan David adalah idola yang menakjubkan. Dipikir-pikir, ia memang seorang seniman lukis.

Walaupun hampir menginjak manula, tidak bisa dipungkiri bahwa sisi melankolisnya masih terbawa-bawa, atau mungkin, ini akan mengganggunya sampai mati. Bukan karena David tersanjung dihampiri anak kecil, atau mungkin karena ada secercah harapan untuk bisa ikut tinggal di rumah orang sementara waktu. Jikalaupun iya, ada sesuatu yang lebih menyedihkan di sini.

Ia tidak bisa berbicara bahasa Indonesia.

"Apakah kamu superman?" tanya anak itu.

David mengerti superman nya saja, sedangkan suku kata pertamanya biasa ia dengar ketika Andreas berbicara, "apa kabar?"

David hanya menggeleng-gelengkan kepala, sebagai arti, "aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan."

Tapi sang lawan bicara salah tanggap, "kalau begitu, kamu itu apa? Kenapa kamu tiba-tiba muncul seperti nene sihir yang mengeluarkan sesuatu dari tongkat ajaib, kamu memiliki kekuatan apa?"

David kembali menggelengkan kepalanya, mendengar bocah lelaki itu berbicara dengan lebih cepat, tidak ada satu katapun yang ia bisa mengerti, yang David mengerti hanya satu, bocah ini tidak tahu bahwa ia adalah orang Eropa.

Meditasi ✔ [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang