Bagian 4

34 11 0
                                    

"Hati-hati, maut bisa menjemputmu kapan saja."

•••

Andreas sedari tadi melihatku dengan mata tajamnya. Aku kembali meliriknya dengan tatapan tajam pula.

"Kamu pikir aku tidak berani padamu? Seharusnya kini aku sudah seumur denganmu!" ucapku memecah keheningan. Paman David sedang membaca koran di depan rumah ditemani oleh harum bunga mawar.

"Begitu, ya?" tanyanya angkuh.

"Kamu mengetahui namaku? Anneth? Dari mana?" tanyaku balik lalu menyesap teh yang sudah dingin.

"Kamu anak manja yang aku kagumi, saat itu aku hanya memperhatikanmu, tetapi, aku mencoba mendekatimu nona."

Bola mata biru Andreas menyala, postur tubuh yang tinggi, rambut pirang kontras dengan kulit putihnya, tegas dan terlihat gagah, tubuh sempurnanya kini berdiri, melepas kancing kemejanya lalu menatap ke arah jendela yang menampakan padang ilalang.

"Tolong percayalah padaku Andreas, usiaku kini baru delapan belas tahun! Aku dari masa lalu!" kataku memelas.

"Mengapa tidak ada seorangpun yang percaya padaku!" aku benar-benar frustasi saat ini.

Sedangkan Andreas? Lihatlah! Dia malah menghiraukan ku, wajahnya tersinari cahaya matahari. Ia mengedip, kedipannya sangat tenang. Sekarang dia sedang mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Lalu dia menyugar rambut pirangnya.

"Apakah aku dulu kekasihmu Andreas?"

"Untuk apa kau mengungkitnya lagi?"

"Apabila memang iya dulu aku adalah kekasihmu, aku menyesal telah memutuskan mu."

Andreas tertawa miring. "Semua orang akan menyesal setelah memutuskanku."

"Kamu punya kekasih lain selain aku?" tanyaku.

"Ya, Angelyn, Sophia, Jessica mereka bertiga mantan kekasihku."

"Lalu, kenapa mereka semua meninggalkanmu?"

Andreas berdecak pelan. "Hanya kamu satu-satunya mantan kekasihku yang memiliki alasan logis untuk meninggalkanku."

Aku tersenyum. "ya, aku memang orang yang pandai. Tapi bodoh, aku memutuskan laki-laki eropa setampan tuan Andreas."

Andreas memasukan lengannya di saku celana jeans nya. "Anggap saja aku percaya padamu bahwa kamu adalah dari masa lalu."

"Ya! Kamu harus mempercayai yang satu itu!"

Andreas menghampiriku lalu mengusap kepalaku. "Tidurlah, aku sudah siapkan kamar untukmu."

Aku digiring oleh Andreas ke sebuah kamar. Andreas membukankan pintu untukku.

"Bangunkan aku ya, aku takut aku tidak bangun lagi."

Andreas menyenderkan tubuhnya di ambang pintu. "Bukan kah kau tadi bicara, bahwa ini adalah roh mu. Untuk apa kau takut tidak bangun lagi? Kembalilah pada ragamu!"

Aku hanya diam, lalu Andreas pergi seraya menutup pintu.

"Kembalilah pada ragamu!"

Meditasi ✔ [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang