02. Juna Seperti Ayam Sayur

101 31 249
                                    

"Jun, kamu udah baikkan?" tanya Regina pada Yardan dengan tubuh milik Juna.

Yardan bingung untuk menjawab apa, semua kakak kelas menganggap dirinya sakit karena tingkah laku Juna yang tidak biasanya.

"Enggak, kok kak--eh maksudnya Gina."

Regina menatap Juna dengan perasaan iba, sepertinya dia masih belum sembuh. Dia pendiam sekali, Juna yang biasanya heboh berteriak sesuka hati, sekarang malah seperti ayam sayur saja.

"Kamu harus jaga kesehatan, oke?" pesan Regina, lantas pergi untuk membereskan semua barang-barangnya untuk pulang karena perkemahan sekarang sudah selesai.

Yardan menatap punggung Regina yang semakin menjauh, semua teman Juna ternyata baik berbeda saat mereka menjadi panitia kepada adik kelasnya, yang seakan sengaja berlaku sangar. tiba-tiba seseorang menarik tangan dengan keras.

"Cepet ikut aku!" sergah orang itu.

"Mau kemana, Bang?" tanya Yardan yang sekarang sudah tahu bahwa orang itu adalah Juna si kakak kelas yang terjebak di tubuh Yardan.

Juna tidak menggubris pertanyaan Yardan, dia terus memerintahkan Yardan untuk mengikutinya ketempat semalam. Setelah sampai di tempat tujuan Juna menggaruk tengkuknya dia mencari-cari cermin itu.

Juna berdecak. "Bantu cari, dong!" teriaknya pada Yardan.

"Cari apa, Bang?"

"Heh, lemot banget sih! Cari cermin yang kemarin!" timpal Juna yang seakan darahnya mendidih, pagi-pagi seperti ini sudah membuatnya marah saja.

Mereka berdua mencari keberadaan cermin tua terbalik itu. Namun, mencari kemana pun tidak akan pernah ada, sudah beberapa menit waktu terbuang hingga ponsel di saku celana Yardan bergetar. Lantas dia mengangkat telpon itu.

Dia baru sadar ternyata ini ponsel Juna. "Hallo?" ucap Yardan dengan Ragu.

Juna menatap Yardan yang sedang mengangkat telpon, dia yakin pasti teman-temannya mencari dirinya saat ini. Terlihat Yardan menutup telpon, lalu memandang Juna.

"Ngomong apa dia?" tanya Juna.

"Bang, katanya bus udah sampai, kita harus cepet pulang."

Juna mengembuskan napas kasar, sungguh dia sangat buncah dengan kejadian ini. Di luar nalar, tidak mungkin dirinya dan Yardan bisa bertukar jiwa hanya gara-gara cermin tebalik itu.

"Sekarang gimana, Bang?" tanya Yardan dengan wajah khawatir.

"Kita harus cari cermin itu, sampe dapet!" tekad Juna.

"Tapi, Bang dicari juga gak ada."

Juna menatap tajam pada Yardan, bahkan dirinya tidak bisa menyesuaikan diri karena menatap wajahnya sendiri.

"Yardan, peka dong ... Tidak mungkin aku hidup kayak orang miskin gini!"

Ucapan Juna membuat Yardan tersinggung, ternyata orang-orang kaya seperti Juna menganggap rendah orang miskin, ia wajar saja memang kenyataan di dunia ini begitu.

"Tapi, Bang gak ada waktu lagi ... Mereka sudah mau pulang."

"Bisa diam tidak?!" Juna terus saja mencari cermin itu hingga ke semak-semak.

Lagi-lagi ponsel Juna berdering di tangan Yardan dan yang menelpon itu adalah Regina. Juna mendengar itu langsung merebut ponselnya di tangan Yardan. Dia mengangkat telpon, tetapi tidak berbicara.

"Juna, cepetan semua udah kumpul mau pulang!"  ucapan Regina dari sebrang sana.

Juna menutup telepon secara sepihak, kini dia kembali merenung. Memang benar mencari sekarang tidak ada waktu, lalu apa yang harus dilakukan?

"Bang, kayaknya kita cari lain kali saja," ujar Yardan.

"Terus aku gimana, ogah banget hidup sepertimu!"

"Kita usahain aja Bang nanti, kalau sekarang kita kayak gini aja ... gak ada cara lain lagi," jelas Yardan berusaha meyakinkan kakak kelasnya itu.

Juna merenung, memang tidak ada cara lain lagi selain harus seperti ini untuk sementara. Juna berperan sebagai Yardan dan Yardan berperan sebagai Juna.

Juna mengembuskan napas berat, ia sangat kecewa menerima semua ini. Dengan terpaksa mungkin dia harus menyetujui usulan Yardan. "Oke, pokoknya besok-besok kita harus kembali lagi seperti semula, aku gak mau hidup miskin! Ngerti?"

Lagi-lagi ucapan Juna membuat Yardan terluka, mungkin hidupnya saat ini akan penuh dengan hinaan dari mulut dirinya sendiri hanya saja digerakkan oleh Juna.

•••

Mereka sudah sampai di sekolah, tinggal pulang ke rumah masing-masing. Yardan terus celingak-celinguk mencari Juna yang berada di bus angkatan kelas 7, jujur saja dia juga tidak bisa menyesuaikan diri bersama teman-teman Juna apalagi bersikap layaknya Juna, ini sangat sulit.

Yardan berjalan menyusuri setiap bus, hingga dia melihat segerombolan murid turun dari salah satu bus paling belakang, kebetulan sekali itu bus yang dia cari.

"Bang Juna!" teriak Yardan hingga membuat orang-orang menatapnya heran.

Yardan tertegun, menyadari bahwa dirinya kelepasan bicara. Hingga dia diam dan berlagak layaknya Juna. Tak lama akhirnya dia melihat orang yang dicarinya.

"Bang!"

Juna menatap ke sumber suara, kenal bahwa barusan adalah suara dari tubuhnya. Lantas Juna menarik Yardan menjauh dari kerumunan.

"Ngapain?!" tanya Juna sengit.

Yardan menunduk, merasa takut juga berhadapan dengan anak paling nakal seantero sekolah.

"Bang, aku gak tahu rumah Bang Juna dimana."

Juna menggaruk kepalanya, dia juga memikirkan hal yang sama.

"Sini, ponsel aku," pinta Juna.

Yardan menurut dan memberikan ponsel pribadi Juna, sebaliknya Juna pun memberi ponsel Android milik Yardan yang bahkan harganya jauh lebih rendah dari Juna.

Juna mengutak-ngatik dua ponsel itu sebelum memberikannya kepada Yardan, dia meminta nomor dan mengirimkan nomor supirnya kepada ponsel Yardan. Bagaimana pun ponsel tidak bisa di ganggu gugat yang bersifat pribadi.

"Nih, aku udah simpen nomor supirku, kau harus menelponnya dan bilang kalau nomormu baru, ngerti gak?"

"I-iya Bang, kalau gitu makasih ..." Yardan menunduk dan berniat meninggalkan Juna.

"Eh, tunggu dulu, dong."

"Kenapa Bang?"

Juna berdecak, adik kelasnya ini sungguh kurang pintar, dia bahkan tidak memikirkan nasib kakak kelasnya sendiri.

"Rumah kamu dimana?!" tanya Juna dengan sangar.

"Oh, Bang bareng aja sama Reva ... Rumahku dan rumahnya deket," ungkap Yardan.

"Terus naik apa ke sana?"

"Jalan kaki, Bang."

Juna melongo. "Hah? Jalan kaki? Masa ia anak pengusaha sukses pulang jalan kaki!"

Yardan terdiam dia sungguh tak bisa menjawab ucapan Juna yang berhasil menohok perasaannya.

"Enak kamu, naik supir pribadi, masuk ke rumah mewah!" Juna lagi-lagi berdecak. "Sialan emang!"

Yardan menghela napas. "Ya, mau gimana lagi, Bang."

"Yardan!" teriak seorang. "Yardan! Ngapain kamu di sini?" tanya Reva tiba-tiba saja muncul dari samping bus.

Juna gelagapan, dia tidak tahu harus menyatakan apa, beruntungnya Yardan cepat-cepat pergi dari sini.

Reva memegang tangan Yardan. "Ayo kita pulang!"

Juna menurut saja dan mengikuti Reva, lagi-lagi dia mengembuskan napas berat karena pulang dengan berjalan kaki. Nasibnya sangat sial sekali, setidaknya naik angkot atau ojek agar cepat sampai ke rumah. Saat ini keadaannya sangat lelah sekali, dengan tubuh lemah Yardan ini membuatnya tidak bisa menyesuaikan diri.


TBC ...

Kasih aku Kritik dan saran, yah ❤

25/08/22<3

Cermin Terbalik 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang