"Hah! Ini rumahnya?!" teriak Juna saat sampai di kediaman Yardan.
"Iyalah, masa kamu lupa?" jawab Reva sengit.
Juna terbelalak dengan bangunan di hadapannya, rumah yang ada di pikirannya hanya ekspektasi saja, saat tahu bahwa rumah Yardan yang bahkan hampir roboh. Hilanglah semua hasrat tidur di kasur empuk, wifi gratis, AC sejuk. Semua hilang dalam sekejap.
"Kayaknya kamu harus istirahat, deh. Tidur sana pasti kurang tidur!" Reva sembari melenggang pergi.
Juna menatap kepergian Reva, hingga dia masuk ke salah satu rumah di samping rumah Yardan. Sekarang Juna tahu bahwa orang tua Reva adalah pedagang toko kelontong. Lagi-lagi Juna mengembuskan napas kasar, sungguh nasib sial.
"Bang Adan!" teriak seseorang membuat Juna mengalihkan atensi.
"Bapa! Bang Adan udah pulang!" teriaknya dengan suara melengking.
Tak lama keluarlah seorang pria paruh baya sembari tersenyum antusias. "Adan! Sini cepat, bapa bikinin makanan kesukaan kamu!"
Juna mengerutkan kening, merasa heran dengan reaksi berlebihan mereka. Juna hanya pulang kemping dan itu hal biasa bukan? Mengapa dua orang itu bahagia sekali dengan kedatangannya, andai mereka tahu bahwa Yardan yang ini bukan Yardan tulen.
Seorang anak perempuan berumur enam tahunan, memegang tangan Juna yang bertubuh Yardan. Anak itu menarik Juna masuk ke rumah, saat di ambang pintu, Juna disambut oleh bau masakan yang menyeruak. Bapak dan anak perempuan itu duduk di teras beralaskan tikar, sangat sederhana.
"Abang Adan, cepet makan!" tawar anak kecil itu.
"Ayo sini, Nak." Bapak menyuruh lagi.
Juna duduk dengan perasaan canggung, jujur saja dengan orang asing bahkan di situasi saat ini membuatnya bingung harus berkata apa. Ini bukan kehidupannya dan mereka bukan keluarganya.
"Kata bapak, perkemahan sekolah itu cape, pasti Abang cape juga, 'kan?" Anak kecil itu menghidangkan satu piring makanan dan juga tempe yang entah dibuat seperti apa. "Makan yang banyak, Bang!"
Juna menatap nanar pada sepiring nasi beserta tempe itu, dalam hati Juna enggan memakannya, tetapi dia juga senang ada yang menghidangkan makanan untuknya. Setiap hari Juna bisa makan makanan yang enak, bahkan jarang sekali dia memakan tempe dan tahu, kebanyakan dia makan rendang, sereal, dan buah-buahan.
Juna penasaran, hingga dia menyomot salah satu tempe. Rasanya aneh. "Ini apa?"
Bapak mengerutkan kening. "Itu tempe bacem, kamu suka, 'kan?"
Satu kata saja, 'tidak' Juna tidak suka tempe bacem ini, tetapi dia sadar bahwa dia berperan sebagai Yardan. Mau tak mau dia harus menelan makanan yang tak pernah dia makan.
Juna hanya menyisakan makanan itu sebagian, dia tidak mau lagi makan makanan itu.
"Pa, Aku ngantuk, mau tidur aja," ucap Juna.
Bapak menatap Juna dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, dia mengembuskan napas. "Iya, kamu istirahat saja, kamu kurang tidur."
Juna berdiri dan berjalan mengarah ke sebuah kamar.
"Bang Adan, itu kamar bapak!" teriak anak kecil itu.
Juna tertegun, ternyata dia salah. Dia pun terkekeh garing. "Abang pusing," ucap Juna bohong.
Dia pun berjalan ke arah kamar yang satunya lagi, tidak ada komentar lagi, mungkin benar ini kamar Yardan yang asli. Juna menatap sekeliling kamarnya, Juna enggan tidur di sana. kasurnya tipis dan sempit. Juna seperti harus menerima kenyataan aneh ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cermin Terbalik 2
Ficção Adolescente[End](completed) #2 Teenfintion 25/02/23 #3 tentlit 27/05/23 Gara-gara cermin misterius itu, Juna harus terjebak di tubuh adik kelasnya yang cupu dan kucel. yang paling dia tidak terima adalah dia harus hidup seperti orang miskin dan sengsara. Jiwa...