24. Moment

17 4 0
                                        

Hari yang tak terduga bagi Juna bisa kembali merasakan duduk di mobil berharga mahal dan menikmati aroma khasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari yang tak terduga bagi Juna bisa kembali merasakan duduk di mobil berharga mahal dan menikmati aroma khasnya. Yang paling ia tak sangka adalah bisa kembali berkumpul bersama kedua orang tuanya. Juna bahkan lupa kapan terakhir kali ia bercengkrama dengan ayah dan ibunya.

Juna mengembuskan napas lega, selama Yardan berperan sebagai Juna, ternyata ia membuat perubahan yang sangat besar. Dia bahkan telah berhasil menyatukan kembali keluarga yang hampir hancur menjadi keluarga yang utuh. Juna mendengus kesal, entah bagaimana caranya Yardan melakukan itu?

"Nak, kau yakin sudah izin ke guru-guru kalian?" tanya Shinta dari jok depan.

"Iya, Ma, aku udah izin dalam rangka acara keluarga, bukankah itu benar?" jawab Yardan.

"Iya, memang betul ... Tapi tidak bisa di saat liburan sekolah saja?"

"Tidak bisa, karena hari ini adalah hari yang tepat, aku ingin mengajak teman-temanku juga, Ma," jelas Juna berjiwa Yardan itu.

Shinta mengembuskan napas berat.

"Sudahlah, biarkan saja dengan mengajak teman-teman Juna akan semakin seru!" sergah Arya.

Shinta sedikit berbalik untuk melihat ke jok belakang yang di duduki oleh empat orang anak.

"Tapi, mama seneng yang kamu aja itu Yardan, setelah di rumah sakit waktu itu kita tidak bertemu lagi, 'kan?" Shinta tersenyum ramah kepada Juna.

Juna tertegun, ia ingat saat kejadian itu dia hampir akan mengakhiri hidupnya. Namun, karena kecelakaan ibunya, rencana itu gagal total.

"I-iya, Bu." Juna mengangguk kaku.

"Kamu jangan manggil saya ibu, panggil aja mama. Kamu sudah saya anggap anak saya sendiri."

Seketika napas Juna tercekat, sejujurnya dia sangat ingin mendekap orang yang telah melahirkannya, walau begitu dia akan berusaha untuk bertahan dan bersabar.

Juna mengangguk dengan senyum kakunya. "Terima kasih ... Ma-ma ..."

Shinta tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, lantas kembali menghadap ke depan dan merubah posisi duduknya agar nyaman.

"Abang, kapan kita sampai?" tanya Yara sedari tadi uring-uringan karena mabuk kendaraan.

"Sebentar lagi kita nyampe Yara, kamu bertahan, yah," ucap Juna.

"Emang tempatnya kayak gimana?" tanya Yara lagi.

"Kau, tahu Yara? Nanti kita akan mendirikan tenda di sana ... Di sana ada pesawahan dan ada kebun stroberi, semangka, rambutan, dan banyak buah-buahan lain." Kini Reva yang menjelaskan kepada Yara.

"Wah, ada banyak buah-buahan? Yara nanti mau petik stroberi, boleh?"

"Boleh, semua jenis buah-buahan juga boleh." Berganti Yardan yang berbicara.

Hingga beberapa pertanyaan yang Yara lontarkan berhasil memecahkan ke sunyian di dalam mobil.

Pada awalnya ibu Navia tidak mengizinkan Yara ikut karena takut dia kembali sakit karena tubuhnya belum kuat total. Namun, Yardan berhasil meyakinkan bahwa Yara akan kuat dengan persediaan obat-obatan dan alat lainnya agar Yara merasa nyaman saat perjalanan ataupun saat berkemah, tentunya dengan bantuan ayah dan ibu Juna.

•••

Setelah dua jam lamanya di perjalanan, akhirnya mereka telah sampai. Di tempat di mana dulu perkemahan sekolah di adakan. Tujuan Yardan hanya satu yaitu untuk kembali menukarkan jiwanya dan Juna. Shinta dan Arya tidak tahu alasan ini, Yardan menuruti Juna untuk tidak memberi tahu rahasia ini.

Maka dari itu, inilah rencana Yardan setengah berhasil. Ia berharap ketika malam nanti di pagi hari tanggal 6 Februari mereka berhasil kembali seperti semula.

"Ayo bantuin papa pasang tenda!" teriak Arya kepada anak-anak.

Yardan menyenggol lengan Juna, seakan memberi kode agar dia saja yang membantu ayahnya. Namun, Juna malah menggeleng.

"Ayo, Bang," bisik Yardan.

Juna hanya mengembuskan napas, lantas menurut saja dan berjalan ke arah Arya.

"Pah-eh, maksud saya Om, saya aja yang bantu Om."

Arya tertawa renyah. "Panggil aja saya sesukamu, papa juga tidak masalah." Dia menepuk-nepuk punggung Juna saat mereka sudah dekat.

Juna meringis, ia cukup senang dengan respons ayahnya. Yang ia tahu ayahnya ini akan ketus bila berhadapan dengan Juna.

"Aku cari kayu bakar, buat nanti malam bikin api unggun!" seru Yardan.

"Iya, hati-hati Nak, jangan terlalu jauh!" teriak Shinta saat Yardan berlari ke arah semak-semak.

Samar-samar dia mendengar Yardan mengiyakan perintahnya. Sedangkan kini Shinta tidak bisa terlalu banyak bergerak karena kakinya masih belum bisa di derakkan, itu pun di bantu Reva untuk membereskan barang-barang dari mobil.

Tempat ini sebuah lapangan, yang di penuhi hamparan rumput hijau dan bisa di masuki oleh kendaraan. Beruntungnya di sini tidak terlalu ramai karena bukan hari liburan jadi hanya ada mereka yang mengisi kekosongan lapangan itu.

Panas terik menyinari mereka, tetapi terbayar juga oleh hamparan sawah yang luas dan terdapat air mancur untuk mengisi petak-petak sawah, daerah ini berada di dataran tinggi jadi tempat yang pas untuk menyaksikan terbenam dan terbitnya matahari.

•••

Malam hari sudah tiba, setelah beribadah sholat Isya, mereka harus sedikit berjalan kaki untuk kembali ke tenda.

"Yardan, nanti malam bagaimana caranya kalian bisa kembali?" tanya Reva yang menenteng tas mukena.

"Kau cukup menjaga Yara saja, biar aku dan bang Juna saja yang ke sana," tutur Yardan.

"Kau yakin melakukan itu hanya berdua? Apa kau tidak merasa takut?" tanya Reva merasa khawatir.

"Tenang saja Reva, aku dan bang Juna akan baik-baik saja, kita berdo'a kepada Allah saja."

Reva menatap Yardan cemas. "Aku berdo'a semoga kau dan kak Juna terlindungi dari segala macam marabahaya, aku selalu berdo'a agar kau bisa kembali ke tubuhmu yang asli."

"Terima kasih Reva, do'amu akan sangat membantu."

Tanpa terasa mereka sudah sampai di tenda. Sudah ada Shinta di sana, dia tidak ikut ke mushola karena sedang berhalangan dan tentu dia tidak bisa ikut karena harus menjaga tenda.

"Ayo ke sini! Mama lagi bakarin jagung!" Shinta berteriak sembari melambaikan tangan.

"Ma! Jangan sampai kau diam-diam menghabiskan jagung itu!" Arya berjalan mendekati istrinya yang terduduk di karpet.

"Papa pikir mama serakus itu?" Shinta tertawa.

"Yara juga mau!" Yara berlari ke arah Shinta.

"Ayo sini!"

Mereka berenam berkumpul membakar jagung di hadapan api sedang yang menyala, Arya bahkan bisa memberikan lelucon untuk mencairkan suasana.

Juna menatap wajah satu per satu orang di sekelilingnya. Yardan, Reva, dan Yara mereka bukan keluarganya, tetapi rasanya mereka sudah mengisi di hati Juna dengan peran sebagai keluarga. Secara tidak langsung Juna sangat berterima kasih kepada mereka karena telah memberinya kesadaran.

Jika saja ini tidak terjadi mungkin keluarganya akan hancur dan hidupnya juga akan semakin hancur. Juna bersyukur dia bisa bertukar jiwa dengan orang yang tepat, ia bersyukur jalan lurus yang di berikan Tuhan sangat unik dan luar biasa.

Juna tersenyum saat melihat kedua orang tuanya bercanda ria.



TBC

25/08/23( ◜‿◝ )♡

Cermin Terbalik 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang