"Bodoh, bodoh, bodoh." Charoline terus memukul kepalanya berkali-kali. Merutuki dirinya yang sangat ceroboh.
Jam sudah munjukkan pukul dua belas malam. Gadis bernetra hitam pekat itu tak kunjung merasa kantuk. Ia terus memikirkan kemungkinan hal besar terjadi karena kebodohannya. Ia takut laki-laki menyeramkan itu mencari Aluna dan berbuat jahat padanya.
Berjalan kesana kemari, menggigit ujung ibu jarinya, menandakan betapa khawatirnya Charoline. Atensinya teralihkan pada ponsel yang ia letakkan di atas meja belajar. Sebuah notifikasi pesan muncul di layar. Charoline meraih ponsel tersebut. Membaca pesan dari Bundanya.
Bunda
Bunda gak bisa pulang malam iniCharoline menelan ludahnya kasar. Padahal ia sudah biasa tanpa bundanya di rumah. Hanya saja ia yang sedang dilanda kekhawatiran semakin menjadi. Namun Charoline pun menjawab pesan bundanya seperlunya.
Merasa tenggorokannya kering, Charoline pergi keluar kamar. Ia berjalan turun menuju dapur. Mengambil sebotol air putih di lemari es berniat membanjiri tenggorokannya yang kering.
Matanya tak sengaja melihat Aluna yang menuruni tangga dengan tergesa-gesa seperti hendak pergi. Ini sudah tengah malam, Aluna ingin pergi kemana?Charoline berlari mendekat ke Aluna. Ia mencekal tangan Aluna supaya gadis itu berhenti melangkah.
"Aluna, kamu mau kemana, ini udah tengah malem?" tanya Charoline, "Te-terus kenapa pakaian kamu kaya gini?" Charoline memandangi Aluna dari atas ke bawah.
Gadis itu memakai pakaian serba terbuka.Aluna menghempaskan cekalan Charoline dengan kasar. Menatap manik matanya dengan penuh kebencian.
"Cewek bodoh! Gak usah pura-pura baik di depan gue, jijik liatnya tahu gak?!" bentak Aluna sambil menunjuk ke wajah Charoline.
"A-aku gak pernah pura-pura baik sama kamu..." ucap Charoline dengan nada bergetar menahan tangisnya. Kristal bening itu mengalir deras melewati pipinya.
"Tukang bohong! Cupu! Gak tau diri! Lo pikir Bunda beneran sayang sama lo? Bunda sebenernya gak mau lo ada disini!" teriak Aluna tak henti mengolok gadis di depannya. "Gue mau ke club, awas kalau lo bilangin ke Bunda. Gue pastiin besok lo pergi dari rumah ini dan jadi gelandangan disana," ancamnya sebelum benar-benar pergi. Meninggalkan Charoline yang terduduk di lantai. Ingin menangis sekerasnya tapi tidak bisa. Mungkin ini sebagai bayaran karena ia telah memakai nama Aluna untuk berbohong pada laki-laki di pameran kemarin.
***
Suara dentuman musik terdengar begitu keras. Bau alkohol memenuhi tempat ramai dimana orang-orang saling meliukan tubuhnya mengikuti alunan musik.
Berbeda dengan ruang VIP yang menjadi tempat berkumpulnya tujuh laki-laki tampan. Alunan musik klasik terdengar di dalam sana. Membuat suasana santai dan damai. Baginya, club adalah rumah kedua mereka. Tapi siapa sangka, mereka selalu datang kesini bukan untuk bermain wanita, melainkan hanya sekedar bermain kartu dan sebagainya. Meminum alkohol? Itu jika seperlunya saja.
Malam ini mereka menghabiskan waktu bersama dengan bermain monopoli. Mengingat permainan itu hanya terbatas empat orang saja, yang bermain hanyalah Nicky, Kenzie, Mattheo, dan Malfino. Sisanya hanya menonton.
"Sialan, gue udah bangkrut!" Nicky mengacak-acak monopoli itu dengan frustrasi. Pasalnya yang bangkrut paling awal ia akan menyengir selama sepuluh menit. Itulah perjanjian awal sebelum mereka memulai permainan.
"Kalah lo, cepetan nyengir sepuluh menit." ucap Kenzie. Nicky pun mulai menyengir menampakkan giginya yang putih. Saat itu Kenzie, Malfino, Mattheo tak bisa lagi menahan gelak tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piano Prince
Teen FictionPiano Prince, itulah sebutan dari seorang laki-laki bernama Mark Herren. Dia cuek, dingin, dan arogan. Dengan wajah diatas rata-rata dan sebagai putra penerus grup Vitabrata yang merupakan perusahaan kosmetik nomor satu di dunia. Maka ketenarannya t...