🍓<~Friend or Enemy?~>🍓

58 8 0
                                    

"Udah gue urus, barang-barang lo aman." ujar Caldera yang baru saja datang. Ia baru saja pulang dari rumah Herren karena bodyguard ayahnya akan mengancurkan barang-barang yang Herren simpan di sebuah ruangan yang berada di rumah Herren. Barang-barang itu adalah barang berharga peninggalan sang Ibunya.

Herren tak menjawab, ia memilih menyesap rokoknya, "Besok dateng ke pesta penyambutan dia pulang dari Jepang." ucapnya.

Caldera duduk di samping Herren, kini mereka tengah membolos di rooftop. Hanya ada mereka berdua karena yang lain memiliki kesibukkan sendiri.

"Kaylie?" tanya Caldera mengambil satu batang rokok dan korek api yang berada di meja.

"Gue gak peduli sama penghianat itu." ucapnya dengan sorot mata tajam menatap ke depan.

Tepat setelah itu bel pulang berbunyi, ia membuang sisa rokoknya ke lantai kemudian bangkit. "Gue pake mobil lo." ujarnya mengambil kunci mobil Caldera yang tergeletak di meja.

Caldera menaikkan satu alisnya, "Nganter cewek stroberi?" tanyanya.

Herren berdehem, "Lo pake motor gue." ujarnya kemudian melempar kunci motornya pada Caldera lalu melenggang pergi menuju kelas Charoline.

***

Charoline mengemas buku-bukunya ke dalam tas. Ia sengaja pulang terlambat karena menunggu sekolah sepi. Hal yang biasa lakukan jika pulang sekolah tiba.

Setelah dirasa semua telah dikemas dan tak ada yang tertinggal, Charoline menggendong tasnya, ia melangkah keluar dari kelas. Namun betapa terkejutnya ia mendapati seorang Herren yang berdiri di depan kelas dengan menyandar pada dinding.

"Lama." ucapnya melirik arloji yang terpasang di pergelangan tangan kirinya.

"Maaf, aku gak tahu kalau kamu nungguin aku." ucap Charoline dengan menundukkan kepala. Ia menghindari tatapan tajam Herren yang selalu membuat jantungnya berdekup dua kali lebih cepat. Bukan karena salah tingkah, justru sebaliknya. Ia merasa takut jika bersama laki-laki itu.

Tanpa berkata apapun, Herren berjalan lebih dulu menyusuri koridor yang sepi, sedangkan Charoline berjalan di belakangnya. Keheningan menyelimuti keduanya, Charoline meremat jari-jemarinya yang dingin karena gugup. Karena ia berjalan dengan menundukkan kepala, ia sampai tak sadar jika Herren tiba-tiba berhenti melangkah membuat dirinya menabrak tubuh Herren.

"Ma-maaf," ucap Charoline ketika Herren membalikkan badan menghadap Charoline. Ia masih menundukkan kepala.

"Kenapa lo nunduk?"

Charoline menggelengkan kepala.

"Angkat."

Charoline mengangkat kepalanya. Manik matanya langsung bertemu dengan manik tajam Herren. Sedetik kemudian matanya membulat sempurna ketika tangan besar milik Herren mengacak pelan rambutnya. Charoline mematung. Sementara Herren sudah lebih dulu berjalan masuk ke mobil.

***

Di dalam mobil hanya ada keheningan. Herren fokus menyetir, sementara Charoline memandang ke arah jendela menatap jalanan yang ia lalui. Di dalam pikirannya ia terus bertanya-tanya bagaimana laki-laki itu mengetahui rumahnya. Namun percuma jika ia menanyakan hal itu, karena laki-laki itu susah untuk dimintai jawaban.

Perhatian Charoline teralihkan ketika mobil tiba-tiba menepi ke pinggir jalanan yang sepi. Charoline menoleh ke samping, tepatnya pada Herren ketika mobil benar-benar berhenti.

Piano PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang