May 29th 2020
Ditulis pukul 7 pagi, tepat setelah aku terbangun dari mimpi.
SERIUS Nathan, aku pikir aku mulai gila.
Oke, kuakui menulis surat setiap bulan pada seseorang yang bahkan sekarang tidak kuketahui dimana keberadaannya atau bagaimana kabarnya sekarang adalah hal sinting. Awalnya, aku menulis surat sebagai bentuk ekspresi dan curahan hatiku karena rupa-rupanya, kamu selalu berhasil singgah dan memporak-porandakan isi benakku. Sebenarnya kamu itu zat adiktif model apa, sih?
Aneh. Aku tidak pernah mencoba nikotin dalam rokok atau alkohol dalam minuman keras. Tapi memikirkanmu terasa bagai candu yang sudah biasa kutenggak sehari-hari, bahkan efeknya lebih serius dari kafein.
Lucunya, kamu bak kutu yang melompat-lompatーditemukan tidak bisa, diusir pun susah. Satu malam, kamu muncul dalam mimpiku, seharian itu juga kamu terus-terusan menetap dalam kepalaku. Pekerjaanku jadi berantakan, dateline demi dateline kulewatkan, konten blog-ku yang bulan ini sudah terjadwal jadi amburadulーaku butuh satu minggu untuk menyusun ulang jadwalnya.
Tapi, di hari-hari lain Nathan (seringnya, malah), kamu sama sekali tidak muncul dalam mimpiku. Malahan, eksistensimu menjadi hal terakhir yang kukhawatirkan, jadi sudah jelas ini bukan cinta. Bisa dilihat dari tanggal tiap suratku yang berjarak dan tidak konsistenーbahkan, ada yang mencapai satu bulan. Seacak itu jadwal menulis suratmu, sampai-sampai aku sengaja menyempatkan diri mampir ke Miniso dan membeli laci plastik khusus untuk menyimpan semua surat ini.
Seperti sekarang, satu bulan sudah berlalu sejak terakhir aku menulismu surat. Dan baru kemarinーcatat, KEMARINーaku berpikir untuk berhenti menulis surat bodoh ini, kini aku malah menelan ludahku sendiri.
Oke Jonathan, aku serius.
Kenapa kamu selalu muncul di mimpiku?
Aku pernah baca di sebuah artikel online, ada 2 alasan mengapa seseorang kerap muncul di mimpi. Pertama, antara kau begitu merindukannya hingga alam sadarmu memanifestasikan kehadirannya dalam mimpimu (lebih masuk akal). Atau alasan kedua, orang itulah yang merindukanmu.
Aku tidak sedang merindukanmu akhir-akhir ini. Jadwalku memang lenggang, tapi aku punya kesibukan lain yang menyita cukup banyak waktu dan energi baik fisik maupun emosional. Jadi aku yakinーsangat amat yakin malahーbahwa bukan aku yang merindukanmu. Walau tidak masuk akal, aku mulai mempertimbangkan kemungkinan kedua:
Bisa jadi, kamu-lah yang merindukanku.
Tidak percaya? Baiklah, kupersingkat saja.
Aku rasa aku jatuh cinta.
Bukan denganmu, tapi dengan salah seorang pemuda yang kutemui di toko buku. Bisa dibilang seperti, jatuh cinta pada pandangan pertama, sebab kita belum terlalu dekat tapi aku sudah naksir duluan. Ia pemuda yang tinggi (sekitar 172 cm, aku yakin ia lebih tinggi darimu), tubuhnya cungkring dengan kulit putih kekuningan--khas orang-orang keturunan Tionghoa. Rambutnya lurus rapi dan tampak fluffy (editorku kerap berkata aku sangat buruk dalam mendeskripsikan tampilan fisik, jadi anggap saja aku sudah berusaha yang terbaik di sini), matanya tajam dan menukik, tampak proporsional dengan bentuk alisnya yang tidak terlalu tebal tapi juga tak terlalu tipis.
Soal gaya, ia bukan yang terbaik. Dua kali bertemu, kulihat ia hanya mengenakan kemeja kotak-kotak lusuh dipadukan jeansーtapi justru itu yang kusuka. Sederhana, tapi memikat.
Harus kuakui, awal aku tertarik padanya karena penampilan fisik. Hari itu hari Minggu ketika kami berpas-pasan di aisle kamus. Aku hendak menuju rak komik, sementara dari arah berlawanan, kulihat ia sedang membawa dua tumpukan kamus Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia yang cukup tebal dan pasti akan jatuh kalau saja aku tak segera meletakkan tanganku pada tumpukan buku itu. Aku duluan yang mengulurkan tangan membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Confession [Lee Chan - Jeon Wonwoo]
RomanceSelama ini, aku selalu memendam. Apapun yang aku rasakan, aku memilih untuk diam. Bungkam. Sengap. Tutup mulut dan menerima. Tidak suka? Siapa peduli. Terluka? Tahan saja dan tetap sunggingkan senyum sopan. Bahagia dan ingin tertawa? Tidak, tahan du...